Tahanan Polrestabes Medan Tewas, Enam Tahanan Lain Jadi Tersangka
Polrestabes Medan menelusuri keterlibatan aparat kepolisian dalam kasus tewasnya seorang tahanan akibat disiksa tahanan lain. Enam tahanan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Besar Medan menetapkan enam tahanan mereka sebagai tersangka penganiayaan terhadap Hendra Saputra (49), seorang tahanan kasus asusila, hingga tewas. Korban disiksa karena menolak memberi uang Rp 5 juta. Sebelumnya, polisi menyebut korban meninggal karena sakit. Keterlibatan aparat kepolisian pun ditelusuri.
”Setelah dilakukan otopsi serta pemeriksaan saksi-saksi dan bukti, kami menetapkan enam tahanan sebagai tersangka. Kami menemukan alat yang dilakukan untuk menganiaya korban,” kata Wakil Kepala Polrestabes Medan Ajun Komisaris Besar Irsan Sinuhaji di Medan, Jumat (26/11/2021).
Enam tersangka itu adalah TS (35), WS (20), J (25), NP (21), HS (45), dan HM (44). Mereka merupakan warga Medan yang ditahan karena kasus pencurian, pengeroyokan, pencabulan, penggelapan, dan pertolongan jahat/penadahan.
Irsan menjelaskan, Hendra mengalami demam tinggi sehingga dibawa ke klinik kesehatan Polrestabes Medan, Senin (22/11/2021). Keesokan harinya, kondisinya semakin parah dan mengalami kejang sehingga dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Saat tengah dirawat di unit perawatan intensif, Selasa malam, Hendra dinyatakan meninggal. Kepolisian pun melaporkan kepada keluarga bahwa Hendra meninggal karena sakit.
Keluarga korban curiga melihat ada luka lebam di sekujur tubuh Hendra. Mereka meminta pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum Medan. Kasus itu pun diselidiki setelah mereka melaporkan dugaan penganiayaan tersebut.
Irsan mengatakan, korban sudah dua kali memberikan uang kepada para pelaku, yakni sebesar Rp 200.000 dan Rp 700.000. Pelaku lalu meminta uang Rp 5 juta dan menghubungi keluarga korban.
”Karena tidak mau memberikan uang, dia disiksa dengan dilempar asbak dan dipukul dengan gada,” kata Irsan.
Pelaksana Tugas Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Komisaris Muhammad Firdaus mengatakan, gada itu dibuat dari kain dan diisi dengan karet di ujungnya. Para pelaku memukul badan korban dan juga kepala dengan gada. Korban mengalami demam dan kejang karena pemukulan itu.
Irsan menjelaskan, pihaknya masih mendalami keterlibatan aparat kepolisian yang bertugas dalam menjaga tahanan itu. Namun, ia menyebut harus dibedakan kasus penganiayaan dan pemerasan.
Kemungkinan keterlibatan aparat ada dalam pemerasan tahanan, bukan penganiayaan. (Ajun Komisaris Besar Irsan Sinuhaji)
Kemungkinan keterlibatan aparat, kata Irsan, ada dalam pemerasan tahanan, bukan penganiayaan. Mereka juga mendalami mengapa telepon seluler dan alat yang dilakukan untuk menganiaya bisa ada di tahanan.
Menurut Irsan, salah satu persoalan di Polrestabes Medan saat ini adalah ruang tahanan yang sangat sempit. ”Ruangan tahanan sangat kecil, tetapi diisi hampir 800 tahanan,” kata Irsan.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Medan, Irvan Saputra, mengatakan, penganiayaan tahanan hingga meninggal seharusnya tidak terjadi jika Polrestabes Medan memedomani Peraturan Kepala Polri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengurusan Tahanan pada Rumah Tahanan Polri. ”Aturan itu melindungi tahanan dari segala bentuk penyiksaan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya,” kata Irvan.
Irvan meminta agar Polrestabes Medan mengevaluasi secara keseluruhan pengurusan tahanan di lingkungannya. Kasus Hendra itu pun disebut bisa diungkap karena ada pelaporan dari keluarga.