Senyuman Manis dari Pelayaran Perintis di Maluku
Lewat semakin tingginya layanan pelayaran di timur Indonesia, warga tidak lagi sendiri. Ketimpangan ekonomi ditekan, banyak nyawa manusia ikut terselamatkan.
Lewat semakin kerapnya layanan pelayaran, warga di ujung negeri kini tidak lagi sendiri. Ketimpangan ekonomi ditekan, banyak nyawa manusia ikut terselamatkan.
Lasarus Mabala (36) turun dari KM Sabuk Nusantara 67 di Pelabuhan Pulau Lirang, Maluku Barat Daya, Maluku, Minggu (7/8/2022) pagi. Belum sepekan pergi menggunakan kapal perintis itu, ia sudah kembali lagi ke pulau terluar itu, hanya beberapa mil laut jaraknya dari Timor Leste.
Dia baru tiba dari Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Waktu tempuh dari Kupang sekitar 36 jam.
”Sekitar lima tahun lalu, paling cepat satu bulan satu kali baru ada kapal yang singgah di Lirang. Semakin ke sini, kapal semakin lancar, satu minggu bisa sampai dua kali,” kata Lasarus, petani rumput laut.
Selasa (2/7/2022) pagi, ia membawa hampir setengah ton rumput laut kering menggunakan kapal itu dari Lirang ke Kota Kupang. Lasarus memilih mendatangi langsung pembeli agar bisa mendapatkan harga jual lebih tinggi dibandingkan pengepul di Lirang, Rp 30.000 per kilogram.
Sebelumnya, rumput laut di borong pengepul yang datang dengan kapal sendiri ke Lirang dan pulau-pulau kecil lainnya di daerah perbatasan itu. Mereka membeli rumput laut dengan harga sangat murah.
Selisih dengan harga di Kupang bisa sampai Rp 10.000 per kg. Bahkan, terkadang mereka menukar rumput laut dengan beras hingga perangkat elektronik.
Bukan tanpa alasan petani rumput laut menjual dengan harga murah. Faktor utamanya, mereka tidak memiliki akses pasar. Mereka juga buta harga di kota. Tidak memiliki kapal pengangkut menjadi masalah lainnya bago petani.
”Sekarang beda. Tinggal telepon pembeli untuk tanya harga. Tunggu kapal perintis datang langsung angkut,” ujarnya tersenyum bahagia.
Lihat juga: Matahari Terbit di Antara Dua Negara
Potensi besar
Berada di ujung timur negeri, sebagian besar dari sedikitnya 1.000 warga Pulau Lirang adalah nelayan perikanan tangkap dan pembudidaya rumput laut.
Selama satu bulan terakhir, 22,4 ton rumput laut diangkut dengan kapal perintis ke Kupang. Dengan harga jual Rp 30.000 per kg, uang yang berputar dari usaha ini mencapai Rp 672 juta.
Warga Lirang tidak sendirian. Rumput laut juga diolah warga Pulau Luang, masih di Maluku Barat Daya. Pulau dengan jumlah penduduk kurang dari 1.000 itu pun mengandalkan hidup dari hasil laut.
Pengiriman rumput laut dari Luang bahkan lebih dua kali lipat dibandingkan Lirang. Selain itu, volume ikan asin dari sana jumlahnya berton-ton.
Tidak hanya hasil laut, manis pelayaran juga dinikmati pelaku usaha lain di Maluku Barat Daya. Frans Dahaklory (45), warga Pulau Kisar, memanfaatkan pelayaran perintis untuk usaha peternakan ayam pedaging.
Pada Jumat (5/8/2022), ia membawa 300 anak ayam dari Kupang untuk dikembangkan di Kisar. Setelah dua bulan, ayam bisa dijual Rp 70.000-Rp 100.000 per ekor.
Ia mengatakan bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp 10 juta per bulan dengan berbisnis ayam pedaging. Kebutuhan ayam pedaging di Kisar meningkat sering semakin tingginya kebutuhan warga.
Dia mencontohkan, kini bisa memenuhi pasokan acara keagamaan, upacara adat, kematian, kegiatan pemerintahan, dan suplai ke rumah makan. Dua tahun sebelumnya, hal itu nyaris mustahil bisa ia lakukan karena keterbatasan akses transportasi.
”Di satu sisi semakin banyak kapal yang singgah, juga harga tiket dan angkutan barang murah. Tiket penumpang dari Kupang ke Kisar tidak sampai Rp 30.000,” ujarnya. Kupang dan Kisar ditempuh dalam waktu sekitar 48 jam perjalanan.
Selamatkan nyawa
Nakhoda KM Sabuk Nusantara 67 Petrus Parapaga menuturkan, pelayaran perintis menjadi tulang punggung bagi warga di daerah terluar dan terpencil. Kapal mengangkut hasil komoditas warga ke kota.
Dari kawasan perkotaan, kapal membawa barang kebutuhan pokok. Dalam satu tahun, ada 24 kali perjalanan pada rute yang sama, pergi-pulang.
Warga yang sakit juga mengandalkan kapal perintis untuk dibawa ke rumah sakit di kota. Tak ada pelayaran lain. Jika menggunakan kapal cepat, ongkos sewa paling murah Rp 10 juta per perjalanan.
”Beberapa kali, pasien yang sakit parah meninggal di kapal karena terlambat dibawa ke rumah sakit. Tapi banyak juga yang selamat berkat kehadiran kapal ini, " ujarnya.
Menurut Petrus, pelayaran perintis adalah bentuk pelayanan negara kepada masyarakat di daerah terpencil. Jika dihitung, pendapatan dari harga tiket dan angkutan jauh lebih sedikit dibandingkan biaya operasional pelayaran.
Dia mencontohkan, perjalanan dari Kupang ke Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, sekitar 7 hari. Pendapatan dari tiket penumpang dan barang tidak sampai Rp 10 juta. Padahal, biaya operasional kapal, seperti bahan bakar dan gaji awak kapal, mencapai ratusan juta rupiah.
Bertambah
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pelayanan di daerah terpencil dilakukan untuk mengungkit perekonomian warga setempat. Karena itu, warga diharapkan memanfaatkan pelayaran perintis dengan baik.
Menurut data Kementerian Perhubungan, pada tahun 2022, jumlah kapal perintis penugasan yang dioperasikan PT Pelni sebanyak 50 unit. Sebanyak 44 kapal utama dan enam lainnya adalah kapal pengganti.
Selain itu, 73 unit kapal yang dioperasikan perusahaan pelayaran swasta. Semua kapal itu melayani 117 trayek, 42 pelabuhan pangkalan, dan 548 pelabuhan singgah.
Selain pelayaran perintis, lanjut Budi, ke depan akan ada kapal roro yang melayari perairan NTT hingga Maluku. Kapal dimaksud dapat mengangkut penumpang, barang, dan juga kendaraan.
”Ro-ro ini bantuan dari Bank Dunia. Rencananya tahun depan atau paling lama tahun 2023. Kehadiran ro-ro untuk melengkapi pelayaran yang sudah ada saat ini sehingga pelabuhan semakin sering disinggahi,” katanya.
Anggota DPRD Maluku, Anos Yeremias, mengatakan, pelayanan pelayaran perintis sangat membantu warga di perbatasan dan daerah terpencil lewat pelayaran perintis. Pelayaran perintis mengubah wajah pembangunan di daerah yang dilayani.
Ia berharap ritme pelayaran perintis yang berjalan saat ini dapat dipertahankan, dan jika memungkinkan ditambah. Jangan sampai lantaran rendahnya okupansi penumpang dan barang, frekuensi pelayaran dikurangi. Pemerintah agar memaklumi kondisi tersebut mengingat persebaran penduduk di pulau-pulau kecil tidak banyak.
”Kapal perintis masuk, perekonomian masyarakat semakin membaik. Semakin banyak anak kuliah, perumahan wargalayak huni kian banyak. Jadi pelayaran perintis ini sebagai gerbang kemerdekaan yang sesungguhnya bagi masyarakat yang selama ini kesulitan akses transportasi,” ucapnya.
Anos tidak keliru. Jadwal pelayaran yang semakin banyak membuat warga berani bermimpi. Lasarus, misalnya, rumput laut tidak lagi menjadi komoditas penyambung hidup sehari-hari.
Dengan keuntungan hingga Rp 30 juta per sekali musim panen atau 45 hari, dia berencana menabung untuk pendidikan putri sulungnya. Meski masih 3 tahun, Lasarus ingin anaknya menjadi dokter.
Tahu benar kerasnya hidup di kawasan perbatasan negara, ia ingin anaknya mengabdi di Pulau Lirang dan sekitarnya. Selama ini, daerah itu minim tenaga kesehatan.
”Kalau biaya dokter masih terlalu mahal, biar dia jadi bidan atau perawat saja cukup. Semoga dari usaha rumput laut ini saya selalu punya biaya agar dia bisa membantu orang di pulau terluar,” ucap Lasarus.
Pelayaran perintis telah memerdekakan masyarakat dari akses, diharapkan memerdekakan masyarakat dari kemiskinan yang selama ini membelenggu mereka.
Baca juga: Kapal Perintis Menjangkau Pinggiran Negeri