Petani dan Warga Kupang Mulai Menikmati Aliran Air Bendungan Raknamo
Warga sudah mulai menikmati air dari Bendungan Raknamo. Bendungan tersebut merupakan salah satu infrastruktur yang dibangun pemerintahan Presiden Jokowi di NTT.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Ratusan petani mulai menikmati air dari Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam satu tahun, musim tanam diyakini akan berlangsung dua kali dengan produktivitas 8 ton gabah kering giling. Bendungan juga diharapkan mampu memasok air baku untuk warga yang mengalami krisis air bersih.
Hingga Senin (7/3/2022), volume air di Bendungan Raknamo terus bertambah. Hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi sering mengguyur daerah itu dalam dua bulan terakhir. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan, bendungan itu memiliki daya tampung air maksimal 14,09 juta meter kubik.
Air dalam bendungan kini sudah dialirkan ke kawasan pertanian. Kawasan itu sebelumnya hanya mengandalkan air hujan. Setelah tahap uji coba pada pertengahan tahun 2021, tahun ini air bendungan bisa digunakan sepanjang tahun.
Bendungan itu terletak di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, yang berjarak sekitar 50 kilometer arah timur Kota Kupang, ibu kota NTT. Dari Oelamasi, ibu kota Kabupaten Kupang, bendungan itu berjarak lebih kurang 17 kilometer. Raknamo diresmikan Presiden Joko Widodo pada Januari 2018.
Emu (57), petani di Desa Manusak, sekitar 10 kilometer dari Raknamo, menuturkan, untuk musim tanam pertama tahun ini, 250 hektar lahan sawah menggunakan air dari bendungan itu. Umur tanaman saat ini sudah lebih dari satu bulan dan diperkirakan sudah bisa panen pada April 2022.
Selanjutnya, musim tanam kedua diperkirakan akan dimulai Mei atau Juni. Mengingat ancaman kekeringan yang berpotensi menyebabkan debit air berkurang, hanya sekitar 50 hektar sawah yang akan disiapkan. Selebihnya bakal ditanam jagung dan palawija. Musim kemarau di daerah itu biasanya dimulai Mei hingga November.
”Kami sangat bersyukur dengan adanya Raknamo ini. Satu tahun bisa tanam sampai dua kali dan hasilnya lebih banyak. Dari uji coba tahun lalu, produktivitas tahun ini kami perkirakan sampai 7 ton gabah kering giling per hektar. Kalau mengandalkan tadah hujan, paling banyak 3 ton gabah kering giling dan kadang gagal panen karena kekeringan,” ujarnya.
Desa Manusak hanya satu dari beberapa desa yang menggunakan air Raknamo untuk kebutuhan pertanian mereka. Berdasarkan data Kementerian PUPR, keberadaan bendungan itu dapat menyuplai kebutuhan air bagi 841 hektar areal lahan pertanian di Kupang sehingga mengubah daerah yang semula tandus itu menjadi salah satu sentra pertanian di NTT.
Emu berharap pemerintah mengatur pembagian air, terutama ketika musim kemarau mendatang. Alasannya, persoalan debit air berpotensi menimbulkan konflik. ”Bapak Presiden Jokowi sudah bangun bendungan ini untuk semua masyarakat. Semoga pengelolaanya berjalan adil dan merata sebagaimana harapan Presiden,” ucapnya.
Di sepanjang jalan dari arah Bendungan Raknamo, kini sudah berjejer pipa air. Sejak awal Februari lalu, para pekerja menyambung jaringan pipa yang akan mengalirkan air baku dari bendungan. Berdasarkan data Kementerian PUPR, pasokan air baku yang akan dihasilkan dari bendungan itu mencapai 100 liter per detik.
Keberadaan bendungan juga untuk mengatasi masalah krisis air di daerah itu, terutama ketika kemarau. Saat itu, sumur warga biasanya banyak yang mengering. Akibatnya, warga terpaksa membeli air tangki bervolume 5.000 liter dengan harga hingga ratusan ribu rupiah. Kondisi ini terjadi setiap tahun dan belakang kian parah.
”Musim kemarau itu seperti bencana. Kami masyarakat miskin, sudah susah makanan, air juga harus pakai beli,” kata Kristin Nonotek (40), warga Oesao, sekitar 18 kilometer dari Raknamo. Ia menuturkan, warga terkadang menggunakan sisa genangan air di sungai untuk mencuci pakaian.
Sebelumnya, Bupati Kupang Korinus Masneno mengatakan, kehadiran Bendungan Raknamo sangat membantu masyarakat setempat. Untuk kebutuhan air bersih, misalnya, pemerintah sudah mengerjakan sumur bor di beberapa tempat. Namun, upaya itu gagal lantaran kontur tanahnya berupa batu karang sehingga air dengan cepat meresap.