Harga Naik, UMKM Roti di Jateng Kurangi Penggunaan Telur
Kenaikan harga telur dikeluhkan oleh masyarakat di Jawa Tengah. Salah satu penyebab kenaikan adalah naiknya harga pakan ayam petelur.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah bidang kuliner, khususnya roti, di Kota Semarang dan Kabupaten Batang, Jawa Tengah, terimbas kenaikan harga telur ayam ras yang terjadi sejak pekan ketiga Agustus. Sejumlah siasat disiapkan, mulai dari mengurangi penggunaan telur hingga ancang-ancang menaikkan harga roti.
Berdasarkan data Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi Provinsi Jateng, harga telur ayam ras di sejumlah pasar tradisional pada Rabu (24/8/2022) berkisar Rp 29.000-Rp 32.000 per kilogram. Harga itu lebih tinggi dari harga acuan yang ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07 Tahun 2020 sebesar Rp 24.000 per kilogram.
Di sejumlah pasar tradisional di Kota Semarang, harga telur ayam ras pada Rabu sekitar Rp 31.000 per kilogram. Kondisi itu disebut para pedagang sudah lebih baik dibandingkan dengan harga pada Senin (22/8/2022), yakni Rp 32.000 per kilogram.
”Kenaikan harganya sudah terjadi sejak pekan ketiga Agustus. Sejak saat itu naik terus, baru turun sedikit kemarin. Pada awal Agustus itu masih Rp 25.000 per kilogram, sekarang sudah Rp 30.000 per kilogram, itu pun harga dari penyalurnya. Jadi, kami jualnya Rp 31.000 per kilogram,” kata Marsih (42), pedagang di Pasar Peterongan, Kota Semarang.
Di Batang, kenaikan harga telur juga terjadi, dari semula Rp 28.000 per kilogram menjadi Rp 31.000 per kilogram. Kenaikan harga telur itu membuat sejumlah pembeli mengurangi pembelian telur.
”Sejak harga telur naik, jumlah penjualan turun banget. Biasanya, dalam sehari minimal bisa jual sampai 10 kilogram telur. Dua minggu terakhir, paling banyak 5 kilogram per hari,” ujar Titin (38), pedagang di Pasar Batang.
Tak hanya merugikan pedagang, kenaikan harga telur juga berimbas pada bisnis penjualan makanan, khusunya roti. Di Kota Semarang, penjual roti terpaksa mengurangi penggunaan telur untuk menutup biaya produksi. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan harga jual roti mereka.
Florentina (28), penjual roti asal Kecamatan Mijen, Kota Semarang, biasanya menggunakan empat butir telur untuk membuat adonan donat. Sejak harga telur naik, Florentina hanya memakai satu butir telur.
”Risikonya, rasa rotinya kurang mantap. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau mau menaikkan harga, tidak berani, takutnya nanti konsumen pada lari,” katanya.
Selain harga telur, Florentina juga berupaya menyiasati kenaikan harga tepung terigu. Awal tahun 2022, harga tepung terigu di wilayahnya sekitar Rp 10.000 per kilogram. Kini, Harganya mencapai Rp 12.500 per kilogram. Untuk memangkas biaya produksi, ia mengganti sebagian tepung terigu dengan tepung labu.
Kondisi serupa dikeluhkan para penjual roti di Batang. Miftah Farid, salah satu pemilik usaha roti di Kecamatan Batang, harus merogoh dana darurat untuk menambal kekurangan biaya pembelian bahan baku. Dua pekan sejak kenaikan harga telur, Farid masih belum menaikkan harga jual rotinya. Ke depan, Farid akan mulai berancang-ancang menaikkan harga jual rotinya, apabila harga telur tak kunjung turun.
”Ke depan, jika semua kompetitor sepakat menaikkan harga jual produk, kami akan ikut juga. Kemungkinan kenaikan produknya sekitar 5-10 persen untuk setiap produknya. Daripada harus mengorbankan rasa rotinya, saya kira lebih aman kalau menaikkan sedikit harga rotinya,” ucap Farid.
Harga pakan
Sejumlah peternak menyebut, kenaikan harga telur terjadi salah satunya karena kenaikan harga pakan. Nur Hikmah, peternak asal Kecamatan Warungasem, Batang, menuturkan, kenaikan harga pakan cukup signifikan, yakni dari Rp 750.000 per kuintal menjadi Rp 990.000 per kuintal.
”Pakan yang saya gunakan adalah campuran antara konsentrat dan jagung. Yang harganya naik itu konsentratnya. Kalau jagung terbilang stabil, makanya saya lebih banyak pakai jagung sekarang. Sekarang lagi mengurangi pembelian konsentrat, paling banyak beli 50 kilogram saja,” ucap Nur.
Nur berharap harga pakan bisa segera turun. Dengan begitu, harga telur di pasaran bisa terkendali.
Menurut Nur, meski harganya cukup tinggi, jumlah permintaan telur tidak berkurang. Selain menjual telur ke pasar, Nur juga menyuplai telur kepada pemerintah untuk program penyaluran bantuan pangan.