Protokol Ketat Jadi Siasat Kebangkitan Pariwisata Bali
Protokol kesehatan jadi kunci pembukaan tempat wisata di Bali. Dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, sektor pariwisata diharapkan kembali bangkit.
BADUNG, KOMPAS — Penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi salah satu siasat pelaku usaha wisata dan pemerintah di Bali untuk menekan risiko penyebaran Covid-19, di tengah mulai masuknya wisatawan ke wilayahnya. Upaya itu akan terus dilakukan hingga Bali bisa kembali moncer sebagai ibu kota wisata dunia.
Sejumlah tempat wisata di Bali masih menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Di kawasan Pura Luhur Uluwatu, Kabupaten Badung, misalnya, pengunjung diwajibkan bermasker. Sebelum melewati pintu masuk, pengunjung diminta mencuci tangan dan dicek suhu tubuhnya.
Jika suhu tubuhnya tidak lebih dari 37, penonton diarahkan untuk memindai kode batang di aplikasi Peduli Lindungi dengan tetap memperhatikan jarak dengan pengunjung lain. Petugas yang berada di sejumlah titik juga rajin mengingatkan agar pengunjung selalu menjaga protokol kesehatan.
Saat akan masuk ke panggung untuk menyaksikan tari Kecak, suhu tubuh pengunjung dicek dan diminta mencuci tangan. Kemudian, mereka diarahkan untuk duduk ke tribune penonton dengan tetap menjaga jarak.
Baca juga : Layanan "Plus-Plus" di Nusa Penida
Sebelum pertunjukan tari Kecak dimulai, pembawa acara menjelaskan bahwa kawasan Pura Luhur Uluwatu sudah mendapatkan sertifikat CHSE dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Artinya, tempat itu sudah terjamin kebersihan, kesehatan, keselamatan, serta kelestarian lingkungannya.
Tak hanya penonton, pengelola tempat wisata juga berikhtiar menjaga para penampil dalam pertunjukan tari Kecak tersebut dari paparan Covid-19. Meski tidak terlalu menjaga jarak, mereka diwajibkan memakai masker yang menutup mulut hingga hidung mereka.
”Mari kita saling menjaga satu sama lain dengan menerapkan protokol kesehatan. Dengan demikian, pandemi segera berakhir dan perekonomian di Indonesia, khususnya pariwisata di Bali, bisa pulih kembali,” kata pembawa acara dalam pertunjukan tari Kecak, Kamis (24/3/2022).
Pembawa acara itu mengatakan, sepinya pengunjung pada awal pandemi sempat membuat pertunjukan tari Kecak disetop. Tari Kecak di tempat itu kembali dipentaskan pada September 2021. Kala itu, pengunjung dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas.
Pada Kamis, jumlah penonton pentas tari Kecak sekitar 1.000 orang. Pada kondisi normal sebelum pandemi, jumlah penonton tari Kecak sekitar 3.000 orang. Karena keterbatasan tempat, kala itu, petugas sampai harus menggelar dua pertunjukan tari Kecak dalam sehari.
Bangkit dari pandemi juga diupayakan oleh Putu Diarthi (28), pengelola penginapan di Desa Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Selain menerapkan protokol kesehatan ketat, para pengelola hotel ataupun stafnya diminta menjalani vaksinasi lengkap hingga vaksinasi penguat.
”Waktu awal-awal program vaksinasi dimulai, kami semua langsung diminta vaksin. Harapan kami saat itu adalah supaya semua orang bisa segera divaksin dan aktivitas perekonomian bisa kembali seperti dulu lagi,” ujar Putu.
Wisatawan domestik ini pasti berduyun-duyun (liburan) setiap ada long weekend, apalagi (setelah ada aturan perjalanan) tanpa antigen, mereka misalnya mau datang sama keluarga jadi enggak terbebani lagi.
Vaksinasi dosis lengkap dan penguat juga diwajibkan bagi warga di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Warga yang belum divaksin tidak boleh terlibat dalam kegiatan usaha pariwisata.
”Kalau di sini, vaksinasi termasuk gencar karena 90 persen kami bekerja di bidang pariwisata. Tanpa vaksinasi, kami yang setiap hari akan berhadapan dengan wisatawan berisiko terpapar Covid-19,” ucap Agung (22), pemandu wisata asal Nusa Penida.
Agung menyebut lebih dari 95 persen pelaku usaha wisata di daerahnya sudah divaksin hingga vaksin dosis ketiga. Adapun sisanya, khususnya yang menolak selain karena alasan kesehatan, dilarang ikut dalam kegiatan usaha pariwisata.
Kepercayaan masyarakat
Terus melandainya kasus Covid-19 yang diiringi dengan masifnya vaksinasi membuat kepercayaan masyarakat baik dari dalam maupun luar negeri untuk berwisata meningkat. Meski belum kembali ke kondisi semula, sudah ada tren peningkatan jumlah kunjungan ke Bali.
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai mencatat, selama Februari 2022, bandara itu melayani 387.574 penumpang, naik 148 persen dibandingkan dengan Februari 2021. Pergerakan penumpang selama periode tersebut disokong kenaikan 57 persen pada lalu lintas penerbangan domestik.
”Wisatawan domestik ini pasti berduyun-duyun (liburan) setiap ada long weekend, apalagi (setelah ada aturan perjalanan) tanpa antigen, mereka misalnya mau datang sama keluarga jadi enggak terbebani lagi,” kata Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Agen Perjalanan dan Wisata (Asita) Bali I Putu Winastra.
Meski tren kenaikan jumlah kunjungan pada wisatawan domestik mulai terjadi, penerbangan ke Bali disebut Winastra masih terbatas. Akibatnya, rata-rata harga tiket pesawat menjadi lebih mahal.
Selain penerbangan domestik, penerbangan internasional juga tercatat mulai tumbuh, terutama sejak dibukanya koridor penerbangan menuju Bali. Dalam laporan Angkasa Pura I disebut, sebanyak 3.098 penumpang datang ataupun berangkat dengan 94 pesawat udara di Bandara I Gusti Ngurah Rai sepanjang Februari.
Baca juga: Ubud, Buku, dan Pagebluk
Kebijakan yang membebaskan pelaku perjalanan luar negeri dari kewajiban karantina Maret ini juga diyakini memberi dampak positif terhadap ketertarikan wisatawan mancanegara. ”Sampai saat ini sudah semakin bertambah airline internasional ke Bali. Artinya, pelonggaran memberi respons positif ke airline internasional dan calon wisatawan,” ujar Winastra.
Asita pun berharap aturan perjalanan bisa lebih dilonggarkan, seperti dengan mengurangi kewajiban tes Covid-19. Lalu, menambah jumlah negara yang mendapatkan visa on arrival atau visa saat kedatangan, bahkan bebas visa kunjungan diadakan lagi untuk turis dari negara-negara anggota ASEAN.
”Asita sudah siapkan paket-paket wisata lewat rekan kami di luar negeri. Kita sampaikan tentang kelonggaran aturan. Kalau enggak jelas, orang bingung datang ke Bali. Kedua, kita sampaikan bahwa paket wisata di Bali sudah memenuhi kriteria CHSE (kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan),” ujarnya.
Rudi (38), warga asal Bandung, Jawa Barat, yang memboyong keluarganya untuk liburan ke Bali, mengatakan merasa aman untuk kembali bepergian jauh karena seluruh anggotanya sudah mendapatkan vaksinasi lengkap.
”Kami semua sudah vaksin lengkap, bahkan mertua saya yang lansia sudah booster. Insya Allah aman, kan. Kalau sudah vaksin, ke mana-mana juga jadi gampang,” ujarnya saat ditemui di kawasan Tanah Lot, Kabupaten Tabanan.
Selain vaksinasi, pelonggaran aturan perjalanan juga membuat keluarganya mempercepat rencana jalan-jalan ke ”Pulau Dewata” ini. Jika tanpa ada perubahan aturan tes antigen, mereka berencana ke Bali setelah bulan Ramadhan.
Adam Lee, warga negara Korea Selatan, itu juga baru mencicipi liburan di Bali pertama kalinya sejak ia bekerja di Indonesia pada awal 2020. Rendahnya kasus positif Covid-19 dan tidak adanya lagi syarat tes jadi penyebab kedatangannya. ”Saya jadi berani tinggal bersama teman saya di sini karena ini,” ujarnya.
Sebagai turis yang baru menginjakkan kaki di Bali, katanya, ia merasa Bali dan warganya cukup siap menyambut kembali geliat pariwisata di sana.