Mobilitas Masyarakat Tinggi, PPKM Berskala Mikro di Sumsel Belum Efektif
Sumatera Selatan kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro. Perpanjangan ini disebabkan masih tingginya ”positivity rate” dan angka kematian di Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sumatera Selatan kembali memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM berskala mikro. Perpanjangan ini disebabkan masih tingginya positivity rate dan angka kematian di Sumsel. Selama pelaksanaannya, PPKM berskala mikro di Sumsel dinilai belum optimal sehingga tidak mampu menekan kasus positif Covid-19 di lapangan.
Perpanjangan PPKM skala mikro dimulai pada Selasa (15/6/2021) sampai Senin (28/6/2021). Berbeda dengan PPKM di awal, yang hanya menetapkan tujuh daerah, kini 17 kabupaten/kota di Sumsel masuk dalam aturan PPKM berskala mikro.
Gubernur Sumsel Herman Deru, Selasa, mengatakan, walau PPKM berskala mikro di Sumsel diperpanjang, penanganan kasus Covid-19 masih tergolong terkendali. ”Sumsel tidak termasuk dalam lima daerah yang menjadi prioritas penanganan dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Perpanjangan PPKM berskala mikro, ujar Herman, menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan sembari mempercepat pelaksanaan vaksin, termasuk untuk lebih tegas lagi dalam menjalankan PPKM berskala mikro di lapangan.
Hal yang paling sederhana adalah untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kegiatan yang memicu kerumunan, termasuk membatasi kegiatan usaha yang memicu kerumunan hingga pukul 21.00 WIB. ”Butuh peran aktif banyak pihak untuk menekan kasus penyebaran kasus positif,” ujarnya.
Sumsel sudah melaksanakan PPKM berskala mikro sejak 6 April 2021 dan terus diperpanjang hingga saat ini. Pada awalnya, ada empat indikator yang membuat Sumsel akhirnya masuk dalam jajaran daerah yang menerapkan PPKM berskala mikro di Indonesia. Keempatnya adalah angka kematian, tingkat kesembuhan, kasus aktif, dan positivity rate.
Saat itu, tingkat kematian akibat Covid-19 di Sumsel menyentuh angka 4,7 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nasional, yakni 2,7 persen. Kini, angka kematian di Sumsel kian melonjak bahkan menembus 5,11 persen.
Sementara angka positivity rate di Sumsel juga meningkat dari yang semula 28,61 persen di masa awal PPKM kini sudah menembus 33,55 persen. Angka ini kian jauh dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 5 persen.
Di sisi lain, untuk kasus aktif di Sumsel sudah bisa ditekan dari semula 7,97 persen di awal masa PPKM kini menjadi 5,18 persen. Adapun untuk tingkat kesembuhan juga bisa ditingkatkan dari 87,2 persen sekarang menjadi 89,7 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nurainy menjelaskan, masih tingginya kasus positif Covid-19 di Sumsel disebabkan oleh meningkatnya mobilitas masyarakat utamanya menjelang Idul Fitri. Tidak hanya itu, pelaksanaan PPKM berskala mikro juga belum diterapkan secara menyeluruh. ”Masih ada pihak yang membandel dengan melanggar aturan yang sudah ditetapkan,” ujar Lesty.
Bukan sekadar membatasi jam operasi, melainkan benar-benar mengawasi apakah protokol kesehatan dijalankan dengan tepat.
Lesty mengatakan, untuk menekan kasus positif di masa PPKM berskala mikro kali ini, pihaknya akan meningkatkan pemeriksaan, pelacakan, dan pemulihan (testing, tracing, treatment/3T) di Sumsel. Apalagi ketika tes usap antigen ditetapkan menjadi salah satu komponen pemeriksaan, pemeriksaan dan pelacakan di Sumsel semakin gencar.
Sebelum ada antigen, ujar Lesty, setiap ada satu kasus positif, pemeriksaan terhadap kontak erat hanya 8-10 orang, tetapi kini bisa ditingkatkan menjadi 10-15 orang. ”Semakin banyak yang diperiksa dan terdeteksi, maka bisa langsung diambil tindakan lanjutan,” ujarnya.
Adapun untuk meningkatkan angka kesembuhan dan menekan angka kematian, ujar Lesty, jumlah tempat tidur untuk kasus Covid-19 terus ditambah. Hingga saat ini, angka tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) bisa ditekan dari yang semula mencapai 55 persen kini bisa ditekan menjadi 43 persen.
”Itu karena jumlah tempat tidur untuk pasien Covid-19 ditambah hingga kini jumlahnya mencapai 1.879 tempat tidur dengan 804 tempat tidur di antaranya sudah terisi,” ujarnya.
Kurangnya sosialisasi
Ahli mikrobiologi dari Universitas Sriwijaya, Yuwono, menjelaskan, tidak optimalnya PPKM berskala mikro di Sumsel tidak lepas dari tidak optimalnya implementasi protokol kesehatan di lapangan. ”Masih ditemukan kerumunan di sejumlah tempat,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sosialisasi dan edukasi tentang pola pelaksanaan PPKM berskala mikro juga belum belum menyentuh masyarakat akar rumput. ”Jangankan di tingkat RT, di tingkat puskesmas pun masih banyak yang bingung pola PPKM berskala mikro itu,” kata Yuwono.
Mengantisipasi hal ini, sudah seharusnya penegakan aturan PPKM diperketat, terutama mengajak masyarakat menjalani protokol kesehatan. ”Bukan sekadar membatasi jam operasi, melainkan benar-benar mengawasi apakah protokol kesehatan dijalankan dengan tepat,” ujarnya.