Surabaya Terus Jadi Lokasi Pengembangan Hunian Vertikal Terpadu
Peresmian Trans Icon Mall Surabaya yang bagian dari hunian vertikal terpadu ”one stop living” Trans Icon Surabaya menegaskan ibu kota Jawa Timur tersebut terus menjadi lokasi pengembangan hunian vertikal terpadu.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Surabaya, ibu kota Jawa Timur, kian menjadi lokasi pengembangan hunian vertikal terpadu. Semakin bertambah kompleks hunian vertikal terpadu atau one stop living yang diyakini menjadi kebutuhan masyarakat metropolitan Indonesia di masa depan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turut meresmikan Trans Icon Mall Surabaya yang merupakan bagian dari kompleks hunian vertikal terpadu Trans Icon Surabaya, Jumat (5/8/2022). Khofifah memenuhi undangan CEO CT Corp Chairul Tanjung, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang menaungi perusahaan termasuk pengembang dan pengelola Trans Icon Surabaya (PT Trans Property Indonesia).
Turut hadir dalam peresmian Komisaris Utama Bank Mega Syariah Prof Muhammad Nuh, mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mantan Menteri Pendidikan Nasional, dan mantan Ketua Dewan Pers. Selain itu, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta Karokaro.
Menurut Khofifah, keberadaan Trans Icon Surabaya termasuk beroperasinya Trans Icon Mall Surabaya kian menegaskan Surabaya sebagai kota strategis di Indonesia. Konsepsi hunian vertikal terpadu akan menjadi kebutuhan masyarakat metropolitan terutama dan termasuk Surabaya yang berpopulasi 3 juta jiwa di masa depan.
”Diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Surabaya,” kata Khofifah, mantan Menteri Sosial.
Senada diutarakan oleh Nuh yang berharap Trans Icon Mall Surabaya dapat menjadi alternatif tujuan berbelanja warga Surabaya terutama bagian selatan dan sekitarnya, yakni Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jatim Sutandi Purnomosidi menilai keberadaan pusat belanja baru tentu akan meningkatkan persaingan dengan struktur yang sudah ada terlebih dahulu.
”Persaingan usaha perlu dilihat sebagai kesempatan untuk merebut pasar dan hati konsumen,” kata Sutandi dari Pakuwon Group, pengembang besar dari Surabaya yang turut membangun sejumlah kompleks hunian mewah dan vertikal terpadu termasuk di Jakarta.
Trans Icon Surabaya sebelumnya adalah retail Carrefour yang dalam perjalanan dimiliki oleh CT Corp melalui PT Trans Retail Indonesia. Selanjutnya, bangunan ritel dirobuokan dan diganti dengan hunian terpadu, yakni menara apartemen, menara perkantoran, pusat belanja dan hiburan.
Lokasi Trans Icon Surabaya berada 1,2 kilometer di utara City of Tomorrow (Lippo Group) di perbatasan Surabaya-Sidoarjo yang juga merupakan bangunan vertikal terpadu. Selain itu, 3,5 kilometer di selatan Royal Plaza Surabaya (Pakuwon Group). Ketiga kompleks bangunan ini berada di tepi jalur paralel atau frontage Jalan Ahmad Yani. Selain itu, terdapat bangunan besar dan atau vertikal, antara lain Mitra10, Tamansari Papilio, kantor Dinas Provinsi Jatim, Bulog Divre Jatim, Polda Jatim, Kejati Jatim, Pusvetma, dan dealer utama.
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menyayangkan peresmian Trans Icon Mall Surabaya karena pengembang belum menyelesaikan pengurusan sertifikat laik fungsi (SLF) ke Pemerintah Kota Surabaya. Peresmian sepatutnya dilaksanakan setelah SLF selesai didapat untuk menjamin keamanan dan keselamatan terutama pengunjung atau masyarakat.
Menurut Armuji, mantan Ketua DPRD Kota Surabaya dari PDI-P, masalah SLF menjadi salah satu perhatian serius pemerintah. Sebabnya, terjadi beberapa kali kecelakaan yang dalam penyelidikan ternyata memperlihatkan masalah lain, yakni ketidakpatuhan pemilik atau pengelola mengurus SLF.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya Irvan Wahyudradjad menambahkan, Trans Icon Surabaya belum menyelesaikan pengurusan SLF. Pemerintah telah mengirim surat pemberitahuan kepada pengembang untuk pengurusan SLF.
Trans Icon Surabaya masih dalam proses konsultasi karena pembangunan dan penyelesaian sebagian fungsi bangunan terutama pusat belanja. Kemungkinan, pengurusan SLF dipercepat setelah seluruh pembangunan selesai.
Padahal, sebelumnya, pemerintah mengirim teguran kepada 2.740 pemilik bangunan dan gedung terutama minimal 8 lantai yang belum memiliki SLF. Pemilik atau pengembang apartemen, hotel, dan mal ternyata banyak yang belum mengetahui pentingnya mengurus SLF sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2012 sebagai regulasi pelaksana UU tersebut.
Menurut Irvan, pengurusan SLF penting karena bangunan tinggi punya potensi kerusakan struktur dan perlu diawasi untuk menjamin keamanan dan keselamatan orang. Pemerintah mempercepat pengurusan SLF dengan membentuk desk-desk di DPRKPP. Pengurusan yang biasanya 25 hari dipersingkat menjadi 12 hari. ”Pengurusan SLF sebagai tanggung jawab untuk penanganan jika terjadi kerusakan di kemudian hari,” katanya.