Peternak sapi perah di Ngantang, Kabupaten Malang, merasakan dampak langsung dari PMK. Selama ini, sebagian besar masyarakat mengandalkan susu sapi perah sebagai sumber ekonomi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Roby (36) menyodorkan tiga ember berisi konsentrat yang langsung disantap dengan lahap oleh sapi-sapi miliknya, Kamis (2/6/2022) sore. Lima sapi perah peliharaannya yang sebulan lalu terserang penyakit mulut dan kuku atau PMK itu kini telah kembali sehat.
Meski dari sisi produksi susu belum bisa normal seperti sedia kala, warga Dusun Sumbermulyo, Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu merasa lebih beruntung ketimbang tetangganya sesama peternak. Semua sapi milik Roby sembuh.
Sedangkan tetangganya ada yang kehilangan beberapa ekor lantaran mati atau dijual merugi. Roby mencontohkan sapi milik Joko, tetangga jeda beberapa rumah. Dari 14 sapi milik Joko, lima mati dan empat ekor lainnya dijual dengan harga sangat rendah, Rp 6 juta-Rp 7 juta per ekor di bawah harga normal Rp 15 juta-Rp 20 juta untuk sapi usia produktif.
”Peternak banyak yang menjerit. Mereka bingung, panik setelah tahu sapi yang menjadi sumber ekonomi tiba-tiba sakit. Untungnya, banyak sapi yang kemudian sembuh. Dusun ini yang awal-awal kena PMK,” ujarnya sambil membersihkan kandang.
Sapi milik Roby mulai terserang PMK beberapa hari setelah Idul Fitri. Dia tidak tahu pasti bagaimana awalnya PMK bisa merebak di wilayah itu. Sapi Roby terserang PMK beberapa hari setelah keluhan yang sama menimpa tetangga belakang rumahnya. Kala itu, mereka menduga sapi itu keracunan lantaran banyak mengeluarkan busa di mulut.
Begitu terserang, sapi milik Roby langsung mendapatkan penanganan. Petugas dari KUD Sumber Makmur Ngantang menyuntikkan antibiotik dan memberikan vitamin. Lima hari setelah disuntik, sapi-sapi itu berangsur sehat dan mau makan.
Untuk mengantisipasi penyebaran, Roby menyemprotkan disinfektan ke kandang secara berkala. Sedangkan untuk menjaga kebugaran ternak, ayah dua anak itu memberikan minuman tambahan (jamu) dari bahan tradisional, seperti kunyit. Setelah pulih, sapi-sapinya mulai mengeluarkan susu lagi meski hingga kini produksinya baru 50 persen.
Dalam kondisi normal, tiga dari lima sapi milik Roby bisa menghasilkan 40 liter susu per hari. Dengan harga jual Rp 6.000 per liter ke KUD Sumber Makmur, maka dalam sehari Roby bisa mengantongi uang Rp 240.000. Angka yang lumayan besar bagi warga yang tinggal di perdesaan. Adapun saat ini produksi susunya baru 20-25 liter sehari.
Artinya, Roby baru bisa mendapatkan Rp 120.000-Rp 150.000 per hari. ”Tadinya, waktu terserang PMK, tidak ada susu yang keluar sama sekali. Karena saat itu memang tidak ada makanan yang masuk, sapi-sapi ini tidak mau makan meski diberi hijauan segar. Jadi, dampaknya sangat terasa dari sisi ekonomi dan pemulihannya butuh waktu lama,” ucapnya.
Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi—selama produksi susu terhenti—Roby mesti meminjam uang ke sana-sini, termasuk untuk biaya sekolah anak yang masih duduk di bangku kelas II SD dan masuk SMP. Maklum, selama ini penghasilan sehari-hari sebagian besar warga setempat banyak yang mengandalkan susu. Ngantang menjadi salah satu sentra sapi perah di Kabupaten Malang, selain Pujon, Kasembon, Jabung, dan Poncokusumo.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika menjual ternak kemudian menjadi salah satu pilihan. Meski bagi sebagian peternak, itu merupakan langkah gambling. Mereka khawatir akan menderita kerugian lebih besar jika tetap mempertahankan ternak yang berpotensi mati jika tidak ditangani dengan benar itu.
Sejumlah peternak membenarkan tentang maraknya penjualan sapi. Harganya pun dipastikan jatuh, hanya separuh dari harga normal. Sapi yang dijual umumnya yang terindikasi sakit, tetapi belum parah. Pembelinya adalah belantik. Mereka membeli untuk dijadikan sapi potong.
”Alasannya peternak panik mendengar berita soal PMK. Sedangkan mereka kurang berkonsultasi kepada pihak terkait mengenai penanganan sapi yang sakit,” ujar Yatmaji (58), salah satu peternak asal Dusun Laju, Desa Banjarejo.
Yatmaji—yang memiliki 22 sapi perah, delapan ekor di antaranya produktif dan empat ekor bunting—bersyukur di Banjarejo masih steril dari PMK. Namun, peternak sudah bersiaga memproteksi, salah satunya memberikan tambahan nutrisi dan jamu serta menjaga kebersihan kandang.
Selain belum berproduksi optimal, susu sapi yang mendapatkan antibiotik juga tidak terserap industri. Untungnya, KUD Sumber Makmur Ngantang bersedia menjadi bumper. KUD tetap membeli susu dari peternak yang sapinya mendapatkan antibiotik dengan harga normal meski kemudian susu itu dibuang karena tidak bisa disetorkan ke industri susu yang menjadi rekanan.
Ketua KUD Sumber Makmur, Sugiono, mengatakan, pihaknya terpaksa membuang 2.000 liter atau 2 ton susu per hari karena aturannya susu yang terkena antibiotik tidak bisa dikonsumsi manusia. ”Jadi, kami membeli susu tanpa ada susu (karena dibuang). Kerugiannya jelas, tinggal mengalikan saja. Kami juga tidak bisa memprediksi sampai kapan ini akan berlangsung,” ucapnya.
Akibat PMK produksi susu yang masuk ke KUD Sumber Makmur turun sekitar 15 persen. Jika biasanya ada 104 ton susu yang masuk setiap hari maka saat ini tinggal 85 ton per hari. Jumlah peternak sapi yang tergabung dengan KUD Sumber Maksud sebanyak 3.500 orang dengan populasi sekitar 17.800 ekor.
Menurut Sugiono, hingga 2 Juni jumlah total sapi yang terpapar PMK di Ngantang mencapai 2.000 ekor. Dari jumlah tersebut, sebagian besar sembuh. Hanya sebagian kecil yang dijual lantaran kondisinya kurang fit. Itu pun ada petugas dari KUD yang memberikan rekomendasi apakah sapi yang dimaksud layak dijual atau tidak. Sedangkan angka kematian cukup kecil, sekitar 1 persen.
Menurut Sugiono, pihak yang menderita kerugian terbesar akibat PMK adalah peternak dan lembaga, seperti koperasi. Dan, sejauh ini belum ada bantuan terhadap peternak. ”Harapan kami ada bantuan obat-obatan, baik dari pemerintah maupun industri rekanan. Harapannya kita bisa saling bantu,” ucapnya.
KUD Sumber Makmur memiliki Satuan Tugas (Satgas) PMK guna membantu menangani sapi milik peternak. Selain itu, ada pihak desa yang siap membantu memberikan dukungan untuk menangani 17.800 sapi perah di Ngantang. Meski kewalahan dan hingga larut malam, tugas ini tetap mereka jalankan. (WER)