Pelaku Dua Kasus Pencabulan di Kalteng Orang Dekat Korban
Kalimantan Tengah terus didera kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Dalam dua bulan terakhir, polisi mengungkap kasus pencabulan dengan pelaku merupakan orang dekat korban.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Jajaran Kepolisian Resor Barito Utara, Kalimantan Tengah, menangkap RR (63) karena diduga mencabuli dua anak sekolah dasar. Pelaku yang merupakan tetangga korban itu mengaku mencabuli kedua korban sejak 2019. Ini adalah kasus kekerasan seksual kedua dengan korban di bawah umur yang diungkap di Kalteng. Dalam kedua kasus itu, pelaku adalah orang dekat korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Barito Utara Ajun Komisaris Wahyu Satiyo Budiarjo mengungkapkan, dua anak korban pencabulan RR merupakan kakak beradik. Korban pertama berumur 11 tahun dan korban kedua berumur 10 tahun.
Menurut Wahyu, kasus itu terungkap setelah kakak kedua korban melaporkan hal itu ke polisi. ”Korban mengaku terakhir kali dicabuli pada awal Maret 2022,” kata Wahyu saat dihubungi dari Palangkaraya, Kamis (3/3/2022).
Seusai mendapat laporan, lanjut Wahyu, pihaknya langsung memeriksa RR dan membawanya ke Polres Barito Utara di Muara Teweh, Kalteng. Saat diperiksa, pelaku mengakui perbuatannya. Bahkan RR mengaku jika dirinya sudah melakukan hal tersebut sejak 2019.
”Kakak korban mengonfirmasi kepada kedua korban yang merupakan adik kandungnya, baru mereka mau bercerita tentang perbuatan pelaku,” kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan, pelaku mengaku mencabuli korbannya di dua lokasi berbeda. Korban pertama dicabuli di dalam hutan di pinggir Sungai Barito, sedangkan korban kedua dicabuli di bekas pabrik kilang kayu atau bandsaw.
Saat diperiksa, pelaku mengakui perbuatannya. Bahkan RR mengaku jika dirinya sudah melakukan hal tersebut sejak 2019.
Atas perbuatannya, pelaku dikenai Pasal 82 Ayat 1 juncto Pasal 76 e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Kasus di Lamandau
Kejadian serupa terjadi di Kabupaten Lamandau, Kalteng. Seorang lansia berusia 61 tahun ditangkap Polres Lamandau karena diduga mencabuli cucunya sendiri yang berumur 17 tahun.
Kasatreskrim Polres Lamandau Inspektur Satu Wayan Wiratmaja Swetha menjelaskan, pelaku yang merupakan warga Sematu Jaya ditahan atas laporan ayah korban yang juga anak kandung pelaku. Korban akhirnya mengadu ke orangtuanya karena sudah tidak tahan dengan aksi pelaku yang mencabulinya sejak tahun 2020.
”Kami juga menyita beberapa barang bukti berupa pakaian korban dan pakaian tersangka serta hasil rekaman video yang diambil korban secara diam-diam menggunakan telepon pintar saat tersangka melakukan aksi bejatnya. Aksi bejat si kakek terakhir kali dilakukan pada Jumat, 25 Februari 2022, sekitar pukul 05.00,” kata Wayan.
Wayan menambahkan, pelaku mencabuli dengan meraba kemaluan dan menciumi korban. Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 82 Ayat 2 UU No 17/2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang perlindungan anak. ”Pelaku kami ancam hukuman penjara 15 tahun,” ujar Wayan.
Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng Margaretha Winda Febiana Karotina mengungkapkan, banyak pelaku kekerasan seksual justru orang-orang dekat korban. Di situasi ini, korban bisa mengalami trauma panjang yang membutuhkan pendampingan seumur hidupnya.
Winda menambahkan, kasus seperti ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan hukum untuk pelaku. Mesti dipikirkan juga nasib para korban yang mengalami trauma dalam usia yang masih muda.
Menurut Winda, pelaku yang masih di bawah umur juga mencerminkan kurangnya pendidikan moral di sekolah dan lingkungannya. ”Mereka kesulitan mengakses informasi terkait pencegahan kekerasan seksual. Sinyal saja susah, jadi perlu upaya dan komitmen tinggi,” ujarnya.
Kasus kekerasan seksual, lanjut Winda, harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah. Sejak 2020, Polda Kalteng menilai provinsi tersebut masih dalam kondisi darurat kekerasan seksual karena tingginya angka kasus. Sebagian besar pelaku bahkan orang dekat para korban.
Tahun 2020, Polda Kalteng mencatat, setidaknya terdapat 38 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kalteng. Jumlah itu meningkat pada 2021. Subdirektorat IV Remaja, Anak, dan Wanita Polda Kalteng mencatat, tahun 2021 pihaknya menangani 85 kasus kekerasan seksual dan 22 kasus kekerasan fisik.
Kabupaten Katingan dan Kotawaringin Barat menjadi dua wilayah dengan kasus kekerasan seksual terbanyak sepanjang 2021 dengan masing-masing 11 dan 15 kasus.