Terminal Tirtonadi telah mengubah wajahnya. Melekatnya kesan terminal itu dengan dunia gelap dan kriminalitas dihapus. Kini, Tirtonadi justru didorong menjadi pusat kegiatan masyarakat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Terminal Tirtonadi telah mengubah wajahnya. Melekatnya kesan terminal itu dengan dunia gelap dan kriminalitas dihapus. Kini, tempat itu justru didorong menjadi pusat kegiatan bagi masyarakat dengan adanya penambahan sejumlah gedung baru.
Lampu panggung menyala berkilauan di Convention Hall, Terminal Tirtonadi, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (8/1/2021) malam. Alunan nada bernuansa pop jazz mengiringi Tulus menyanyikan sejumlah lagunya dalam konser bertajuk ”Di Tirtonadi, Berbuat untuk Seni Budaya Solo”. Tembang populernya, seperti ”Gajah”, ”Monokrom”, ”Jangan Cintai Aku Apa Adanya”, dan ”Manusia Kuat”, dibawakannya.
Sesekali penonton ikut menyanyikan lagu-lagu yang dibawakan Tulus. Tarra Wahyu (26), warga Kota Surakarta, menjadi salah seorang di antaranya. Satu hal yang mengesankan baginya, konser ditonton di kompleks terminal. ”Setelah berada di dalam sini, saya hampir lupa kalau sedang berada di terminal. Saya tidak menyangka juga ada gedung sebagus ini di sini,” katanya seusai konser.
Apa yang dialami Tarra bisa dipahami. Pasalnya, convention hall tersebut memang cukup nyaman. Desain ruangnya apik, pencahayaannya juga cantik. Rasa-rasanya, pengunjung seperti berada di dalam gedung serbaguna hotel berbintang. Ukuran ruangnya juga lumayan luas karena bisa menampung 2.000 orang sekali waktu.
Tak mengherankan jika tempat itu dipilih menjadi lokasi diadakannya pertunjukan musik oleh sejumlah pihak. Sebelum digelarnya ”Di Tirtonadi, Berbuat untuk Seni Budaya Solo”, ada dua konser lain yang sempat digelar lebih dahulu, yakni Solo Keroncong Festival 2021 dan Apokaliptika: A Journey of Rock in Solo.
”Sekarang image terminal ini sudah berubah jauh. Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di sini. Dulu, kesannya, terminal itu dekat dengan dunia gelap dan kriminalitas. Sekarang, terminal bersih dan aman. Apalagi ada ide dijadikan pusat kegiatan masyarakat,” ujar Tarra, yang tinggal hanya 500 meter dari terminal tersebut.
Ini satu format yang pertama kali diterapkan di Indonesia. Terminal menjadi city center.
Kesan memudarnya kriminalitas pada terminal tersebut juga dirasakan warga Kota Surakarta lainnya, Sri Rahayu (50). Sejak 1990-an, ia selalu bepergian ke luar kota dari terminal itu. Adapun daerah yang paling sering ditujunya ialah Jakarta. Di sana, ia merantau dan bekerja sebagai asisten rumah tangga.
”Berangkat kapan saja sekarang rasanya aman. Biar pun itu tengah malam. Kalau dulu, rasanya selalu waswas. Takut entah ada copet atau yang lainnya,” kata Sri.
Sri mengapresiasi pula kebersihan terminal yang sudah jauh lebih baik. Tak ada lagi bau pesing dari orang-orang yang kencing sembarangan. Ruang tunggu terminal juga dibuat ber-AC sehingga menambah kenyamanan penumpang menanti keberangkatan busnya.
Rencana awal revitalisasi Terminal Tirtonadi mengemuka pada 2007. Saat itu, Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Terminal yang berdiri di lahan seluas 5 hektar itu akan dibangun kembali menjadi jauh lebih bersih, aman, dan nyaman bagi penumpang. Pembangunannya dengan sistem tahun jamak (multiyears) selama sepuluh tahun. Total anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 156 miliar (Kompas, 30/10/2016).
Dalam revitalisasi tersebut, dibangun pula fasilitas baru berupa jembatan, skybridge, sepanjang sekitar 500 meter, yang menghubungkan terminal itu dengan Stasiun Solo Balapan dan diresmikan pada 2016. Keberadaan jembatan meningkatkan konektivitas antarmoda, yaitu bus, kereta api, dan pesawat. Sebab, tersedia layanan kereta bandara yang menghubungkan stasiun dengan Bandara Adi Soemarmo.
Revitalisasi berlanjut dengan penambahan sejumlah bangunan baru di lantai dua terminal, yakni Convention Hall, Sport Hall, dan Food Court. Pembangunannya dimulai pada 2020 dan rampung pada 2021. Total anggarannya sekitar Rp 40 miliar.
“Ini dalam pemikiran terminal itu harus mixed use. Tidak hanya digunakan kepentingan terminal saja. Dia bisa juga untuk aktivitas yang lain seperti bisnis dan budaya,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi.
Setiyadi menambahkan, menurut rencana, ke depan masih akan ada fasilitas tambahan lainnya. Salah satu yang berpotensi untuk dibangun berupa hotel. Anggarannya diambil dari kerja sama pemanfaatan. Beragam fasilitas tambahan diharapkan mendorong terminal memperoleh penghasilan tambahan pula. Hendaknya kelak terminal bisa dikelola secara mandiri menjadi badan layanan umum.
Antusias publik terhadap pemanfaatan terminal terhitung tinggi. Dalam kurun waktu Januari hingga Februari, sudah ada sedikitnya 18 pihak yang akan menyewa Convention Hall untuk menggelar acara, mulai dari acara berbasis budaya hingga ajang belanja. Sport Hall juga hampir setiap hari digunakan berlatih oleh sejumlah cabang olahraga, seperti taekwondo, futsal, hingga senam lantai.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan, penataan terminal menjadi pusat kegiatan masyarakat pertama kali dilakukan di Kota Surakarta. Konsepnya disesuaikan dengan potensi daerah. Pihaknya menilai, kota itu punya potensi kuat dalam bidang seni, budaya, dan kuliner. Gedung baru yang dibangun juga diharapkan bisa mengoptimalkan ketiga potensi itu.
”Ini satu format yang pertama kali diterapkan di Indonesia. Terminal menjadi city center. Ini akan menjadi ikon baru di Solo (nama akrab Surakarta). Apa yang sudah bagus akan ditambah lagi kegiatan-kegiatan menarik dari masyarakat,” kata Budi Karya.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan, terminal itu bisa menjadi titik bertemunya beragam kreativitas masyarakat. Sejak sebelum diresmikan, sudah banyak pihak yang tak sabar ingin menggelar acara di sana. Itu menjadi peluang untuk menggenjot pemulihan ekonomi yang sempat lesu akibat pandemi Covid-19.
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi publik, menyatakan, wajah Terminal Tirtonadi sepenuhnya berubah pasca revitalisasi. Citra gelap sarat kriminalitas dari terminal telah dihilangkan dengan optimalisasi pelayanan penumpang.
”Ini membuktikan terminal aman dan nyaman bagi orang, kapan saja dia berada di sana. Dengan dijadikan pusat kegiatan, ini juga akan mendorong lagi masyarakat menggunakan transportasi umum dan meningkatkan pamor terminal,” kata Djoko.
Di Terminal Tirtonadi, orang tak lagi sekadar melepas kepergian dan menanti kepulangan. Banyak orang justru ke terminal melakukan berbagai aktivitas yang tak pernah dibayangkan sebelumnya seperti menonton pentas hingga berolahraga. Fungsi tambahan menggairahkan lagi kehidupan terminal.