Jubir Komite Nasional Papua Barat Diduga Dalangi Kerusuhan Jayapura
Penyidik Polda Papua menduga Viktor Yeimo sebagai salah satu aktor yang memprovokasi massa sehingga terjadi kerusuhan di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019.
Oleh
Fabio Maria Lopes Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Daerah Papua menjerat juru bicara Komite Nasional Papua Barat, Viktor Yeimo, dengan empat pasal pidana. Viktor diduga sebagai salah satu aktor yang memprovokasi massa sehingga terjadi kerusuhan di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019.
Hal itu disampaikan Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri saat ditemui di Jayapura, Senin (10/5/2021) malam. Mathius memaparkan, Viktor dijerat dengan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, Pasal 160 KUHP, dan Pasal 365 KUHP.
Viktor diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara, yakni makar; mengeluarkan informasi yang menyebabkan terjadinya keonaran; melakukan penghinaan terhadap bendera sebagai lambang negara; dan penghasutan untuk melakukan kejahatan.
”Ia merupakan dalang kasus kerusuhan yang terjadi di Kota Jayapura pada tahun 2019. Ia terlibat bersama tujuh narapidana lainnya yang kini telah menyelesaikan masa hukumannya,” ujar Mathius.
Tim Satuan Tugas Nemangkawi bersama Polda Papua menangkap Viktor Yeimo di Distrik Abepura, Jayapura, Minggu (9/5/2021) pukul 19.15 WIT. Viktor masuk dalam daftar pencarian orang terkait kasus kerusuhan di Jayapura pada 29 Agustus 2019.
Mathius menuturkan, Viktor kini menjalani penahanan di Markas Brimob Polda Papua. Ia pun masih diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua. Mathius menginstruksikan agar penanganan kasus Viktor juga mengedepankan asas praduga tak bersalah. Viktor juga diperlakukan dengan baik selama proses pemeriksaan.
”Dalam pemeriksaan ini, kami ingin mengungkap peranan Viktor secara lengkap dalam kasus ini. Selain itu, kami menyelidiki aliran uang yang diterimanya untuk menyiapkan aksi massa yang berakhir dengan kerusuhan di Jayapura,” ujar Mathius.
Kerusuhan di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 bermula dari unjuk rasa massa menolak perbuatan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur. Dalam kerusuhan ini, empat warga meninggal, sementara dua anggota kepolisian terluka parah dan seorang anggota TNI meninggal.
Selain itu, massa juga merusak dan membakar kendaraan bermotor, bangunan, dan fasilitas umum di ibu kota Provinsi Papua itu. Kerusakan meliputi 31 kantor, 15 ruko, 24 kios, 33 unit sepeda motor, 36 unit mobil, dan 7 pos polisi.
Gustaf Kawer, perwakilan koalisi Pengacara Hak Asasi Manusia (Paham) Papua, mengatakan, pihaknya bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua serta beberapa lembaga lainnya menjadi kuasa hukum Viktor dalam kasus ini. Menurut Gustaf, penahanan Viktor menyalahi prosedur karena tanpa surat perintah penangkapan. Selain itu, lanjut Gustaf, pasal-pasal yang dikenakan kepada Viktor tidak tepat.
”Ia sama sekali tidak melakukan aksi makar maupun penghasutan yang memicu kerusuhan pada 29 Agustus 2019. Ia menyampaikan aspirasi masyarakat Papua yang menolak rasisme dalam unjuk rasa di Jayapura pada 19 Agustus 2019,” tutur Gustaf.
Ia menilai penahanan Viktor akan menyebabkan terjadinya reaksi di tengah masyarakat. Sebab, upaya ini dinilai diskriminatif karena Viktor berjuang untuk menolak aksi rasisme bagi masyarakat Papua.