Bekas Wali Kota Yogyakarta Ditangkap KPK, Aktivis Gelar Aksi Cukur Gundul
Aktivis asal Yogyakarta, Dodo Putra Bangsa, menggelar aksi cukur gundul di depan Balai Kota Yogyakarta. Aksi itu sebagai bentuk dukungan terhadap penangkapan bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti oleh KPK.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Aktivis asal Yogyakarta, Dodo Putra Bangsa, menggelar aksi cukur gundul di depan Balai Kota Yogyakarta, Sabtu (4/6/2022). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk dukungan terhadap penangkapan bekas Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus suap izin apartemen.
Aksi potong rambut hingga gundul itu dilakukan Dodo pada Sabtu siang di sisi utara Balai Kota Yogyakarta. Dalam aksi itu, Dodo duduk bersila tepat di depan papan bertuliskan Kantor Wali Kota Yogyakarta. Rambut Dodo yang gondrong awalnya diikat dengan sejumlah tali ke papan tersebut. Setelah itu, sejumlah aktivis dan warga bergantian memotong rambut Dodo hingga gundul.
Dodo mengatakan, aksi itu digelar sebagai simbol awal baru bagi Yogyakarta setelah Haryadi Suyuti ditangkap KPK. ”Rambut adalah simbol dari mahkota, dan mahkota di Kota Yogyakarta ini, kan, wali kota yang sekarang sudah tertangkap. Aksi ini bukan untuk bersyukur (atas penangkapan Haryadi), tetapi sebagai ritual untuk memulai hal baru,” ujarnya.
Menurut Dodo, aksi tersebut juga digelar untuk memenuhi nazar yang pernah diucapkannya beberapa tahun lalu. Saat itu, Dodo berjanji memotong rambutnya hingga gundul jika Haryadi Suyuti ditangkap KPK karena kasus korupsi terkait pembangunan hotel atau apartemen di Yogyakarta.
Dodo memaparkan, sejak tahun 2012, sejumlah aktivis dan warga Yogyakarta sudah kerap mengkritik kebijakan Haryadi Suyuti selaku wali kota. Salah satu yang disorot saat itu adalah maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta yang kemudian berdampak negatif pada kehidupan masyarakat. Salah satu dampak negatif itu adalah keringnya sumur milik warga yang tinggal berdekatan dengan hotel.
Pada 2014, Dodo menggelar aksi mandi tanah di depan sebuah hotel di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, sebagai bentuk protes terhadap dampak negatif keberadaan hotel. Aksi tersebut digelar setelah sejumlah warga Kampung Miliran, Yogyakarta, mengeluhkan kondisi sumur yang mengering setelah adanya hotel yang beroperasi di dekat tempat tinggal mereka.
Aksi ini bukan untuk bersyukur (atas penangkapan Haryadi), tetapi sebagai ritual untuk memulai hal baru. (Dodo Putra Bangsa)
Pada 2016, Dodo dan sejumlah kawannya juga pernah melakukan aksi ruwatan di depan Balai Kota Yogyakarta untuk memprotes dampak negatif pembangunan hotel dan apartemen di Yogyakarta. Dalam aksi itu, Dodo menyiramkan air kembang tujuh rupa ke papan nama di depan Balai Kota Yogyakarta. Setelah itu, dia mencopot bajunya, lalu menyiramkan air kembang ke tubuhnya sendiri. Sejumlah temannya lalu ikut menyirami Dodo.
Selama beberapa tahun terakhir, Dodo dan beberapa aktivis di Yogyakarta juga memopulerkan slogan Jogja Ora Didol yang berarti Jogja Tidak Dijual. Slogan itu merupakan bentuk kritik dan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta yang dinilai ”mengobral” izin pembangunan hotel dan apartemen.
Titik awal
Menurut Dodo, sejak beberapa tahun lalu sebenarnya sudah ada indikasi masalah dalam penerbitan izin hotel dan apartemen di Yogyakarta. Penangkapan Haryadi pun semakin menegaskan adanya permasalahan dalam perizinan di Yogyakarta.
Berdasarkan keterangan KPK, Haryadi diduga menerima suap dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk Oon Nusihono untuk memuluskan penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Yogyakarta. Selain itu, KPK juga menduga Haryadi pernah menerima suap dari beberapa penerbitan IMB proyek lain.
Dodo menyatakan, penangkapan Haryadi menjadi titik awal untuk mencermati perizinan sejumlah hotel dan apartemen di Yogyakarta. Oleh karena itu, KPK diharapkan menyelidiki secara tuntas perizinan hotel dan apartemen yang pernah dikeluarkan Pemkot Yogyakarta pada masa kepemimpinan Haryadi.
”KPK harus mengusut izin-izin hotel dan apartemen yang dikeluarkan sejak Haryadi Suyuti menjabat sebagai wali kota pada 2011 sampai 2022,” kata Dodo.
Dalam kesempatan sebelumnya, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi berjanji mencermati IMB Apartemen Royal Kedhaton yang berkait dengan kasus suap terhadap Haryadi. Pencermatan dilakukan untuk melihat apakah penerbitan IMB itu sudah sesuai ketentuan atau tidak. ”Pada prinsipnya, kami akan melihat dan mencermati izin-izin yang sudah dikeluarkan,” ujarnya.
Sumadi menyatakan, dirinya belum bisa memastikan apakah IMB Apartemen Royal Kedhaton akan dicabut atau tidak. Sebab, Pemkot Yogyakarta masih harus melakukan verifikasi untuk memastikan apakah penerbitan IMB itu melanggar aturan atau tidak. ”Kami cermati dulu. Nanti akan ada verifikasi dulu dari teman-teman di lapangan,” ujarnya.
Sumadi menambahkan, Pemkot Yogyakarta juga siap mencermati penerbitan IMB dari proyek-proyek selain Apartemen Royal Kedhaton. Sebab, sesuai dengan keterangan KPK, Haryadi Suyuti juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan IMB proyek lainnya.