Protokol Kesehatan dan Wisata yang Belum Sejalan
Pandemi belum berakhir, tetapi desakan agar gerbang pariwisata dibuka kembali sudah semakin kuat. Namun, belum banyak bukti protokol kesehatan bisa ditegakkan, terutama setelah melihat para pejabat berdansa bersama.
Balai Desa Marinsow semakin semarak menjelang malam, Kamis (8/4/2021). Pertunjukan seni dan peragaan busana memuncak dalam riuh rendah dansa ampa wayer khas Sangihe.
Puluhan orang yang tadinya duduk sebagai penonton kini bangkit dan berbaris di belakang tetua desa, lalu melangkah seiring irama kolintang hingga barisan itu menjadi lingkaran.
Konsep ampa wayer mirip flash mob. Orang-orang berkumpul secara spontan, lalu melakukan gerakan bersama di bawah komando seorang pangataseng atau pemimpin tari. Demikian halnya dengan kerumunan 30-an orang di Balai Desa Marinsow, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Mula-mula mereka saling memberi hormat dengan menempelkan tangan di pelipis sesuai instruksi, lalu melambaikan tangan sambil terus berjalan dalam lingkaran. Lingkaran itu kemudian terpecah. Tiap dua orang diminta berpasangan lalu berdansa.
Lalu setiap pasangan saling berhadapan dan berjabat tangan di samping pasangan lainnya. Tangan-tangan mereka menjadi terowongan yang kemudian dilewati setiap pasangan sambil membungkuk.
Setelah setahun lebih didera pandemi Covid-19, akhirnya masyarakat bisa kembali larut dalam euforia ampa wayer. Orkes budaya itu menutup rangkaian festival kuliner, seni, dan busana Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Minahasa Utara, yang juga menjadi sarana promosi pariwisata di daerah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang.
Esensi ampa wayer sebagai hiburan rakyat dihidupkan oleh senyum dan gelak tawa beberapa wajah yang tak mengenakan masker. Mata mereka yang bermasker pun menyiratkan keceriaan.
Baca juga :Kesangsian Wisatawan terhadap Penerapan Protokol Kesehatan
Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw masuk dalam kerumunan, begitu pula Wakil Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Sulut dan Minahasa Utara Kartika Devi Tanos dan Kristi Arina. Tak ketinggalan Kepala Kepolisian Resor Minahasa Utara Ajun Komisaris Besar Grace Rahakbau. Keempatnya bermasker.
Untuk sesaat, kerumunan kilat sore itu merealisasikan angan akan kehidupan normal, yang entah akan hilang sementara saja atau selamanya. Namun, pandemi Covid-19 sejatinya belum berakhir.
Bahkan, selepas acara, para pejabat dan hadirin saling mengucap sayonara dengan salam namaste alih-alih berjabat tangan, sesuai protokol kesehatan pencegah Covid-19. Pemandangan itu kontras dengan aktivitas massal yang baru saja mereka lakukan.
Sebelum beranjak kembali ke Manado, Steven bahkan menegaskan, pemerintah selalu memonitor kepatuhan warga akan protokol kesehatan. ”Tidak ada tawar-tawar untuk protokol kesehatan. Kami selalu memonitor, masker, jaga jarak, dan cuci tangan itu penting,” katanya.
Untuk sementara, tren pertambahan kasus baru Covid-19 di Sulut terus menurun sejak akhir Februari 2021. Tak jarang, dalam sehari tiada satu pun kasus ditemukan. Kendati begitu, Steven mengingatkan segenap warga Sulut agar selalu waspada. ”Kalau kita lengah, justru gelombang ketiga jauh lebih berbahaya,” ujarnya.
Lalu, tepatkah mengadakan festival hingga berdansa ampa wayer dalam kondisi epidemiologis saat ini? Apalagi, para peserta tidak menjalani tes cepat antigen atau reaksi rantai polimerase (PCR) sebelum acara dimulai.
Steven mengatakan, kebanyakan yang hadir adalah pelaku pariwisata, seperti dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) dan Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Sulut. Mayoritas sudah divaksin. ”Kebijakan Pak Gubernur (Olly Dondokambey), saat daerah lain ketinggalan, di sini pelaku pariwisata sudah lebih dulu (divaksin). Jadi aman,” katanya.
Hingga Rabu (14/4/2021), tak kurang dari 15.430 kasus terdeteksi di Sulut. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, grafik epidemiologis menunjukkan ada dua gelombang besar kasus, yaitu Juli-Agustus 2020 dan Desember 2020-Januari 2021. Di luar periode itu, grafik cenderung landai.
Salah satu alasan grafik yang melandai adalah protokol kesehatan telah menjadi gaya hidup masyarakat, yang dikenal dengan istilah new normal. Namun, grafik yang kembali melandai saat ini tidak bisa jadi alasan untuk melonggarkan protokol kesehatan seolah-olah kehidupan telah kembali ke old normal.
”Walaupun penurunan kasus cukup bermakna, kita belum bisa menanggalkan kebiasaan hidup baru dengan kepatuhan terhadap protokol kesehatan,” kata Steaven. Ia juga mengatakan, Satgas Covid-19 Sulut juga akan mempercepat vaksinasi demi mencapai kekebalan komunitas.
Daerah yang kini tergolong zona risiko rendah (kuning) hingga sedang (oranye) bisa menjalankan aktivitas ekonomi, asalkan menerapkan protokol kesehatan.
Sejauh ini, 41.072 pelayan publik, termasuk pelaku pariwisata, telah dua kali menerima suntikan CoronaVac. Jumlah itu baru 21,06 persen dari target. Sebanyak 29.569 orang baru menerima dosis pertama CoronaVac, sedangkan 22.069 lainnya menerima AstraZeneca.
Kendati begitu, kata Steaven, daerah yang kini tergolong zona risiko rendah (kuning) hingga sedang (oranye) bisa menjalankan aktivitas ekonomi, asalkan menerapkan protokol kesehatan. Seminggu setelah festival Dekranasda di Likupang, ada dua daerah di Sulut berstatus zona oranye, yaitu Minahasa Utara dan Manado. Tiga belas lainnya zona kuning.
Promosi
Bagi pengusaha wisata, seperti Merry Karouwan yang mengetuai Asita Sulut, pandemi menjadi penghalang besar untuk promosi. Ada urgensi besar bagi pelaku pariwisata untuk menggali potensi di Likupang yang nantinya akan menjadi episentrum pariwisata Sulut. Salah satunya adalah memberi pelatihan bagi masyarakat di sekitar wilayah KEK.
Baca juga : Sertifikasi CHSE Belum Diminati di Sulut
Ketua Masata Sulut Dino Gobel bahkan turut menginisiasi beberapa gelaran olahraga sekalipun di tengah pandemi, seperti duatlon 45,6 kilometer dari Manado ke Likupang. Festival Dekranasda juga menjadi ajang promosi sekaligus menunjukkan bahwa pariwisata di Likupang siap bergerak lagi seiring protokol kesehatan.
Dino juga mengklaim, sedikitnya 90 persen pelaku pariwisata telah divaksin. ”Ke depan, kami akan adakan acara olahraga lainnya, seperti golf. Pelatihan keterampilan bagi warga sekitar juga akan diperbanyak,” ujarnya.
Para pramuwisata pun telah merindukan pekerjaan mereka. Aaron Sumampouw, seorang anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sulut, mencoba berjualan daring karena tak ada yang mau menggunakan jasanya. Mantan Ketua HPI Sulut Roy Berty bahkan beralih profesi menjadi bloger video berbasis Youtube karena alasan yang sama.
Menurut Aaron, jadwalnya sangat padat sebelum pandemi. Berbagai acara wisata, baik simulasi penerapan protokol kesehatan dalam perjalanan maupun festival, akan sangat membantu pekerja seperti dirinya. ”Sekarang saat ada tawaran, saya tidak tanya fee lagi. Langsung saya iyakan,” katanya.
Pandemi belum berakhir, tetapi desakan agar gerbang pariwisata dibuka kembali sudah semakin kuat. Protokol kesehatan merupakan jalan tengahnya. Namun, nyatanya, belum banyak bukti bahwa protokol kesehatan bisa ditegakkan di lapangan, terutama setelah melihat para pejabat berdansa bersama tanpa jarak.