Kalsel Fokus Turunkan Angka Perkawinan Anak di Enam Daerah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan fokus menurunkan angka perkawinan anak yang masih tinggi di enam kabupaten/kota. Data yang ada perlu disinkronkan karena ditengarai masih banyak anak yang menikah di bawah tangan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Angka perkawinan anak di Kalimantan Selatan masih tinggi dan berada di atas rata-rata nasional. Kerja sama lintas instansi harus diperkuat dalam upaya menurunkan angka perkawinan anak, terutama di enam kabupaten/kota dengan kasus tinggi.
Pada 2017, prevalensi perkawinan anak di Kalsel mencapai 23,12 persen, sedangkan angka nasional 11,54 persen. Artinya, ada 23 dari 100 anak di Kalsel yang menikah di bawah usia 18 tahun. Pada 2018, angkanya turun menjadi 17,63 persen, tetapi masih tinggi dari angka nasional sebesar 11,21 persen.
Pada 2019, angka perkawinan anak di Kalsel naik lagi menjadi 21,18 persen, sedangkan rata-rata nasional hanya 10,82 persen. Kemudian, angkanya turun lagi menjadi 16,24 persen pada 2020, tetapi masih tetap lebih tinggi dari angka nasional 10,35 persen.
Penjabat Gubernur Kalsel Safrizal ZA mengatakan, pada periode 2018-2020 tercatat ada 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari Kementerian Agama di Kalsel. Sementara berdasarkan data Pengadilan Agama, jumlah dispensasi perkawinan pada periode tersebut mencapai 1.419 kasus. ”Perlu kerja keras untuk keluar dari masalah ini,” kata Safrizal lewat siaran pers yang diterima di Banjarmasin, Rabu (26/5/2021).
Menurut Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri itu, program penurunan angka perkawinan anak di Kalsel harus lebih fokus ke enam daerah yang kasusnya tinggi, yakni di atas 100 kasus selama periode 2018-2020. Keenam daerah itu adalah Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, dan Tanah Bumbu.
”Perkawinan anak di enam daerah tersebut, termasuk perkawinan non-izin, harus betul-betul dipantau dan dianalisis, baru kemudian buat strategi untuk menurunkannya,” ujar Safrizal dalam Forum Grup Diskusi Rencana Aksi Daerah (RAD) Pencegahan Perkawinan Anak Provinsi Kalsel di Banjarbaru, Selasa (25/5/2021).
Ada indikasi masih banyak anak yang menikah secara tidak resmi atau di bawah tangan. (Safrizal ZA)
Menurut dia, penanganan masalah perkawinan anak di Kalsel tidak bisa hanya dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), tetapi harus dilakukan lintas instansi, mulai dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), hingga Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK).
”Data yang ada juga perlu disinkronkan. Sebab, ada indikasi masih banyak anak yang menikah secara tidak resmi atau di bawah tangan. Untuk ke depan, pernikahan yang tidak lewat kantor urusan agama (KUA) harus dicegah,” tuturnya.
Kepala Dinas PPPA Provinsi Kalsel Husnul Hatimah mengatakan, Kalsel masuk dalam 20 provinsi di Indonesia dengan angka perkawinan anak yang tinggi. Secara nasional, Kalsel menempati urutan pertama pada 2017 dan 2019, kemudian urutan keempat pada 2018 dan urutan keenam pada 2020.
”Kami sudah membuat pakta integritas sebagai bentuk komitmen untuk menurunkan angka perkawinan anak di Kalsel. Untuk itu, dibutuhkan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya.
Strategi pencegahan
Saat dihubungi beberapa waktu lalu, Hatimah mengatakan, pihaknya terus mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk membuat kebijakan sampai ke tingkat desa dalam upaya mencegah perkawinan anak. ”Kami minta 13 kabupaten/kota di Kalsel untuk mengembangkan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sampai di tingkat desa,” ujarnya.
Di samping itu, sosialisasi pola asuh anak dan remaja terus dilakukan. Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Wasaka Provinsi Kalsel didorong untuk menjangkau sekolah-sekolah maupun kelompok masyarakat secara langsung dan melalui media massa. ”Kampanye dan edukasi tentang pencegahan perkawinan anak terus dilakukan,” katanya.
Dinas PPPA Kalsel juga sudah membuat nota kesepahaman dengan Pengadilan Tinggi Agama untuk memberikan konseling bagi calon pengantin yang mengajukan dispensasi perkawinan. ”Kami juga menyiapkan pelatihan bagi perempuan yang putus sekolah dan yang sudah menikah sebelum berusia 18 tahun,” ujar Hatimah.