Macan Dahan Kalimantan Mati Terkena Jerat lalu Dikuliti
Satu lagi kucing hutan di Kalteng mati terkena jerat. Kali ini macan dahan atau ”Neofelis diardi” yang tak hanya mati dijerat, tetapi juga dikuliti. Minimnya sosialisasi mendorong tingginya perburuan satwa liar.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PURUK CAHU, KOMPAS — Seekor kucing hutan Kalimantan dengan jenis macan dahan ditemukan mati terkena jerat pemburu di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Satwa liar dilindungi itu mati, lalu dikuliti warga sekitar. Kurangnya sosialisasi membuat kucing hutan masih diburu dan dikonsumsi warga di pelosok Kalteng.
Pegiat konservasi satwa liar asal Murung Raya, Melki, mengungkapkan, macan dahan (Neofelis diardi) itu ditemukan warga di sekitar kawasan hutan di Kecamatan Seribu Riam, Kabupaten Murung Raya. Warga menemukan macan dahan itu mati tergeletak di hutan dengan keadaan terkena jerat yang dipasang pemburu untuk menjerat babi.
Macan dahan itu, lanjut Melki, dibawa ke pondok ladang terdekat lalu dikonsumsi warga yang menemukannya. Tak hanya itu, warga sekitar juga mengulitinya dan menjadikannya pernak-pernik.
”Warga biasanya menggunakan taring dan tulang pahanya untuk keperluan membuat parang atau mandau, sedangkan kulitnya hanya dibiarkan begitu saja, mereka pun tidak menjualnya. Ini hanya karena kurang sosialisasi,” ungkap Melki saat dihubungi dari Palangkaraya, Jumat (1/7/2022).
Peristiwa itu, kata Melki, terjadi pada Kamis, 2 Juni 2022. Pihaknya baru mengetahui informasi tersebut setelah mendapat kabar dari warga lainnya.
Sebelumnya, Melki yang selama ini berupaya untuk melakukan sosialisasi tentang perlindungan satwa liar dilindungi di Murung Raya juga menemukan informasi kucing merah (Felis badia) yang mati terkena jerat di Kabupaten Murung Raya. (Kompas, 18/5/2022).
”Pada umumnya ketika menemukan satwa yang terjerat, warga hanya berpikir itu hewan liar saja dan memanfaatkan temuan tersebut, belum ada informasi lebih soal boleh atau tidaknya menguliti satwa dilindungi,” ujar Melki.
Menurut Melki, penelitian tentang kucing-kucing hutan di Kalimantan masih sangat minim. Perlu ada pengenalan satwa liar dilindungi hingga ke pelosok-pelosok Kalimantan. ”Jangan sampai kasusnya makin parah hingga ke pemeliharaan, perlu segera diedukasi,” tambahnya.
Dilindungi
Macan dahan merupakan salah satu predator hutan di Kalimantan yang dilindungi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Jenis macan dahan yang disebut pada lampiran peraturan itu adalah Neofelis nebulosa diardi. Para aktivis konservasi juga merayakan Hari Macan Dahan Sedunia (World Clouded Leopard Day) setiap tanggal 4 Agustus sebagai penanda perlindungan satwa liar tersebut.
Dikutip dari Science Daily, 15 Maret 2007, sebanyak 5.000-11.000 ekor macan dahan diperkirakan hidup di Kalimantan. Adapun jumlahnya di Sumatera bisa berkisar 3.000 hingga 7.000 ekor.
Akan tetapi, perkembangan populasinya tidak pasti. Data yang diberitakan Kompas edisi 29 Maret 2010 menyebutkan, para peneliti dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, mencatat populasi macan dahan diperkirakan 5.000-11.000 ekor, masih sama dengan perkiraan tahun 2007.
Langka
Pada Kamis (23/6/2022), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalteng bersama Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia menggelar workshop terkait pengembangan strategi konservasi spesies kucing liar di Kalteng, termasuk macan dahan.
Kepala BKSDA Kalteng Nur Patria Kurniawan saat itu mengungkapkan, kucing merah dan kucing hutan jenis lain, termasuk macan dahan, merupakan satwa endemik Kalimantan yang sangat sulit ditemukan. Hingga saat ini belum banyak publikasi mendalam mengenai spesies kucing liar dilindungi tersebut, baik dari segi perilaku maupun persebaran dan kepadatan populasi.
”Kucing merah terbilang masih minim data karena area survei yang terbatas. Satwa ini kurang mendapat perhatian, tidak seperti orangutan,” kata Nur.
Chief Executive Officer(CEO) BNF Indonesia Juliarta Bramansa Ottay mengatakan, alih fungsi hutan merupakan salah satu ancaman populasi kucing-kucing hutan. Butuh strategi konservasi untuk bisa menyelamatkan mereka dari kepunahan. ”Kami tentu tidak mendorong pembukaan lahan lagi. Namun, di lahan yang sudah beralih fungsi tetap mungkin dilakukan konservasi yang berdampak positif bagi populasi kucing liar,” katanya.