Para ulama berikhtiar untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19. Kesadaran kolektif diharapkan dapat secara simultan meredakan pandemi Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
Lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, telah terjadi hampir dua minggu sejak Sabtu (5/6/2021). Bangkalan kini bahkan tergolong zona merah. Alim ulama pun hadir menenteramkan warga.
Serangan virus varian B.1.617.2 atau Delta pun melanda Bangkalan. Dua dari tiga pasien yang terkena varian Delta di Rumah Sakit Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 ternyata asal Bangkalan.
Situasi yang terbilang genting ini ternyata tidak membuat jerih masyarakat Bangkalan, kabupaten terbarat di ”Nusa Garam”, julukan Pulau Madura.
Selasa kemarin, saat Kompas melaju dari Jembatan Suramadu sampai kawasan ibu kota kabupaten tersebut, terlihat masih banyak warga yang enggan memakai masker. Warga juga masih berkumpul tanpa jarak yang memadai.
Masih ada warga yang meremehkan, bahkan menganggap Covid-19 rekayasa. Mahmudin (45), warga Bangkalan, pengelola warung nasi bebek, mengaku tidak percaya dengan Covid-19. Dia hanya bermasker tatkala ada konsumen.
”Selama ini saya sehat, Pak. Saya juga tidak mau tes. Nanti kalau positif harus dirawat tidak bisa cari uang,” katanya.
Ulama, yang sangat dipercayai oleh warga Madura, termasuk warga Bangkalan, pun diminta membantu menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19.
”Yang terjangkit cenderung tak mau ke rumah sakit. Atau ketika berobat sudah dalam kondisi amat parah sehingga cepat meninggal. Kami mohon kepada para alim ulama untuk mengingatkan warga, apalagi ada serangan mutasi baru,” kata Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron saat Silaturahmi Menko Polhukam dengan Alim Ulama dalam Rangka Penanganan Covid-19 di Gedung Serbaguna Rato Ebuh, kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD mengatakan, ”Saya awalnya termasuk yang menganggap enteng. Namun, akhirnya sadar ternyata Covid-19 ini nyata dan berbahaya.”
Peran ulama di Bangkalan, kata Mahfud, yang kelahiran Madura itu, diharapkan menggugah kesadaran masyarakat untuk proaktif dalam penanganan wabah.
Kesadaran
Rais Aam Nahdlatul Ulama sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Miftachul Akhyar mengajak seluruh ulama yang adalah sahabatnya untuk menyosialisasikan bahaya Covid-19 lebih masif. Akhyar mencontohkan, di zaman kehidupan Nabi Muhammad SAW, ketika terjadi serangan wabah, masyarakat diminta menghindari atau menjauhi demi keselamatan.
”Allah SWT menugaskan kita, manusia, untuk memakmurkan dunia. Saat ini, dunia sedang dilanda pandemi sehingga sudah menjadi kewajiban manusia untuk mengatasinya dan memperjuangkan kemakmuran,” kata Akhyar.
KH Imam Bukhori Cholil, pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Cholil, Bangkalan, mengungkapkan, dalam pengamatannya, ada tiga hal yang mendorong ketidakpercayaan warga terhadap keberadaan Covid-19.
Pertama, pengalaman masyarakat tentang dugaan upaya mengondisikan Covid-19. Misalnya, pemakaman ibu yang meninggal dalam persalinan atau seseorang akibat kecelakaan ditempuh dengan protokol kesehatan layaknya memakamkan pasien Covid-19. ”Dianggapnya semua akan dicovidkan, padahal pemakaman dengan protokol kesehatan untuk menghindari kerumunan atau menekan risiko penularan. Inilah yang kurang disosialisasikan,” ujarnya.
Kedua, oknum-oknum aparatur diduga berupaya menutupi fakta pandemi Covid-19. Pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, and treatment/3T) ditengarai minim dilakukan untuk memberi kesan kondisi di daerah baik-baik saja.
Sebelum terdengar adanya lonjakan kasus di Bangkalan, terkesan situasi di Madura terkontrol. Namun, kesan baik-baik saja itu seperti bom waktu yang akhirnya terbukti meledak.
Ketiga, ulama perlu mendorong disiplin protokol kesehatan di kalangan ustaz, ustazah, dan santri yang kemudian menularkannya kepada masyarakat, terutama orangtua.
”Kita perlu paham, protokol kesehatan memang membuat tidak nyaman. Namun, kalau tidak disiplin, pandemi tidak akan pernah selesai. Ibaratnya ingin menyapu, ya harus melarang orang hilir mudik sehingga kebersihan bisa dijangkau dengan cepat. Kalau menyapu dan orang hilir mudik, ya sampai kiamat tidak akan bersih,” kata Imam.
KH Makki Nasir, pengasuh Ponpes Falahunnasiri Kemayoran sekaligus Ketua Pengurus Cabang NU Bangkalan, mengatakan, disiplin protokol kesehatan dan kemauan untuk membantu aparatur terpadu menangani Covid-19 ialah ikhtiar dan ibadah. ”Jadi, jika tidak mau disiplin dan tidak percaya seperti orang tidak beribadah,” ujarnya.
KH Achmad Romli Fakhri, pengasuh Ponpes Taqrinih Timur Mano’an Kokop, menambahkan, memercayai adanya Covid-19 bukan berarti syirik. ”Tidak percaya dengan Covid-19, meremehkannya, seperti tidak memercayai adanya matahari,” katanya.
Masih banyak lagi masukan, nasihat, dan petuah yang diungkapkan oleh hampir 40 ulama yang hadir dalam silaturahmi itu. Para ulama ini berikhtiar untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya Covid-19. Kesadaran kolektif diharapkan dapat secara simultan meredakan pandemi Covid-19.