Seorang tenaga kerja asing dari China meninggal tertimpa pohon di lokasi PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan. Walhi Sumut kembali mengingatkan perlunya mengevaluasi proyek itu karena sudah tiga kali memakan korban jiwa.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIPIROK, KOMPAS — Seorang tenaga kerja asing asal China meninggal tertimpa pohon di lokasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Wahana Lingkungan Hidup Sumut kembali mengingatkan perlunya mengevaluasi proyek itu karena sudah berulang kali memakan korban jiwa.
Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Firman Taufick, Sabtu (29/5/2021), mengatakan, pekerja bernama Zhan Guochun (47) meninggal setelah tertimpa pohon lapuk. ”Musibah terjadi Jumat (28/5) sekitar pukul 11.00. Saat itu, korban sedang memasang besi untuk retaining wall,” kata Firman.
Firman mengatakan, retaining wall merupakan pekerjaan pembuatan dinding penahan yang dilakukan di daerah rawan longsor. Pembangunan itu sebagai bagian dari mitigasi teknis yang dilaksanakan dalam pembangunan proyek PLTA Batangtoru.
Firman membantah pohon tumbang itu terjadi karena longsor. Menurut dia, saat pekerja sedang melakukan pekerjaan konstruksi, pohon mati yang ada di atas lokasi itu tiba-tiba tumbang dan meluncur mengenai korban.
”Hal ini perlu kami sampaikan sekaligus untuk meluruskan informasi yang telah beredar sebelumnya yang menyebutkan telah terjadi longsor,” kata.
Saat kejadian, kata Firman, korban mengenakan perlengkapan alat pelindung diri standar lapangan, seperti helm proyek, baju lapangan, dan sepatu proyek. Meskipun memakai alat pelindung, korban yang merupakan tenaga ahli teknik terowongan itu meninggal setelah tertimpa pohon. Jenazahnya pun divisum dan dikremasi pada Sabtu.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Ismut Siregar mengatakan, pihaknya telah meninjau lokasi kejadian untuk memastikan penyebab pohon tumbang. Menurut Ismut, kejadian itu merupakan kecelakaan kerja.
”Kami sudah dari lokasi. Kami lihat tidak ada tanda-tanda longsor,” katanya.
Sejak awal, kami meminta agar proyek itu dievaluasi karena sangat rentan menyebabkan bencana ekologis, seperti banjir dan longsor.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara Dony Latuparissa mengatakan, sudah tiga kali kejadian di PLTA Batang Toru yang memakan korban jiwa. ”Sejak awal, kami meminta agar proyek itu dievaluasi karena sangat rentan menyebabkan bencana ekologis, seperti banjir dan longsor,” katanya.
Dony mengatakan, bencana paling besar terjadi pada akhir April lalu. Longsor tidak hanya memakan korban jiwa dari tiga pekerja, tetapi juga 10 orang warga. Longsor terjadi di jalan proyek yang dibuka untuk PLTA Batang Toru yang saat ini masih dalam tahap konstruksi.
Material longsor menimbun Jalan R17 K4+100 Bridge 6, Desa Marancar Godang, Kecamatan Batang Toru. Material longsor juga menimpa kedai kopi di bawah jalan itu. Sebanyak 10 warga yang menempati rumah itu pun meninggal, sementara tiga pekerja yang sedang melintas dengan mobil juga meninggal tertimbun longsor.
Pada Desember tahun lalu, seorang pekerja operator ekskavator juga meninggal karena jatuh ke jurang saat membuka jalan ke PLTA Batang Toru. Alat berat itu jatuh hingga ke Sungai Batang Toru yang sangat deras di jurang dengan kedalaman hingga 200 meter.
Dony mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah pernah menyampaikan akan mengevaluasi proyek tersebut dan dampak lingkungannya. Namun, hingga kini tidak ada evaluasi terkait proyek itu. Walhi Sumut pun sempat menggugat izin lingkungan perusahaan itu, tetapi kalah di pengadilan.