Warga Jawa Tengah diminta waspada terkait potensi bencana hidrometeorologi, terlebih periode musim hujan masih panjang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak 250 desa/kelurahan di Jawa Tengah masuk dalam potensi kelas tinggi longsor, sedangkan 66 desa/kelurahan ada dalam kelompok potensi kelas tinggi banjir pada musim hujan. Warga diimbau untuk tetap waspada, terutama saat terjadi hujan lebat.
Data itu tertuang dalam peta potensi rawan banjir dan longsor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng yang didasarkan pada kejadian 2014-2019. Artinya, di titik-titik tersebut telah terjadi longsor dan banjir secara intens atau bisa dua kali dalam setahun dalam periode itu. Di samping kelas tinggi, juga ada pemetaan potensi kelas rendah dan sedang.
Sejumlah daerah dengan potensi kelas tinggi longsor, antara lain, Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Semarang, Magelang, Temanggung, dan Cilacap. Sementara, daerah dengan potensi kelas tinggi banjir, di antaranya Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, Pekalongan, Demak, Kudus, dan Rembang.
Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Jateng Adi Widagdo, di Semarang, Jumat (5/11/2021), mengatakan, dari laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), diprediksi ada fenomena La Nina, tetapi dengan intensitas lemah. Hal itu berpengaruh pada curah hujan.
Dampak itu terlihat, antara lain, pagi hari cuaca panas, tetapi sore hujan deras dengan durasi pendek. ”Karena itu, masyarakat di daerah banjir harus tetap waspada. Puncaknya diperkirakan Januari-Februari. Jadi, hingga tahun depan, periode (musim hujan) ini masih panjang,” katanya.
Berdasarkan pengadaan BPBD Jateng, saat ini sudah ada sedikitnya 66 sistem peringatan dini (EWS) yang tersebar di sejumlah daerah. Khusus tahun ini, BPBD Jateng memasang delapan alat EWS. Selain 66 alat EWS tersebut, ada juga yang dipasang oleh lembaga lain. EWS akan memberi peringatan jika ada pergerakan tanah mencapai 20 sentimeter.
Berdasarkan data BPBD Jateng, dari 1 Januari hingga 18 Oktober 2021, telah terjadi 1.251 bencana. Tanah longsor menjadi yang terbanyak dengan 521 kejadian, disusul angin kencang 310 kejadian, kebakaran lahan/hutan 223 kejadian, dan banjir sebanyak 171 kejadian.
Adi menuturkan, selain pemahaman, respons masyarakat untuk sadar dan merespons peringatan menjadi hal penting. ”Terlebih saat sudah masuk musim hujan seperti ini. Karena itu, jika terjadi hujan lebat minimal tiga jam, masyarakat harus waspada,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Safrudin menuturkan, Pemprov Jateng telah mengingatkan kabupaten/kota terkait ancaman hidrometeorologi dengan mengirimkan surat kepada para sekretaris daerah. Mereka diminta mengantisipasi dan menyebarkan informasi daerah yang rawan bencana.
”Pemprov juga sudah menyampaikan edaran ke seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah melalui surat kepala dinas ESDM. (Itu) terkait daerah yang rawan longsor setiap bulannya,” ujarnya.
Ia juga menilai kentungan sebagai kearifan lokal terkait peringatan bencana masih relevan. Selain itu, ia juga mengingatkan warga agar tetap mematuhi informasi-informasi dari BMKG. Setiap saat BMKG merilis data terkait peringatan dini, seperti rilis data titik daerah yang berpeluang turun hujan.