Beasiswa Wujudkan Mimpi Anak Miskin di Sumba Tengah
Sumba Tengah merupakan kabupaten di Indonesia dengan persentase kemiskinan tertinggi. Indeks pembangunan manusia juga memprihatinkan. Beasiswa bagi ribuan mahasiswa miskin menjadi salah satu solusi dari pemda setempat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·6 menit baca
Adelia Lestari Rambu Jola (20) setengah berlari setelah keluar dari ruang ujian di Kampus Politeknik Kesehatan Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (30/5/2022). Ia meraih tas, lalu mengambil telepon genggamnya. Masih dengan posisi berdiri sambil bersandar ke tembok, ia menempelkan telepon ke telinga.
”Bapa, saya sudah selesai ujian. Lancar. Penguji bilang saya bisa,” ujarnya berurai air mata. Ayahnya, Bagi Lalu Pada (50), tak mengucapkan satu kata pun. Petani miskin yang sedang berada di kebunnya di Desa Tana Modu, Kecamatan Katiku Tana Selatan, Kabupaten Sumba Tengah, itu hanya menjawab dengan isak tangis haru.
Adelia baru selesai mengikuti ujian akhir Diploma III pada Jurusan Kesehatan Gigi, Polteknik Kesehatan Kupang. Ia selesai tepat waktu, enam semester. Menurut rencana, ia akan diwisuda pada September 2022, kemudian kembali mengabdi di Sumba Tengah. Perawat gigi di sana sangat jarang, kurang dari 10 orang.
Hingga hari ia dinyatakan lulus ujian, Adelia seakan belum yakin bahwa dirinya bisa sampai ke titik ini. Bagaimana tidak, banyak mahasiswa sekampung dan kampung tetangga tidak tuntas belajar. Mereka putus kuliah lantaran orangtua tidak mampu lagi mengongkosi biaya pendidikan. Daerah itu merupakan salah satu lumbung orang miskin.
Arda Gratia (22), penerima beasiswa lainnya, menuturkan, bantuan beasiswa itu ikut menyelamatkan kuliahnya sampai saat ini. ”Satu semester harus bayar uang registrasi sampai Rp 6 juta. Kalau tidak, mungkin saya sudah tidak kuliah lagi,” kata Arda, mahasiswi kebidanan pada salah satu kampus swasta di Kupang.
Kesan serupa juga disampaikan oleh Umbu Nelson (21), mahasiswa salah satu kampus swasta di Malang, Jawa Timur. Nelson merupakan satu dari 10 orang bersaudara dalam keluarga. Beberapa kakak dan adiknya putus sekolah dengan alasan biaya. ”Kalau tidak ada beasiswa, sekarang saya pasti lagi di padang jaga sapi,” ucapnya.
Sumba Tengah, selain masuk kategori kabupaten termiskin di Indonesia serta indeks pembangunan manusia (IPM) yang memprihantikan, daerah itu juga rawan dengan bencana pangan. Setiap tahun, hama belalang sering memusnahkan padi dan jagung petani di sana. Petani mengandalkan ladang tadah hujan. Panen satu kali dalam satu tahun.
Hama belalang menyerang sebagian besar wilayah Pulau Sumbu yang di dalamnya terdapat empat kabupaten. Sebagaimana catatan Kompas, hingga Februari 2022 lalu, 3.970,67 hektar padi dan jagung di Pulau Sumba ludes dimakan belalang kembara. Areal dimaksud untuk musim tanam 2021/2022.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Kabupaten Sumba Tengah merupakan kabupaten dengan angka persentase kemiskinan tertinggi di NTT, sekaligus di Indonesia. Pada tahun 2021, angka kemiskinan di sana 34,27 persen atau setara dengan 25.480 jiwa. Adapun angka kemiskinan di NTT 20,99 persen, sedangkan secara nasional 9,71 persen.
Adelia sendiri sempat tersendat saat memasuki semester tiga tahun 2020. Setiap semester, ia harus membayar ke kampus sebesar Rp 2,4 juta. Sementara untuk sewa indekos Rp 350.000 per bulan di luar biaya makan-minum serta kebutuhan lainnya. Belum lagi ongkos transportasi serta biaya kampus seperti beli buku, fotokopi, pulsa, dan biaya tak terduga.
Ayah Adelia hanyalah petani ladang tadah hujan. Panen sekali dalam setahun. Hasilnya untuk makan pun masih kurang. Di luar itu, mereka punya ternak, tetapi tidak seberapa. Sebagai tambahan, ayahnya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
”Jadi kalau hitung penghasilan orangtua, ini sulit. Saya masuk kuliah ini hanya modal nekat,” ujar anak sulung dari empat bersaudara itu.
Akhirnya, suatu siang pertengahan tahun 2020, ia dihubungi pegawai Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah. Dia diberi tahu sebagai salah satu penerima beasiswa dari Pemkab Sumba Tengah. Beasiswa itu oleh pemerintah dikemas dalam program Beasiswa bagi Anak Miskin. Uang itu dipakai untuk membayar uang kuliah dan kebutuhan lainnya. Ia terima setiap semester sejak Juli 2020 sampai sekarang.
Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten Sumba Timur Ferdy Umbu Kabalu mengatakan, beasiswa itu diperuntukkan bagi anak dari keluarga miskin berdasarkan rekomendasi yang diikuti diverfikasi lapangan. ”Yang merekomendasikan adalah tokoh agama seperti pendeta, pastor, dan imam masjid, yang barasal dari kampung itu. Kami yakin tokoh agama akan obyektif, " ujar Ferdy. Di daerah itu terdapat 66 desa.
Syarat lain adalah mahasiswa calon penerima harus sudah memasuki semester tiga. Hal ini untuk memastikan mahasiswa tersebut memiliki keseriusan untuk kuliah yang ditandai dengan sudah melewati dua semester awal. Selain itu, nilai indeks prestasi komulatif paling kurang 2,5. Besaran nilai beasiswa yang diberikan kepada setiap penerima Rp 3 juta per semester.
Program tersebut, lanjut Ferdy, menjadi program unggulan Bupati Sumba Tengah Paulus SK Limu, yang memimpin daerah itu sejak tahun 2018. Pelaksanaannya mulai dijalankan pada tahun 2019. Setiap tahun, 500 orang mendapatkan alokasi beasiswa mulai semester tiga sampai wisuda dengan batasan tertentu. Seperti contoh, untuk jenjang sarjana sampai semester delapan.
Sumber dana
Anggaran untuk beasiswa berasal dari deviden tabungan Pemkab Sumba Tengah di Bank NTT serta sumber pembiayaan lainnya. Kini, dalam satu tahun 2.000 orang mendapat beasiswa Rp 6 juta. Artinya, butuh sekitar Rp 12 miliar. Program itu mendapat dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat kabupaten setempat.
Menurut Ferdy, fokus pembangunan di Sumba Tengah saat ini adalah memajukan sumber daya manusia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, indeks pembangunan manusia (IPM) di sana sebesar 61,53, terendah ketiga dari 22 kabupaten/kota di NTT. Adapun IPM di NTT sebanyak 65,28, sedangkan IPM secara nasional sebesar 72,29.
”Pendidikan merupakan fondasi dasar. Di banyak daerah mungkin sudah dengan inovasi yang beragam, terutama dalam hal pelayanan publik. Tentu kami juga akan menuju ke sana, tapi saat ini kami masih fokus dengan program beasiswa abadi. Inovasi membangun sumber daya manusia,” katanya.
Ayah Adelia, Bagi Lalu Pada, mengaku bersyukur dengan beasiswa tersebut. Ia kian bersemangat menyekolahkan tiga anaknya lagi hingga ke jenjang perguruan tinggi. Begitu pula banyak orangtua di Sumba Tengah. Selama ini, kebanyakan anak mereka tamat paling tinggi di jenjang sekolah menengah atas.
Setelah tamat atau putus sekolah, banyak dari mereka memilih menikah. Kondisi semacam itu menyebabkan lingkaran kemiskinan sulit diputus. Anak yang terlahir dari keluarga miskin dengan pendidikan yang minim akan mewarisi kemiskinan orangtuanya. Kehidupan mereka seakan abadi dalam kemiskinan.
Sementara itu, Simon Seffi, praktisi pendidikan di NTT, mengatakan, penyebab utama tingginya angka putus sekolah di NTT adalah alasan ekonomi. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, sebanyak 2.567 siswa SMA sederajat di NTT yang putus sekolah. Sementara untuk jenjang SD sampai SMP, lebih kurang 100.000 orang.
”Bayangkan, mereka yang masih SD sampai SMA saja putus sekolah gara-gara tidak ada biaya. Bagaimana kalau sampai kuliah. Ini tantangan terberat. Karena itu, pemerintah perlu melakukan inovasi kebijakan seperti pemberian bantuan beasiswa,” kata Simon yang juga guru matematika itu.
Adelia, anak petani miskin asal Sumba Tengah, itu pada September nanti akan mengenakan toga sebagai wisudawan perawat gigi. Ia sukses meraih impiannya, tidak lepas dari campur tangan pemerintah lewat program beasiswa. Namun, di luar Adelia, tentu masih banyak anak miskin yang hilang masa depan mereka lantaran terhalang biaya pendidikan.