Banjir di Kalimantan Tengah mulai surut. Warga sudah terbiasa dengan banjir di musim hujan maupun masa peralihan. Mereka menilai kerusakan alam masih menjadi pemicu banjir.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir di Kalimantan Tengah yang berlangsung selama lebih kurang satu minggu kini mulai surut. Meski demikian, penyebab banjir yakni kerusakan hutan harus segela diperbaiki agar banjir tak terulang lagi.
Sebelumnya, banjir melanda 31 desa di Kabupaten Barito Utara, Kapuas, Pulang Pisau, dan Kotawaringin Timur. Kini banjir di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kapuas sudah mulai surut. Kini tinggal dua Kabupaten dengan tujuh desa yang masih dilanda banjir. Dua Kabupaten itu, yakni Pulang Pisang dan Barito Utara.
Dari data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah, di Kabupaten Pulang Pisau, banjir merendam empat desa di Kecamatan Banama Tingang, yakni Desa Ramang, Desa Pahawan, Desa Hanua dan Desa Hurung. Sementara di Kabupaten Barito Utara, banjir merendam Desa Luwe Hilir, Desa Luwe Hulu, dan Desa Butong.
Kepala Desa Ramang Ramba mengungkapkan, banjir di desa selalu terjadi setiap musim hujan. Hal itu disebabkan meluapnya Sungai Kahayan yang berada tak sampai 100 meter dari desa. Di desa itu, banjir tak menentu datangnya begitu pula surutnya.
”Kadang seharian bisa banjir, tetapi malamnya surut. Bisa juga berminggu-minggu. (warga) Di sini sudah biasa sama banjir,” ungkap Ramba saat dihubungi dari Palangkaraya, Senin (24/5/2021).
Ramba mengungkapkan, banjir selalu datang setelah hutan di sekitar desa hilang atau beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Selain bencana, alih fungsi lahan itu juga menambah konflik sosial.
”Banyak warga kehilangan pekerjaan akhirnya tidak sedikit yang harus menambang emas ilegal untuk menyambung hidup. Sungai pun jadi tambah rusak,” kata Ramba.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kapuas Panahatan Sinaga mengungkapkan, sejak awal Mei lalu banjir sempat merendam 22 desa di enam kecamatan. Banjir tersebut merendam 3.807 unit rumah dan bangunan dan berdampak pada belasan ribu warga. Namun, kini banjir sudah surut.
”Banjir sudah surut, sebagian besar sudah tidak ada banjir. Akan tetapi, masih ada beberapa jalan desa yang masih terendam air dengan ketinggian mata kaki, tidak separah hari-hari sebelumnya,” kata Panahatan.
Panahatan menjelaskan, banjir tahunan itu disebabkan oleh banyak faktor. Namun, menurutnya, banjir terjadi karena intensitas hujan di wilayah hulu terlampau tinggi.
”Pengaruh pasang air dari hilir dan akibat alih fungsi hutan juga tambang ilegal sehingga jalur sungai yang ada menjadi dangkal,” ungkap Panahatan.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Reniananta, menjelaskan, saat ini sedang terjadi peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau. Biasanya, saat masa peralihan cuaca menjadi lebih ekstrem. Di beberapa tempat bisa lebih panas, sedangkan di wilayah lain curah hujan begitu tinggi.
Dari prediksi Stasiun Meteorologi, lanjut Reniananta, beberapa wilayah yang saat ini sedang terendam banjir pada dua hari ke depan masih akan dilanda hujan dengan curah hujan normal dan juga mendung berawan. ”Kalimantan Tengah sedang menuju ke musim kemarau, saat ini sedang masa peralihan,” ujarnya.
Reniananta menambahkan, setiap peralihan musim perubahan kondisi cuaca realtif lebih cepat dan perlu diwaspadai terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai kilat, angina kencang, puting beliung, hingga hujan es.
”Dampak yang dapat ditimbulkan setelah terjadinya hujan lebat adalah luapan sungai, genangan air, hingga banjir bandang, longsor maupun pohon tumbang,” ungkap Reniananta.