Sebagai negara penghasil, sudah saatnya petani kakao di Indonesia memiliki nilai tambah dari kakao sekaligus mengembangkan kakao berkelanjutan yang tahan banting di cuaca ekstrem dan ramah lingkungan.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS - Lembaga donor internasional USAID dan PT Mars berkolaborasi mendorong pengembangan pertanian kakao berkelanjutan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Sebanyak 9.000 petani kecil di tiga kabupaten sentra kakao di dua provinsi ini akan dibantu untuk mendapatkan keuntungan lebih dari kakao sekaligus melakukan praktik penanaman kakao berwawasan lingkungan. Setidaknya 7,2 juta dollar AS (sekitar Rp 104 miliar) dikucurkan untuk program ini.
Kolaborasi yang diwujudkan dalam program Advancing Cocoa Agroforestry Towards Income, Value, and Environmental Sustainability (ACTIVE) ini diluncurkan di laboratorium pengembangan kakao PT Mars di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Rabu (18/5/2022). PT Mars adalah perusahaan pengolah kakao untuk berbagai produk pangan.
Selain perwakilan Pemerintah Provinsi Sulsel dan Sultra serta beberapa kabupaten yang akan jadi lokasi program, peluncuran ini juga dihadiri sejumlah petinggi PT Mars dan USAID. Mereka, antara lain, Direktur USAID Indonesia Jeffery Cohen, Direktur Asia Cocoa PT Mars Fay Fay Choo, dan Vice President Cocoa Strategic Sourcing at Mars Ronita Roy.
Cohen mengatakan, program ACTIVE ini akan dilaksanakan hingga empat tahun ke depan dengan fokus di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur, Sulsel dan Kolaka Utara di Sultra. Dalam program ini, petani kecil didorong untuk mengadopsi praktik wanatani kakao berkelanjutan.
Praktik wanatani berkelanjutan akan diuji coba di beberapa lokasi di tiga kabupaten, termasuk model diversifikasi tanaman yang akan menguntungkan petani secara finansial, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan degradasi lahan. Petani, misalnya, akan didorong untuk menanam berbagai tanaman dan pohon pelindung di kebun kakao. Tanaman pelindung di antaranya jenis tanaman endemik atau yang memiliki nilai ekonomis.
”Melalui praktik-praktik ini, para petani akan menjadi bagian dari solusi untuk membangun ketangguhan Indonesia terhadap bencana terkait iklim yang semakin sering terjadi. Petani kecil akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mendapatkan pendapatan yang berkelanjutan dan membantu memastikan pasokan kakao Indonesia yang lebih andal dan tangguh iklim selama beberapa generasi ke depan,” kata Cohen.
Lebih rinci, Fay Fay Choo menjelaskan, selain memberikan penghasilan tambahan, menanam berbagai pohon dan tanaman di perkebunan kakao akan melindungi pohon dari panas dan kondisi cuaca ekstrem. Selain itu, menciptakan kondisi tanah yang baik untuk kakao dan membantu menyerap air hujan yang akan membantu petani menghadapi kekeringan.
Keuntungan lain adalah mencegah erosi, melindungi pertanian dan infrastruktur saat terjadi badai, meningkatkan komposisi mikroorganisme di dalam tanah, dan menurunkan prevalensi hama dan penyakit. ”Bermitra dengan USAID dan I4DI (Institute for Development Impact), kami akan melakukan uji coba, mempelajari, dan mengidentifikasi pendekatan yang paling efektif sehingga bisa mengarahkan petani agar memiliki pendapatan berkelanjutan serta memfasilitasi ekosistem kakao yang lebih beragam,” ujarnya.
Choo menambahkan, tujuannya adalah memanfaatkan hasil pembelajaran sebagai dasar informasi untuk menyusun cetak biru yang kemudian diterapkan ke seluruh rantai pasokan agar terjadi perubahan sistemik yang akan bertahan lama.
Nantinya, program ini juga melibatkan lembaga keuangan lokal untuk memberikan pinjaman berbunga rendah seperti kredit usaha rakyat (KUR). Pinjaman ini dapat membantu para petani mempersiapkan kebunnya dan mengadopsi praktik-praktik yang akan menguntungkan mereka dalam jangka panjang.
Program ini juga akan membantu petani mengakses asuransi tanaman sesuai kebutuhan yang bisa memperkuat ketangguhan terhadap kekeringan, risiko banjir, dan kemungkinan dampak lain dari perubahan iklim.