Segera Tetapkan Tersangka Pelanggaran HAM di Rumah Bupati Langkat Nonaktif
Polda Sumut didorong segera menetapkan tersangka kasus penyiksaan hingga meninggal di panti rehabilitasi narkoba ilegal di rumah Bupati Langkat nonaktif. Hampir dua bulan kasus bergulir, belum ada penetapan tersangka.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara didorong segera menetapkan tersangka kasus penyiksaan hingga meninggal di panti rehabilitasi narkoba ilegal di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin. Hampir dua bulan kasus bergulir, belum ada penetapan tersangka. Kasus sudah dinaikkan ke penyidikan.
”Kasus ini sudah bergulir hampir dua bulan. Temuan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan kepolisian sudah menunjukkan bukti yang sangat terang benderang dalam kasus pelanggaran HAM berat ini. Penetapan tersangka seharusnya sudah dilakukan,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Ismail Lubis, Sabtu (12/3/2022).
Ismail mengatakan, kepolisian sebenarnya sudah mempunyai bukti yang kuat dengan pemeriksaan saksi dan pembongkaran dua makam penghuni panti yang diduga meninggal karena penyiksaan. Pembongkaran makam pun sudah sebulan lalu dilakukan.
Ismail mengatakan, Polda Sumut harus berani menjerat siapa saja yang terlibat dalam penyiksaan di panti rehab ilegal itu. Selain keterlibatan Terbit, Komnas HAM juga menyimpulkan ada keterlibatan oknum polisi, anggota TNI, dan organisasi kepemudaan. ”Penyiksaan ini sudah terjadi selama 12 tahun dan bisa disebut terjadi pembiaran,” kata Ismail.
Kami sudah kantongi beberapa nama calon tersangka. Yang pasti, siapa pun yang terlibat akan kami tetapkan menjadi tersangka dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum. (Hadi Wahyudi)
Komnas HAM pun sudah memaparkan kesimpulan hasil penyelidikannya dan memberikan rekomendasi kepada kepolisian pada Rabu (2/3/2022). Dalam kesimpulannya, komisioner Penyelidikan Komnas HAM, M Choirul Anam, mengatakan, ada 19 orang yang harus bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM, khususnya penyiksaan hingga meninggal.
Keterlibatan Terbit dalam penyiksaan itu pun disebut sangat terang benderang karena menginisiasi panti rehab, membangun panti rehab di area rumahnya, dan mengetahui semua kegiatan di panti itu. Pihak lain yang terlibat adalah keluarga Terbit, pengawas panti, oknum polisi, oknum anggota TNI, dan organisasi kepemudaan.
”Ada sedikitnya 26 bentuk penyiksaan, seperti memukul rusuk dan kepala, mencabut kuku, dipaksa memakan cabai, membuat gatal dengan ulat bulu dan daun jelatang, serta merendam di kolam. Penyiksaan dilakukan dengan 18 alat, seperti martil, tang, pisau, cabai, kolam, dan kandang berisi anjing,” kata Choirul.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, mereka akan segera menetapkan tersangka dalam kasus itu. ”Kasus temuan kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif kami bagi menjadi tiga kasus. Semua kasus ini sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Tentu dalam waktu dekat akan segera ditetapkan tersangka,” kata Hadi.
Tiga kasus itu yakni tindak pidana penyiksaan hingga meninggal dunia terhadap penghuni panti Abdul Sidik Isnur (39), penyiksaan hingga meninggal dunia terhadap Sarianto Ginting (35), dan tindak pidana perdagangan orang.
”Kami sudah kantongi beberapa nama calon tersangka. Yang pasti, siapa pun yang terlibat akan kami tetapkan menjadi tersangka dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum,” kata Hadi.
Hadi mengatakan, penyidik sudah menemukan bukti yang cukup kuat dalam kasus itu. Polisi sudah memeriksa sedikitnya 70 saksi. Mereka juga membongkar dua makam dan melakukan otopsi terhadap penghuni yang meninggal pada 2019 dan 2021 itu. Kepolisian juga menyelidiki dugaan keterlibatan oknum anggota polisi dalam penyiksaan tersebut.
Hadi mengatakan, mereka juga mengedepankan perlindungan terhadap saksi-saksi yang telah memberikan keterangan tentang penyiksaan hingga meninggal dunia. Para saksi dan korban ada yang harus ditempatkan di rumah aman Polda Sumut. Perlindungan itu dinilai penting agar saksi dengan leluasa dan aman memberikan keterangan kepada penyidik.
Penyelidikan dugaan pelanggaran HAM itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah pribadi Terbit dalam operasi tangkap tangan kasus korupsi, Rabu (19/1/2022). Saat ditemukan, ruangan itu dihuni 57 orang. Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni kerangkeng itu sejak 2010.