Perkosa Anak di Polsek Jailolo Selatan, Dorong Kebiri Oknum Polisi
Brigadir Satu NI memerkosa seorang perempuan di bawah umur. Jika terbukti bersalah berdasarkan keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, pelaku didorong untuk dikebiri.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
JAILOLO, KOMPAS — Brigadir Satu NI memerkosa seorang perempuan di bawah umur di Markas Kepolisian Sektor Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, pada 14 Juni lalu. Kasus itu terungkap belakangan setelah pihak keluarga melaporkan kepada Kepolisian Daerah Maluku Utara. Jika terbukti di pengadilan, oknum polisi itu didorong untuk dikebiri.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Komisaris Besar Adip Rojikan, saat dihubungi pada Kamis (24/6/2021), mengatakan, kejadian itu berawal saat korban yang masih berumur 16 tahun itu bersama temannya yang berusia 19 tahun melakukan perjalanan dari Pulau Bacan ke Ternate pada 13 Juni lalu. Sebelum ke Ternate, mereka bermalam di Sidangoli, Jailolo Selatan.
Saat berada di penginapan, NI datang menjemput kedua orang itu dengan maksud untuk diamankan. Alasannya, NI dimintai tolong oleh rekannya, seorang anggota polwan. Polwan itu tak lain adalah keluarga korban. ”Katanya, ibu korban yang meminta agar korban diawasi,” ujar Adip.
Setelah korban dan polwan dimaksud berkomunikasi lewat telepon, korban dan temannya yang juga masih gadis itu kemudian yakin dengan ajakan NI. Mereka lalu dibawa ke Markas Polsek Jailolo Selatan, tempat NI berdinas. Di sana, mereka diinapkan, tetapi pada ruangan terpisah.
”Di situlah hal yang tidak diinginkan terjadi. Korban dipaksa dan diancam akan dipenjarakan. Korban pun terpaksa mengikuti kemauan NI,” kata Adip. Kejadiannya sekitar pukul 03.00 WIT pada 14 Juni. Setelah kejadian itu, korban keluar dari ruangan sambil menangis dan menceritakan kejadian tersebut kepada temannya.
Adip menegaskan, pelaku melakukan pemerkosaan. Pelaku dalam keadaan normal, bukan di bawah pengaruh minum beralkohol. Pelaku sudah berdinas selama tujuh tahun, status menikah, dan memiliki dua anak. ”Selain merusak masa depan korban, pelaku juga sangat mencoreng nama baik institusi Polri,” ucap Adip.
Polri tidak akan melindungi anggota yang melakukan kejahatan seperti itu.
Pelaku dijerat menggunakan Pasal 80 dan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan acaman hukuman maksimum 15 tahun penjara. Dengan begitu, lanjut Adip, pelaku juga terancam dipecat dari keanggotaan Polri. ”Polri tidak akan melindungi anggota yang melakukan kejahatan seperti itu,” katanya.
Berusaha ditutupi
Nurdewa Safar, pendamping korban yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, ada upaya dari oknum tertentu di Polsek Jailolo Selatan yang ingin menutupi kasus tersebut. Pasalnya, setelah mengalami kejadian itu, korban sempat mengadu kepada anggota Polsek Jailolo Selatan, tetapi tidak dipedulikan.
”Mereka (pihak polsek) malah mau memediasi untuk diatur secara kekeluargaan. Jelas ini tidak bisa diterima. Karena itu, pihak keluarga melaporkan kasus itu kepada Polda Maluku. Jadi, laporan ini adalah inisiatif dari keluarga, bukan dari polisi. Padahal, kejadian itu di markas polisi,” kata Nurdewa.
Pada 17 Juni lalu, pihak keluarga mendatangi Markas Polda Maluku untuk melaporkan kasus tersebut. Berdasarkan dokumen yang diterima Kompas, pelaporan diterima oleh Inspektur Satu Abdul Haris.
Menurut Nurdewa, kondisi korban yang baru naik ke kelas XII sekolah menengah atas itu sangat tertekan. Korban mengalami trauma berat. Hingga kini, ia masih ketakutan apabila melihat ada orang yang mengenakan seragam polisi. Ia lebih banyak mengurung diri di dalam kamar.
Praktisi hukum di Kota Ternate, Fahruddin Maloko, menilai, perbuatan polisi itu tergolong sangat keji. Polisi memerkosa perempuan di bawah umur di dalam markas polisi. Padahal, markas polisi seharusnya menjadi tempat yang aman bagi masyarakat untuk berlindung.
Menurut dia, apabila pada akhirnya oknum polisi itu terbukti bersalah berdasarkan keputusan hukum berkekuatan tetap, kepadanya harus diterapkan hukuman kebiri. Hal itu demi memberikan efek jera bagi predator anak. ”Ini masuk kategori predator anak,” ucapnya.
Seperti diketahui bersama, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi kimia, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku predator anak.