Melepas Beban Tahun Ambyar, Jateng Bersatu Tangani Kemiskinan
Ganjar Pranowo, awal 2020, pernah menargetkan angka kemiskinan Jateng diturunkan menjadi satu digit. Pekerjaan rumah yang berat, terlebih pandemi membuat sejumlah rencana ambyar. Ini butuh kolaborasi semua pihak.
Tahun 2021 bisa disebut tahun ambyar bagi Jawa Tengah. Berharap kondisi lebih baik setelah hampir setahun dilanda pandemi, gelombang kedua penularan Covid-19 memukul kesehatan dan ekonomi warga begitu telak. Selain kerap tercatat sebagai daerah dengan kasus Covid-19 tertinggi, Jateng didera dampak ikutan: kemiskinan ekstrem.
Malam kian larut dan dingin. Di antara deru motor dan mobil menjelang pergantian tahun di Jalan Jati Raya, Banyumanik, Kota Semarang, Wahyuni (45) bersama Nisya (7), putri bungsunya duduk tepekur di sudut kompleks ruko menjajakan aneka camilan dalam kemasan plastik. Tak banyak yang sadar keberadaan mereka di tengah kesibukan warga masuk-keluar bilik mesin ATM.
"Ini beli kiloan di pasar, lalu saya bungkus kecil-kecil. Ngambil untung seratus dua ratus perak sudah lumayan. Buat tambah-tambah kebutuhan," ucap Wahyuni lirih, sambil menawarkan beberapa camilan seperti keripik getuk, peyek teri, hingga makaroni goreng, Jumat (31/12/2021).
Wahyuni sudah tiga bulan terakhir berjualan di sekitar ruko tersebut. Sebelumnya, warga Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang itu biasa berjualan nasi bungkus dari kantor ke kantor di wilayah kota. Namun, aktivitas perkantoran yang sepi akibat kebijakan Work from Home selama pandemi membuat dagangannya tak laku.
Di saat sama, suaminya yang bekerja sebagai buruh bangunan, tak kunjung mendapat pekerjaan. Ambyar. Ia pun terpaksa berjualan camilan yang dikemas ulang setelah membelinya di pasar. Tak jarang, ia berjualan hingga larut malam karena dagangannya belum laku-laku.
"Alhamdulilah biasanya kalau sudah malam, banyak yang beli atau mborong. Mungkin kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, suami juga sudah pontang panting cari duit, saya juga harus bantu," ujar ibu tiga anak itu.
Wahyuni berharap, di tahun 2022, situasi Indonesia semakin pulih dari dampak pandemi. Perkantoran kembali beroperasi seperti biasa sehingga ia bisa kembali menjajakan nasi bungkus ke para karyawan yang setiap siang, setia merindukan nasi sambal teri hingga nasi garang asem buatannya.
Dampak pandemi
Kisah Wahyuni hanya potret kecil dampak pandemi pada kondisi kemiskinan di negeri ini, pun Jateng. Roda ekonomi yang belum sepenuhnya pulih membuat banyak warga yang menggantungkan penghidupan dari aktivitas keseharian, akhirnya terdampak.
Pada bulan Juni 2021, seperti daerah-daerah lain, Jateng tengah dilanda gelombang kedua pandemi Covid-19. Salah satu yang jadi sorotan yakni kabupaten Kudus. Awal Juni, IGD sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 di Kudus tidak berhenti kedatangan pasien. Sirine ambulans terus meraung di berbagai sudut jalan kota kretek. RS-RS kewalahan, hingga sejumlah pasien Covid-19 dirujuk ke daerah lain, terutama Kota Semarang.
Seketika, Kudus menjadi sorotan nasional. Pada Senin (7/6/2021) misalnya, terdapat 1.764 kasus aktif di sana atau tertinggi di Jateng. Penyebaran kasus yang cepat dan masif itu ternyata dipengaruhi varian Delta. Pada Minggu (13/6), dari 72 sampel asal Kudus yang diuji, 86,11 persen ialah varian Delta.
Gelombang kedua pandemi mengguncang Jateng cukup keras. Provinsi ini menjadi salah satu wilayah dengan kasus tertinggi. Perekonomian terguncang. Dengan berbagai pembatasan demi pencegahan penularan, perekonomian yang sebelumnya tengah merangkak, kembali goyah.
Dengan melemahnya perekonomian, pengangguran menjadi ancaman. Angka kemiskinan juga dikhawatirkan semakin menukik setelah terdampak pandemi sejak 2020. Angka kemiskinan di Jateng yang terus membaik sejak 2014 (13,58 persen), bahkan menuju satu digit (10,80 persen pada 2019), lantas ambyar.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Juni 2021, mengatakan, pandemi Covid-19 meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran di wilayahnya. Menurut dia, meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran terjadi sejak pandemi Covid-19 melanda Nusantara.
Ia merinci, 65.874 pekerja terdampak Covid-19, ada 11.438 pekerja terkena PHK, serta 36.132 pekerja dirumahkan. Ganjar juga menyampaikan, setidaknya ada 440 perusahaan di Jateng terdampak sejak 2020.
Hingga akhir 2021, penduduk miskin di Jateng mencapai 4,1 juta jiwa. Adapun pada 2019 sebanyak 3,74 juta jiwa, dan 2020 tercatat 3,98 juta jiwa. Penambahan jumlah warga miskin tak lepas dari dampak pandemi yang merongrong ekonomi di semua sektor.
Data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menyebut, masih ada 11,79 persen penduduk Jateng masuk kategori miskin. Dari mereka, sekitar 4,4 persen atau 1,5 juta jiwa miskin ekstrem.
Pada Oktober 2021, pemerintah pusat menyatakan fokus menurunkan angka kemiskinan ekstrem di 7 provinsi di Indonesia, salah satunya Jateng. Di Jateng ada 5 kabupaten yang menjadi fokus dan target sudah mentas dari status kemiskinan ekstrem akhir tahun ini. Kelimanya yakni Brebes, Pemalang, Banjarnegara, Banyumas, dan Kebumen.
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengungkapkan, angka kemiskinan daerah itu pada 2021 mencapai 16,2 persen. Angka ini naik dari 2019 sebesar 15,03 persen dan 2020 sebesar 15,9 persen.
Ini bukan kemiskinan biasa. Mereka (warga kategori miskin ekstrem) berpenghasilan Rp 340.000 per bulan atau Rp 11.000 per hari. Ini, kan, tidak layak. (Idza Priyanti)
Adapun Bupati Brebes Idza Priyanti menuturkan, pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat. Pada 2020, tingkat kemiskinan di Brebes mencapai 17,03 persen atau meningkat dari 2019 yang 16,22 persen.
Pada 2021, kemiskinan ekstrem makin terlihat. ”Ini bukan kemiskinan biasa. Mereka (warga kategori miskin ekstrem) berpenghasilan Rp 340.000 per bulan atau Rp 11.000 per hari. Ini, kan, tidak layak. Kepada pusat, kami sudah usulkan Rp 68 miliar untuk penyediaan listrik, fasilitas jamban, serta penyediaan sumber air minum bagi 1.488 kepala keluarga prioritas,” kata Idza.
Baca juga: Pontang-panting Warga Miskin Brebes Hidup dengan Rp 340.000 Per Bulan
Salah satu potret kemiskinan ekstrem di Brebes berada di Desa Cipelem, Kecamatan Bulakamba. Wamad (45), dalam sepekan terakhir, tidak mendapat pemasukan karena belum ada lagi yang membutuhkan jasanya sebagai buruh bangunan ataupun buruh tani. Padahal, berbagai kebutuhan terus menumpuk.
Wamad sebelumnya diminta mengolah lahan seluas seperempat hektar. Menuntaskan pekerjaan dalam empat hari, ia mendapat upah sebesar Rp 200.000. Uang itu sudah digunakan untuk membeli bahan pangan sehari-hari. Sisa uangnya sebesar Rp 25.000, sedangkan keluarganya membutuhkan uang sedikitnya Rp 30.000 untuk iuran listrik.
”Kami belum punya meteran listrik sendiri, masih menumpang di rumah (tetangga) sebelah. Setiap bulan, kami bayar iuran listrik supaya bisa menyalakan satu lampu berukuran 45 watt, satu kipas angin, dan satu radio untuk hiburan keluarga,” kata Wamad, Jumat, (8/10). (Kompas.id 11/10/2021).
Adapun Wamad tinggal bersama istri dan dua anaknya tinggal di sebuah bangunan semipermanen berukuran 1,5 meter x 6 meter yang menempel dengan rumah tetangga. Udara di dalam rumah yang berlantai tanah, beratap asbes, dan tak memiliki ventilasi udara itu lembab. Tak dilengkapi pintu, rumahnya hanya ditutupi gorden.
Baca juga: Atasi Kemiskinan Ekstrem, Produktivitas Warga Lima Daerah di Jateng Dipacu
Setelah kasus Covid-19 lumayan terkendali, memasuki triwulan IV-2021, perekonomian pun dilecut. Begitu juga tingkat kemiskinan coba ditekan. Melalui program pemerintah pusat, penanganan akan fokus pada kemiskinan ekstrem. Di Jateng, penduduk miskin ekstrem diidentifikasi dari Desil 1 (terendah) sesusai Data Terpadu Kesejahteran Sosial per Oktober 2020.
Dalam kunjungan kerja penanganan kemiskinan di Semarang, Oktober 2021, Wapres Ma'ruf Amin mengatakan, ada 212 kabupaten di seluruh Indonesia yang menjadi target penanggulangan kemiskinan ekstrem. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kemiskinan ekstrem di Indonesia ditargetkan 0 persen pada 2024. Percepatan mulai 2021 dengan target 35 kabupaten di tujuh provinsi.
Adapun penekanan ada pada verifikasi dan validasi daat penerima bantuan atau dukungan. Pasalnya, selama ini acapkali bantuan tak tepat sasaran. Kini, diupayakan agar mereka yang butuh yang benar-benar menerima. Maka, Satgas Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem pun dibentuk.
"Verifikasi dan validasi ini kuncinya. Sebab, kami ada contohnya, orang di Banyumas masuk desil satu, tetapi semua ada. Air minum ledeng, sumur terlindungi, listrik sudah PLN, fasilitas BAB punya, tinja sudah ada tangki, dan rumah tidak layak huni tak prioritas. Tapi kenapa masih masuk data? Yang begini harus diselesaikan," kata Ganjar.
Fokus penanganan yakni peningkatan akses infrastruktur layanan dasar seperti rumah sehat layak huni, fasilitas jamban, listrik murah, dan penyediaan sumber air minum. Juga terkait kepesertaan program pusat, seperti bantuan pangan nontunai, Kartu Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, dan Penerima Bantuan Iuran.
Kolaborasi
Penanganan kemiskinan ekstrem sendiri diharapkan terus berjalan secara kolaboratif antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan swasta. Sumber anggaran pun tak hanya dari anggaran negara, tetapi juga bisa dari Baznas, CSR, maupun filantropi.
Salah satu dukungan datang dari PT PLN, yang melakukan pemasangan listrik gratis kepada 750 rumah tangga sasaran. Penyerahan bantuan dilakukan di Kota Semarang, Rabu (22/12). Ganjar mengatakan, dengan kekuatan lokal dan gotong royong permasalahan kemiskinan ekstrem dapat diselesaikan lebih cepat.
Menurut Ganjar, penanganan kemiskinan ekstrem secara reguler bakal diselesaikan pada 2022. Bantuan dana yang bersumber dari pemerintah pusat telah masuk dalam dua bulan terakhir. "Bantuan top up dari pemerintah sudah 90 persen disalurkan. Untuk yang lain seperti rumah tidak layak huni, jambanisasi, listrik, air dan lainnya kita selesaikan gotong royong," kata Ganjar.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jateng DIY, Irwansyah mengatakan, pihaknya mendukung penuh penanganan kemiskinan ekstrem di Jateng pada sektor energi. "Tahun depan, kami akan kembali bantu pemasangan untuk 2.500 rumah tangga. Selain itu, akan ada bantuan-bantuan program lain yang akan kami integrasikan dengan pemerintah daerah," ucapnya.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Yozi Aulia Rahman, saat dihubungi, Jumat (31/12) menuturkan, penanganan kemiskinan ekstrem menjadi tanggung jawab semua level pemerintahan. Semua memiliki anggaran, sehingga sinergi perlu diperkuat.
Penanganan kemiskinan ekstrem, dapat dilakukan dengan jangka pendek dan jangka panjang. "Untuk jangka pendek, yang penting bagaimana memenuhi kebutuhan konsumsi, alagi untuk bertahan hidup. Bantuan langsung tunai, program keluarga harapan, dan lainnya, perlu digencarkan," katanya.
Sementara pada jangka panjang, yakni berupa pemberdayaan. Akses pendidikan perlu ditingkatkan agar kemiskinan tak turun temurun, generasi ke generasi. Fasilitasi kredit perbankan juga dapat ditingkatkan. Maka, penanganan jangka pendek lebih pada memberi langsung, sedangkan jangka panjang meberi kail.
Mengenai verifikasi dan validasi data dinilai penting guna memastikan bantuan tidak salah sasaran. "Ini tidak mudah karena harus betul-betul mengecek hingga level bawah. Kementerian Sosial kan memiliki para pendamping. Ini harusnya dapat dioptimalkan. Bisa juga kerja sama dengan lembaga lain," kata Yozi.
Adapun Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Andreas Lako, mengemukakan, selain kemiskinan, ketimpangan di Jateng juga meningkat di wilayah perkotaan, seperti Kota Semarang. Oleh karena itu, pemberdayaan UMKM perlu digenjot. Begitu juga pada aspek kepariwistaan.
Selain kemiskinan, ketimpangan di Jateng juga meningkat di wilayah perkotaan, seperti Kota Semarang. (Andreas Lako)
Kendati demikian, ia melihat apa yang terjadi pada 2021 lebih baik ketimbang 2020. "Pada 2022, kemungkinan besar akan jauh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi bisa 3,5 hingga 4,4 persen. Kemiskinan juga akan menurun. Selain itu, seiring meningkatnya pendapatan ekonomi kelas menengah atas, investasi juga akan lebih baik dibandingkan 2021," ujar Lako.
Menatap 2022, semua pihak berharap penanganan kemiskinan di Jateng semakin signifikan. Terlebih, Ganjar Pranowo pernah menargetkan anga kemiskinan Jateng pada masa kepemimpinannya harus turun menjadi satu digit. Pekerjaan rumah yang cukup berat. Karena sebagai kepala daerah, dia diharapkan mampu memggandeng semua pihak, termasuk swasta, untuk ikut gotong royong melepaskan Jateng dari beban berlipat pandemi, kesehatan dan kemiskinan.