Tunjangan Hari Raya 3.452 Buruh Jawa Timur Belum Terpenuhi
Sebanyak 3.452 laporan buruh di Jawa Timur membuktikan persoalan pemenuhan hak pekerja oleh perusahaan belum juga terselesaikan dengan baik. Pemerintah provinsi diminta menjatuhkan sanksi tegas.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 3.452 buruh dari 20 perusahaan di Jawa Timur belum terpenuhi haknya menerima tunjangan hari raya atau THR Lebaran 2021. Pemerintah provinsi diharapkan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang tidak taat aturan pemberian tunjangan tersebut.
Jumlah buruh dan perusahaan itu dicatat oleh Tim Posko THR Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia. Posko masih terus menerima pengaduan dari buruh yang merasa hak-hak ketenagakerjaannya dilanggar.
Menurut Koordinator Posko Habibus Shalihin dari LBH Surabaya, Kamis (13/5/2021), buruh dan perusahaan yang tercatat tadi berada di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Banyuwangi. Dari seluruh aduan buruh, 53 persen berstatus pekerja tetap, 26 persen pekerja kontrak, 14 persen pekerja alih daya (outsourcing), dan 7 persen pekerja harian lepas.
Dugaan pelanggaran ketenagakerjaan, khususnya THR, yang diterima posko didasari sejumlah regulasi. Aturan dimaksud, antara lain, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/Hk.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Nuruddin Hidayat dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menambahkan, modus yang diterapkan perusahaan sehingga tidak memenuhi hak buruh ialah THR tidak dibayar, tidak dibayar sesuai ketentuan, dibayar tetapi terlambat, dibayar secara dicicil, atau diganti dengan bingkisan.
”Seharusnya, THR diterima paling lambat H-3 Lebaran (Senin, 10 Mei 2021), tetapi banyak buruh yang belum mendapat haknya,” kata Nuruddin.
Posko meminta Pemprov Jatim mengeluarkan nota dinas pelanggaran perusahaan yang tidak mematuhi regulasi itu untuk ditindaklanjuti.
Untuk itu, posko meminta Pemprov Jatim mengeluarkan nota dinas pelanggaran perusahaan yang tidak mematuhi regulasi itu untuk ditindaklanjuti. Diharapkan, pemprov bisa menjatuhkan sanksi denda, adminitratif, atau sosial terhadap 20 perusahaan itu sesuai kadar pelanggarannya.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan, telah menerima laporan posko THR itu. Seluruh laporan tersebut sedang ditindaklanjuti.
Tim dari dinas, lanjut Himawan, akan mengonfirmasi pelapor, yakni buruh. Jika buruh dapat terkonfirmasi benar-benar bekerja di perusahaan yang dilaporkan, selanjutnya perusahaan akan dipanggil untuk diperiksa. Pemanggilan bertujuan mendapatkan kepastian informasi tentang laporan pelanggaran THR itu. ”Saya siap memberi sanksi bagi perusahaan yang terbukti melanggar,” kata Himawan.
Dari tahun ke tahun, LBH dan organisasi buruh mendirikan posko pengaduan THR. Posko serupa sebenarnya juga didirikan oleh pemprov di Disnakertrans. Namun, buruh cenderung mengadu ke posko LBH karena organisasinya bergabung atau ikut dalam koordinasi di posko tersebut.
Habibus mengatakan, keberadaan posko membuktikan sejumlah perusahaan tidak tertib hukum. Pihak perusahaan amat mungkin berdalih memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 yang belum mereda. Pandemi memang menghantam seluruh sektor kehidupan, termasuk dalam perburuhan atau ketenagakerjaan.
”Perusahaan tidak pernah mau terbuka jika kesulitan sehingga secara sepihak memutuskan, misalnya tidak memenuhi hak THR buruh, padahal peraturan mewajibkan,” ujar Habibus yang juga mewakili Bidang Advokasi Buruh dan Miskin Kota LBH Surabaya.