Polisi Tangkap Perekrut Pekerja Migran Tanpa Dokumen di NTB
Tersangka dalam kasus kecelakaan kapal pengangkut pekerja migran ilegal di perairan Johor, Malaysia, bertambah menjadi lima orang. Hal itu setelah polisi menangkap Mulia, perekrut pekerja migran di Lombok Timur, NTB.
Oleh
PANDU WIYOGA/ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Polisi menangkap satu orang yang berperan sebagai perekrut pekerja migran tanpa dokumen di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Senin (3/1/2022). Tersangka terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang yang memberangkatkan 64 pekerja migran Indonesia yang perahunya tenggelam di Johor, Malaysia, 15 Desember lalu.
Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau Komisaris Besar Harry Goldenhardt, Rabu (5/1/2022) sore, mengatakan, tersangka Mulia alias Long ditangkap oleh tim gabungan di rumahnya di Kabupaten Lombok Timur. Long telah dibawa polisi ke Batam untuk disidik lebih lanjut di Markas Polda Kepri.
”Kami akan profesional mengungkap sindikat pengiriman pekerja migran ilegal. Akibat tindakan mereka, banyak pekerja migran menjadi korban,” kata Harry.
Sebanyak 64 pekerja migran ilegal yang menjadi korban perahu tenggelam di Johor pada 15 Desember lalu. Sebanyak 11 orang selamat, 22 meninggal, dan 29 hilang.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Komisaris Besar Jefri Ronald Parulian Siagian menambahkan, Long berperan sebagai perekrut pekerja migran di wilayah NTB dan sekitarnya. Setelah terkumpul cukup banyak calon pekerja migran, Long menghubungi anggota sindikat lain, yakni Acing, untuk memberangkatkan para pekerja migran itu ke Johor, melalui Bintan, Kepri.
Polisi menangkap Acing pada 1 Januari lalu di Bintan. Acing merupakan pemilik kapal yang digunakan untuk menyeberangkan pekerja migran tanpa dokumen dari Pulau Bintan ke Johor.
Acing juga diketahui merupakan penguasa pelabuhan tidak resmi di Sungai Gentong, Kecamatan Tanjung Uban, Bintan, yang digunakan untuk menyelundupkan pekerja migran tanpa dokumen. Ia juga merupakan pemilik lokasi penampungan pekerja migran tanpa dokumen di lokasi itu.
Menurut Jefri, Long memungut biaya Rp 4,5 juta dari setiap pekerja migran yang akan diberangkatkan ke Malaysia. Sebagian dari uang itu, berkisar Rp 1,2 juta-Rp 1,8 juta, diberikan kepada Acing sebagai ongkos penyelundupan pekerja migran dari Bintan ke Johor.
Kini, polisi menjerat Long dengan pasal berlapis untuk memberikan hukuman terberat. Ia dikenai Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 81 dan Pasal 83 UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 3 juncto Pasal 4 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain Long dan Acing, polisi juga menangkap dua tersangka lain pada 24 Desember lalu. Mereka adalah Juna Iskandar (39) dan Agus Salim (48) yang berperan sebagai penampung pekerja migran tanpa dokumen di Batam.
Keluarga pekerja migran asal Lombok yang menjadi korban mengaku bisa tenang setelah jenazah anggota keluarganya bisa dipulangkan. Meski demikian, seperti keluarga pekerja migran yang telah tiba sebelumnya, mereka juga berharap proses hukum kecelakaan ini harus terus benar-benar tuntas.
”Harus diusut tuntas. Apalagi sampai memakan korban jiwa, termasuk anak saya. Kalau tidak begitu, nanti akan ada korban-korban lainnya,” kata Martoyo (58), ayah dari Ahmad Sutrisno, salah satu pekerja migran asal Lombok yang meninggal.
Hal serupa juga disampaikan Jafarudin (38), paman Dedi Suryadi, korban meninggal lainnya. Menurut Jafarudin, Dedi memang tidak berangkat melalui tekong dari Lombok. Meski demikian, ia mengatakan sangat ingin para tersangka ditangkap.
”Kasihan keluarga lainnya kalau sampai ada korban lagi. Cukup sudah keluarga kami saja,” kata Jafarudin.
Pemulangan jenazah
Sementara itu, jumlah warga Nusa Tenggara Barat yang turut menjadi korban dalam kecelakaan kapal pengangkut pekerja migran ilegal terus bertambah. Pada Rabu (5/1/2022) sore, tujuh jenazah tiba di daerah tersebut.
Pantauan Kompas, keluarga korban dan petugas dari Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) Provinsi NTB, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Disnakertrans Lombok Tengah dan Lombok Timur, tiba di area kargo Bandara Internasional Lombok sekitar pukul 12.00 Wita.
Sekitar pukul 14.30 Wita, pesawat yang membawa tujuh peti jenazah mendarat dan langsung dibawa ke area kargo bandara. Satu per satu peti jenazah dikeluarkan, diperiksa untuk memastikan tidak tertukar, kemudian dinaikkan ke ambulans.
Setelah semua peti jenazah dinaikkan, tujuh ambulans dari UPT BP2MI Provinsi NTB, sejumlah puskemas, dan swasta membawa peti jenazah tersebut ke kampung halaman masing-masing korban.
Kepala UPT BP2MI Provinsi NTB Abri Danar Prabawa mengatakan, hari ini ada delapan jenazah yang dipulangkan dari Batam. Tujuh berasal dari Lombok dan satu lagi dari Jawa Timur.
Ketujuh jenazah asal Lombok terdiri dari lima orang asal Lombok Timur dan dua orang dari Lombok Tengah.
Jenazah asal Lombok Timur adalah Ahmad Sutrisno Pratama (32) asal Kelurahan Denggen, Kecamatan Selong; Dedi Suryadi (34) asal Dusun Anjani Timur, Desa Anjani, Kecamatan Suralaga; Rusdi (41) dan Supardi (51) asal Remban Bela, Desa Lenek Remban, Kecamatan Lenek; serta Unwanul Hubbi (35) asal Otak Re, Desa Aik Prapa, Kecamatan Aikmel.
Sementara dua jenazah asal Lombok Tengah adalah Baharudin (40) asal Lingkong Kudung, Desa Barabali, Kecamatan Batukliang dan Sadi (47) asal Prako, Desa Prako, Kecamatan Barabali.
”Berdasarkan laporan dari KJRI Johor Baru melalui Kementerian Luar Negeri, korban musibah yang sudah teridentifikasi 14 meninggal dari NTB. Tujuh sudah dipulangkan dua minggu lalu (Desember 2021) dan tujuh lagi pada hari ini,” kata Abri.