Buah Elektrifikasi pada Rintisan Kebun Melon Klopoduwur
Rumah kaca berdiri di atas lahan sekitar 300 meter persegi dapat ditanami total 3.000 tanaman melon jenis varietas Golden Aroma. Keberadaan jaringan listrik mengoptimalkan penyiraman dengan metode elektronik injeksi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, memiliki sejumlah potensi, seperti wisata alam, budaya, dan perkebunan melon dengan konsep green house atau rumah kaca. Masuknya jaringan listrik di sekitar potensi wisata dan perkebunan membawa harapan terungkitnya ekonomi warga.
Cucuran keringat jatuh dari wajah Latief (20) seketika ia keluar dari green house plastik di sekitar Embung Kedung Sambi, Klopoduwur, Blora, Sabtu (11/12/2021) siang. Ia baru mengecek deretan polybag yang beberapa di antaranya sudah tumbuh rumput hingga 30 sentimeter (cm).
”Melon jenis Golden Aroma baru dipanen pada Senin lalu. Jadi, sekarang sedang disterilisasi untuk ditanam kembali bibit. Saat panen kemarin, sepertinya terkena virus dari tanah sekitar, tapi potensinya bagus. Buahnya paling berat hingga 2,9 kilogram. Makanya, nanti akan ditanam lagi,” ujar Latief, yang juga penjaga green house tersebut.
Area itu dibangun di atas lahan milik Desa Klopoduwur, sejak 2020. Melon menjadi pilihan karena dirasa cocok untuk ditanam di sana, termasuk dari segi cuaca yang relatif panas. Dengan pola dan perlakuan budidaya yang tepat, diyakini akan berkembang baik. Itu termasuk dengan penyiraman rutin.
Latief mengatakan, sejak awal dibangun, rumah kaca itu sudah menggunakan sistem penyiraman elektronik. Air dari tandon dialirkan melalui selang yang terhubung pada setiap tanaman. Namun, diakuinya, beberapa kali listrik padam karena jaringannya dari permukiman warga terdekat. Akibatnya, sejumlah tanaman sempat layu.
Barulah pada Oktober 2021, PLN, melalui program ”Electrifying Agriculture”, membangun jaringan sendiri untuk kawasan itu, termasuk untuk penyiraman elektronik di rumah kaca. Hasilnya, penyiraman kini teratur dan tak lagi terlewatkan.
Hal tersebut, kata Latief, sangat penting karena perlakuan pada melon di dalam rumah kaca harus benar-benar telaten. ”Seperti bayi, tidak bisa ditinggal. Sehari tiga kali penyiraman, yakni pagi, siang, dan sore, minimal 10 menit. Kalau sudah dua hingga tiga bulan, disiram 15-17 menit,” ucapnya.
Adapun rumah kaca yang berdiri di atas lahan sekitar 300 meter persegi tersebut dapat ditanami total 3.000 tanaman melon. Varietas Golden Aroma, yang ditanam di sana, memiliki ciri khas berupa kulit buah yang hijau serta dagingnya yang kuning kemerahan. Adapun masa tanam sekitar tiga bulan.
Pada Oktober 2021, PLN, melalui program ’Electrifying Agriculture’, membangun jaringan sendiri untuk kawasan itu, termasuk untuk penyiraman elektronik di rumah kaca.
Pariwisata desa
Ketua BUMDes Samin Mandiri Desa Klopoduwur Sugeng Kurniawan mengatakan, lahan yang ditempati rumah kaca tersebut disediakan desa. Lahan itu lalu disewa oleh investor yang mengembangkan kebun melon dalam rumah kaca. Ke depan, kebun itu juga diharapkan jadi bagian dari pariwisata desa.
Sejak awal dikembangkan, penggunaan listrik untuk penyiraman telah berjalan meski belum optimal. ”Karena cukup jauh, hasilnya tidak optimal. Sering mati. Setelah dibuatkan jaringan sendiri oleh PLN, penyiraman lebih baik dan teratur. Tidak terlambat lagi,” ujar Sugeng.
Sugeng menuturkan, rumah kaca di lokasi itu sebenarnya dapat ditanami tanaman lain, tetapi melon yang menjadi pilihan investor. Kendati masih butuh proses, ia berharap kebun melon dalam rumah kaca tersebut nantinya menjadi salah satu tujuan wisata di samping embung, yang menjadi tujuan utama wisatawan.
Senior Manager Keuangan, Komunikasi, dan Umum PT PLN Unit Induk Distribusi Jateng & DIY Endah Yuliati mengatakan, saat ini pihaknya memang tengah mencari potensi-potensi pertanian yang membutuhkan listrik lewat ”Electrifying Agriculture”. Ia meyakini, masuknya tenaga listrik dapat meningkatkan produktivitas agro, misalnya dari yang tadinya 1-2 kali panen dalam setahun menjadi 3-4 kali.
”Sudah banyak dilakukan di Jateng, termasuk perikanan dan perkebunan. (Selain Blora), antara lain Sragen, Solo Raya, Wonogiri, Boyolali, dan Klaten. Juga, di Yogyakarta. Jadi, jika secara konvensional menggunakan diesel (BBM) untuk menarik air, mereka sekarang beralih ke listrik agar lebih efisien,” ujar Endah, Senin (13/12/2021).
Sebelumnya pada 13 Oktober 2021, Bupati Blora Arief Rohman meresmikan program ”Electrifying Agriculture” untuk kebun melon di Klopoduwur. Peresmian dilakukan dengan menekan saklar yang telah tersambung dengan jaringan listrik PLN. Lewat program itu, produktivitas perkebunan diharapkan meningkat.
Dengan bantuan jaringan listrik, penyiraman elektronik dengan injeksi diharapkan lebih optimal dan tanpa ada kendala listrik padam. Hal itu pada akhirnya diharapkan berpengaruh pada kualitas yang dihasilkan.
Arief berharap PLN juga terus melakukan pendampingan di Desa Klopoduwur, yang memang memiliki potensi wisata. Selain Embung Kedungsambi, di desa itu juga ada Kampung Samin Karangpace.
Ia pun berharap kerja sama Pemkab Blora dengan PLN Jateng & DIY terkait dengan pembangunan listrik di perdesaan tengah hutan. ”Saat ini hidup kita semua ini tidak akan sempurna tanpa listrik, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi butuh listrik,” kata Arief dalam keterangannya.
Saat ini, aksesibilitas menuju Embung Kedung Sambi masih serba terbatas. Selain jalan yang sempit, beberapa titik juga terdapat lubang dan jalan rusak. Bukan tak mungkin, berawal dari satu langkah elektrifikasi, wisata di sana dapat semakin berkembang, baik wisata alam maupun edukasi pertanian dan perkebunan.