Pelaku Teror Lempar Batu di Pantura Jateng Dibayar Rp 250.000 Per Minggu
AKsi pelemparan batu pada kendaraan marak terjadi, khususnya di Kabupaten Kendal dan Semarang, sejak awal tahun ini. Pelaku dibayar oleh pemesan yang hingga kini masih buron.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kepolisian Daerah Jawa Tengah menangkap pelaku teror pelemparan batu pada kendaraan, khususnya truk dan mobil pikap di Kabupaten Kendal serta Kabupaten dan Kota Semarang. Kepada polisi, pelaku yang telah beraksi 289 kali mengaku dibayar oleh pemesan, yang kini buron, Rp 250.000 per minggu.
Tersangka kasus tersebut adalah NH (43), warga Kabupaten Kendal, yang telah beraksi 289 kali selama 1 tahun 8 bulan atau sejak Desember 2019 hingga Agustus 2021. Sementara AY, yang menyuruh NH melakukan perbuatan tersebut, hingga kini masih dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi.
Aksi pelemparan tersebut marak terjadi, khususnya di Kabupaten Kendal dan Semarang, sejak awal tahun ini. Pelaku biasanya melempar batu ke arah kaca truk atau mobil pikap dan dilakukan pada dini hari hingga subuh. Beberapa pengendara truk mengalami luka-luka akibat lemparan tersebut.
Salah satu pelapor ialah Subari, warga Kaliwungu, Kendal. Pada Jumat (23/7/2021) sekitar pukul 03.00, mobil Mitsubishi L300 yang dikendarainya saat hendak ke Pasar Gladak tiba-tiba dilempar batu. Hal itu mengakibatkan Sriah, istri Subari yang ada di dalam mobil, pingsan dan terluka. Ia mendapat 15 jahitan pada bagian pipi.
”Kami dalami juga laporan-laporan lainnya. Dari pengakuan tersangka, sudah ada 289 TKP (tempat kejadian perkara), tetapi laporan aduan tertulis di polsek atau polres sendiri ada 195 TKP,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Komisaris Besar Djuhandhani di Mapolda Jateng, Semarang, Senin (23/8/2021).
Djuhandhani menuturkan, NH dan AY pertama kali bertemu beberapa tahun lalu saat memancing ikan. AY kemudian menawari NH pekerjaan untuk melakukan teror pelemparan pada kendaraan. AY juga sempat mengajari NH dalam mempraktikkannya. Setiap pekan, ia hanya diberi kertas petunjuk titik-titik aksi beserta uang.
”Pelaku mendapat Rp 250.000 per minggu untuk melaksanakan target-target operasi itu. Jadi, motifnya ekonomi. Dari pengakuan, katanya juga hendak membentuk satu organisasi untuk mengawal truk-truk di Kendal dan pantura. Ini jelas ilegal dan merupakan praktik premanisme. Kalau nanti dapat, akan kami tindak tegas,” katanya.
Djuhandhani menambahkan, salah satu kendala penangkapan karena aksi pelaku dilakukan dari pukul 01.00 hingga 06.00 serta menyiasati saat tim patroli sedang istirahat. Pada akhirnya, setelah sempat terjadi kejar-kejaran, pelaku ditangkap polisi pada Kamis (19/8/2021) di Jalan Raya Mangkang, Kota Semarang.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 351 Ayat (2) dan (4) KUHP tentang Penganiayaan. Selain itu, tersangka juga dijerat Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan. Ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Patologi sosial
Dihubungi terpisah, dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Fulia Aji Gustaman, menuturkan, apa pun bentuk dan alasannya, aksi teror tidak dibenarkan. Adapun fenomena teror pelemparan tersebut masuk kategori patologi sosial atau terkait dengan gejala-gejala sosial yang disebabkan faktor sosial.
Aksi tersebut jelas meresahkan masyarakat. ”Apalagi, korbannya juga masyarakat yang sedang mencari uang. Pekerjaan sopir truk itu berisiko besar. Dengan kejadian seperti itu, akan berdampak bagi kesejahteraan mereka, baik terkait ekonomi, kenyamanan, maupun keamanan,” ujar Aji.
Pada masa pandemi Covid-19, hal-hal terkait patologi sosial semakin rentan terjadi. Pasalnya, pandemi berdampak pada pemutusan hubungan kerja hingga menyempitnya peluang usaha. (Fulia Aji Gustaman)
Menurut dia, pada masa pandemi Covid-19, hal-hal terkait patologi sosial semakin rentan terjadi. Pasalnya, pandemi berdampak pada pemutusan hubungan kerja hingga menyempitnya peluang usaha. Bagi orang yang kreatif, akan mencari inovasi baru, tetapi bagi yang kepepet, ada potensi melakukan hal-hal yang bisa merugikan orang lain.
Kebijakan pemerintah pun didorong mempertimbangkan kondisi sosial di masyarakat agar kesulitan ekonomi tidak berlarut-larut. ”Di samping itu, bangkitkan ekonomi kreatif berbasis masyarakat sehingga masalah-masalah sosial dapat tertangani. Sementara itu, penegak hukum mesti tegas dalam menjalankan fungsi,” kata Aji.