Pariwisata Bersemi Lagi di Kepulauan Mentawai
Aktivitas pariwisata di Kepulauan Mentawai kembali bersemi seusai mati suri sekitar dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Aktivitas pariwisata di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sempat mati suri dihantam pandemi Covid-19. Kini, destinasi di bagian barat Pulau Sumatera yang menjadi primadona turis mancanegara itu kembali bersemi.
Meski lelah, raut wajah Shanish Misra (42) dan teman perempuannya tampak bahagia, Kamis (28/7/2022) sore. Mereka baru saja berganti pakaian setelah pakaiannya basah saat menyaksikan dan mendokumentasikan istri-istri sikerei menangguk ikan di Sungai Buttui.
Sikerei adalah ahli pengobatan tradisional dalam kehidupan masyarakat Mentawai. Mereka juga pemimpin ritual adat, mulai dari pembangunan rumah, pembuatan sampan, pembukaan ladang, kelahiran, hingga kematian.
Sehabis berganti pakaian, Shanish langsung mengisi ulang baterai kamera dan gawai lainnya. Arus listrik di Dusun Buttui, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, hanya mengalir pukul 17.00-00.00.
”Pengalaman yang luar biasa. Masyarakat di sini, yang tinggal di kawasan hutan asri, terlihat sangat nyaman dengan gaya hidup mereka. Mereka juga sangat ramah dan murah senyum,” kata pria asal India itu, mengungkapkan pengalamannya selama di Mentawai.
Itu hari kedua Shanish dan temannya menginap di dusun nan asri sekitar hulu Sungai Rereiket, pedalaman Pulau Siberut. Mereka tinggal di uma—rumah tradisional Mentawai—milik sikerei Aman Lepon selama tiga hari.
Di sini, pria yang menyebut dirinya sebagai traveler itu menyaksikan langsung kehidupan keluarga sikerei. Selain menangguk ikan, mereka juga menyaksikan sikerei meramu panah beracun untuk berburu serta mencari kulit kayu dan ulat sagu.
Dusun Buttui, bagian dari Desa Wisata Madobag, berjarak sekitar 2,5 jam perjalanan dari Muara Siberut, ibu kota Siberut Selatan. Butuh 30 menit perjalanan darat dengan ojek hingga Dusun Rogdok, lalu sekitar 2 jam perjalanan menyusuri Sungai Rereiket dengan pompong.
”Perjalanan ke sini memang sulit, tetapi itu semua terbayar lunas setelah sampai dan menetap di sini. Ini hari kedua saya di Mentawai dan saya merasa seperti sudah lama tinggal di sini (merasa seperti rumah sendiri),” ujarnya.
Shanish satu dari sejumlah pengunjung mancanegara yang datang ke Mentawai, termasuk Pulau Siberut. Selain wisata ke desa adat, pengunjung ke titik-titik selancar di Siberut pun mulai ramai. Itu tampak dari puluhan turis asing yang turun di Pelabuhan Maileppet, Siberut Selatan, membawa papan selancar masing-masing.
Dibuka lagi
Aktivitas pariwisata di ”Bumi Sikerei” itu kembali menggeliat. Pemerintah kembali membuka pintu penerbangan internasional sejak Februari 2022. Sekitar dua tahun sebelumnya, pariwisata mati suri akibat pandemi Covid-19.
Tidak hanya wisatawan, kondisi tersebut juga disambut baik para pelaku wisata, baik warga lokal maupun pemandu wisata. Aman Lepon (48), misalnya, semringah bisa melayani pengunjung yang menginap di uma-nya. ”Senang sekali, akhirnya, wisatawan mulai datang kembali,” katanya.
Aman Lepon bercerita, pandemi Covid-19 turut berdampak pada perekonomian keluarganya. Selama hampir dua tahun, tidak ada wisatawan berkunjung ke tempatnya. Keuangan keluarga menjadi sulit. Bapak lima anak itu sering menghabiskan waktu berburu di gunung untuk mengalihkan pikiran.
Masyarakat adat Mentawai sebenarnya relatif tahan terhadap dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dari segi pangan, mereka mandiri. Mereka mengolah sagu—makanan pokok—dari ladang sendiri. Lauk bisa didapat dari sungai atau berburu di hutan.
Akan tetapi, kebutuhan keluarga sikerei seperti Aman Lepon tidak hanya pangan. Mereka sudah mengenal pendidikan dan itu membutuhkan uang. Semua anak Aman Lepon bersekolah, yaitu 1 orang SD, 2 orang SMP, 1 orang SMA, dan 1 orang kuliah di Kota Padang.
”Selama (pandemi) Covid-19, batang sagu dan durian serta ternak babi dan ayam, yang biasanya untuk tabungan, terpaksa dijual. Itu untuk biaya sekolah anak-anak. Wisatawan tidak ada dan hasil ladang tidak laku,” ujar Aman Lepon.
Pariwisata yang kembali bersemi menjadi secercah harapan bagi keluarga Aman Lepon. Ia berharap kondisi kembali pulih seutuhnya. Dengan demikian, tabungan keluarganya itu, pohon sagu dan durian serta ternak babi dan ayam, bisa kembali terkumpul.
Pemandu wisata, Levi Sagary, juga mulai kembali menikmati geliat pariwisata sejak Februari lalu dan semakin meningkat pada Juli ini. Levi melayani wisatawan selancar ke pulau-pulau kecil ataupun wisatawan minat khusus ke desa-desa adat.
”Sebelum pandemi, biasanya tiga kali trip. Sekarang, dalam sepekan, bisa dua-tiga kali. Justru lebih ramai karena tamu sudah memesan lama, sejak dua tahun lalu, tetapi baru bisa berkunjung tahun ini,” kata Levi.
Ia sangat mensyukuri kondisi saat ini. Sebab, selama dua tahun sebelumnya, saat masa-masa puncak kasus Covid-19, hampir tidak ada pendapatan dari kegiatan wisata. Kalaupun ada, itu hanya dari wisatawan lokal yang berkunjung ke pulau dan tidak seberapa.
Untuk memenuhi ekonomi keluarga saat itu, Levi memilih memancing dan menjual ikan serta mengolah dan menjual minyak kelapa. Kadang-kadang, kegiatan itu ia kemas sebagai paket wisata bagi wisatawan lokal.
Levi berharap kondisi semakin membaik. Ia juga mengharapkan pengelolaan pariwisata semakin baik, misalnya dari segi informasi. ”Untuk ATM, di Siberut tidak bisa pakai Mastercard sehingga susah bagi wisatawan asing. Informasi ini kadang mereka tidak terlalu paham,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kepulauan Mentawai Joni Anwar mengatakan, kunjungan wisatawan mancanegara ke Mentawai mulai signifikan setelah Idul Fitri atau pekan kedua Mei hingga Juli ini. Kondisi itu akan berakhir pada pengujung Oktober 2022.
”Pada Juni dan Juli ini jumlah kunjungan sudah mendekati normal,” kata Joni, Kamis (11/8/2022). Selama tiga bulan terakhir saja, sebutnya, jumlah wisatawan asing ke Mentawai sekitar 4.000 orang, sebagian besar dari wisata selancar sekitar 3.000 orang.
Joni menceritakan, selama 2020 dan 2021, aktivitas pariwisata di Mentawai lumpuh. Hampir tidak ada wisatawan asing yang berkunjung. Kalaupun ada yang berkunjung ke Mentawai, itu hanyalah turis asing yang terisolasi di Indonesia, seperti dari Lombok, Bali, Labuan Bajo, dan Wakatobi.
Pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor wisata merosot. PAD pada 2020 dan 2021 sekitar Rp 1,2 miliar atau 1.200 wisatawan asing dan Rp 800 juta atau 800 wisatawan asing, jauh dari target Rp 10 miliar. Padahal, PAD 2019 mencapai Rp 6,7 miliar, bahkan pada 2017 dan 2018 bisa sampai Rp 8 miliar-Rp 9 miliar.
Joni optimistis kegiatan pariwisata di Mentawai kembali bersemi. Pada tahun 2023, dinas menarget PAD atau turis mancanegara mencapai Rp 10 miliar atau 10.000 orang. Untuk mencapainya, sejumlah hal dibenahi.
Menurut Joni, dinas berupaya membantu pengelolaan uma-uma menjadi penginapan sesuai standar sanitasi dan kesehatan dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, dinas juga memberikan pelatihan kepada kelompok sadar wisata. Mereka diharapkan bisa menyediakan paket-paket wisata menarik.
Secercah harapan hadir di Bumi Sikerei. Geliat pariwisata diharapkan bisa kembali menghidupi warga.