Polda Jatim Tangani Laporan Kejahatan Seksual di SMA Ternama Kota Batu
Kepolisian Daerah Jawa Timur akan menangani laporan dugaan kejahatan seksual di sebuah SMA ternama di Kota Batu. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, ada 15 orang lulusan sekolah itu yang mengadu sebagai korban.
Oleh
AMBROSIUS HARTO DAN DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Timur menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan seksual di sebuah SMA ternama di Kota Batu. Laporan itu dilakukan langsung oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko saat dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (30/5/2021) malam, mengatakan, laporan akan ditelaah oleh tim penyidik. Nantinya, penyelidikan dan penyidikan akan ditentukan apakah ditangani oleh Polda Jatim atau Kepolisian Resor Batu. ”Akan didalami terlebih dahulu,” katanya.
Sebelumnya pada Sabtu (29/5/2021), Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait melaporkan pendiri sebuah SMA di Batu berinisial JPE ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Jatim.
Arist melaporkan JPE dengan sangkaan kejahatan seksual, penganiayaan, dan eksploitasi anak. Saat melapor, Arist membawa tiga orang dari 15 orang yang mengklaim korban kejahatan JPE.
Arist ketika dihubungi melalui sambungan telepon menyatakan telah melaporkan JPE sebagai terlapor dugaan kejahatan terhadap pelajar SMA itu. ”Kami menerima dan menghimpun kesaksian dari 15 korban, di mana dugaan kejahatan itu terjadi kurun 2009, 2010, 2011,” katanya di Jakarta, Minggu malam.
Arist menyatakan, para korban yang melapor merupakan lulusan SMA tersebut. Mereka, antara lain, ada yang berasal dari Jatim (Blitar), Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah (Poso dan Palu), dan Nusa Tenggara Timur. Tiga dari 15 korban datang dan melapor ke Polda Jatim dengan pendampingan Komnas PA pada Sabtu itu.
Arist mengklaim, ada korban yang mengaku menjadi korban kejahatan seksual beberapa kali oleh terlapor. ”Diduga ada kejahatan seksual berulang di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah di wilayah Batu, bahkan sampai ke luar negeri ketika korban termasuk dalam rombongan yang dibawa oleh terlapor,” ujarnya.
Menurut Arist, JPE dilaporkan telah melanggar Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, dugaan pelanggaran UU No 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Adapun terkait dengan tuduhan yang dialamatkan kepada JPE, pihak SMA mengarahkan kepada kuasa hukum mereka, yaitu Recky Bernardus & Partner’s. Dalam siaran pers yang diberikan kepada wartawan, Recky Bernardus menanggapi tiga tuduhan kepada JPE, yaitu tentang dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi.
Ada enam pernyataan terkaitdengan kasus tersebut, di antaranya adalah bahwa setiap warga negara berhak membuat pelaporan atau pengaduan hukum kepada aparat yang harus dibuktikan dengan bukti-bukti atas pengaduan tersebut. Namun, setiap warga juga, menurut Recky, memiliki hak untuk membuktikan ketidakbenaran laporan hukum tersebut.
”Pihak kami menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti semua proses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kami meminta terhadap semua pihak dan khalayak luas agar dapat menghormati proses hukum yang berjalan dengan tidak mengeluarkan pendapat atau opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi klien kami,” kata Recky dalam siaran persnya.
JPE adalah salah satu pendiri SMA ternama yang berlokasi di Kota Batu, Jawa Timur. Sekolah itu menjadi salah satu sekolah percontohan di Kota Batu dan Jawa Timur karena mengusung konsep keberagaman.
Sekolah itu berbasis asrama dan siswanya berasal dari sejumlah daerah di Nusantara. Salah satu syarat utama siswanya adalah yatim piatu dan kurang mampu. Saat itu, setiap siswa di sana bersekolah gratis dan mendapat uang saku Rp 150.000-Rp 200.000 per bulan.