Perlindungan Teluk dan Masyarakat Pesisir Belum Tampak dalam Rencana Pembangunan IKN
Pemerintah diminta terbuka mengenai langkah konkret perlindungan masyarakat dan lingkungan di pesisir dalam pembangunan ibu kota baru di Kalimantan.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS − Selain menggembar-gemborkan optimisme pembangunan dan investasi, pemerintah diminta juga untuk terbuka mengenai langkah konkret perlindungan masyarakat dan lingkungan di pesisir dalam pembangunan ibu kota baru. Pembangunan yang masif perlu didukung mitigasi dan perencanaan yang terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya.
Dalam kunjungan ke Kalimantan Timur pada 16-17 Februari 2022, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah di sekitar kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara untuk menangkap peluang investasi dengan adanya rencana pembangunan ibu kota baru. Namun, sejumlah kalangan masih melihat banyak persoalan yang perlu diselesaikan ketimbang mendahulukan program investasi dan pembangunan infrastruktur.
Mappaselle dari Kelompok Kerja (Pokja) Pesisir, organisasi yang bergerak di isu lingkungan masyarakat pesisir di Kaltim, khawatir mengenai dampak lingkungan yang akan terjadi di Teluk Balikpapan. Pembangunan masif infrastruktur untuk investasi dan penunjang IKN ditakutkan turut mengurangi daya dukung lingkungan di teluk tersebut yang memiliki kekayaan dan kekhasan.
"Perencanaan pembangunan IKN tidak mengintegrasikan kawasan yang ada di daerah hilirnya, yaitu Teluk Balikpapan. Kalau saya lihat sepintas, pesisir IKN itu sebagian juga ada di Teluk Balikpapan, sekitar 15 kilometer,” ujar Mappaselle dalam diskusi daring bertajuk”Tata Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Skema Pembangunan IKN” yang diselenggarakan Forest Watch Indonesia, Jumat (18/2/2022).
Saat ini, lanjut Mappaselle, kawasan mangrove itu terus berkurang karena Teluk Balikpapan belum ditingkatkan status perlindungannya. Ia mencontohkan, terdapat sejumlah pembangunan pelabuhan perusahaan dan pribadi yang membuka hutan mangrove di sana.
Ia khawatir pembangunan di titik nol IKN yang terletak di bagian utara Teluk Balikpapan turut mempercepat perusakan kawasan penting ini. Dengan adanya pembangunan di sekitar teluk yang saat ini terjadi saja, material sedimen yang larut membuat banyak terumbu karang mati di pesisir Balikpapan.
”Selama ini pemerintah mendorong restorasi mangrove, bahkan sudah dibentuk Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. Namun, mangrove yang ada di depan mata tidak ditingkatkan status perlindungannya,” katanya.
Pokja Pesisir mencatat, total luas kawasan Teluk Balikpapan lebih dari 180.000 hektar dengan kawasan hutan mangrove sekitar 19.400 hektar. Kawasan mangrove yang masih bagus tersisa sekitar 17.000 hektar, lebih dari 2.000 hektar sudah menurun kualitasnya.
Hutan mangrove di sana mendukung kehidupan satwa unik, seperti pesut, buaya, hingga bekantan. Keseimbangan ekosistem itu juga turut menyokong penghidupan nelayan dan masyarakat pesisir di sekitarnya.
Dengan aktivitas yang ada saat ini saja, wilayah tangkap nelayan sudah berkurang akibat sejumlah pembangunan. Kenyataan itu mengancam puluhan ribu masyarakat pesisir dan nelayan yang bergantung pada Teluk Balikpapan.
Hal itu turut menjadi amatan peneliti dari Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional Dedi Adhuri. Ketika meneliti di sejumlah tempat di Teluk Balikpapan, ia melihat sejumlah infrastruktur berupa jembatan dan pelabuhan milik perusahaan tambang dan migas yang menjorok ke laut.
”Radius 500 meter nelayan tidak boleh ada di situ. Padahal, belat (alat tangkap ikan dari bambu) secara turun-temurun ditaruh di situ,” katanya.
Oleh karena itu, pembangunan di kawasan strategis nasional IKN di lahan sekitar 256.000 hektar perlu dibarengi dengan perlindungan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Dalam perspektif ekosistem, ujar Dedi, pembangunan itu pasti akan berdampak ke Teluk Balikpapan melalui sungai.
Misalnya, ia mendapatkan fakta ada perusahaan tambang batubara di Penajam Paser Utara yang menutup sungai. Itu dilakukan untuk mengeringkan lahan tertentu agar bisa dijadikan tempat tinggal sementara para pekerja.
Kadang-kadang kita ingin cepat seperti bikin candi satu malam, kemudian gagal.
Peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Yonvitner, mengimbau pemerintah tidak terburu-buru membangun IKN Nusantara di sebagian Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara. Menurut dia, sejumlah potensi ekonomi di pesisir perlu juga diimbangi dengan melihat potensi dampak lingkungan dan masyarakat di sekitar.
”Kadang-kadang kita ingin cepat seperti bikin candi satu malam, kemudian gagal. Jangan sampai seperti itu. Pastikan daya dukung itu dihitung,” katanya.
Mewakili pemerintah, Mendagri Tito Karnavian meyakinkan bahwa pembangunan IKN Nusantara akan ramah lingkungan. Hal itu ia sampaikan setelah melakukan rapat tertutup dengan sejumlah pimpinan DPRD dan pemerintah daerah Kaltim di Balikpapan, Kamis (17/2/2022).
Ia juga menampung usulan agar pembangunan IKN kelak mempertahankan sejumlah budaya dan tradisi lokal di beberapa titik, termasuk hak masyarakat yang masih mengandalkan alam untuk bertahan hidup.
”Intinya, usulan dari teman-teman, supaya mempertahankan konservasi. Misalnya, di Teluk Balikpapan ada pesut, orangutan, dan mangrove, itu menjadi komitmen dari Bapak Presiden. (Pembangunan di IKN) 20 persen gedung, 80 persen lahan hijau,” kata Tito.
Setelah pertemuan tersebut, Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK menyampaikan akan menampung aspirasi warga Kaltim, terutama yang tempat tinggalnya bakal masuk wilayah IKN. Aspirasi itu akan ditampung melalui anggota DPRD Kaltim di daerah pemilihan masing-masing. ”Saya sudah minta, kita adakan pertemuan. Kita jaring aspirasi itu. Saya yakin semua kalangan masyarakat Kaltim setuju meski ada satu dua yang tidak,” katanya.