Kenaikan harga telur di banyak daerah di Indonesia dikeluhkan warga. Pemerintah berupaya menurunkan harga telur lewat bantuan pakan.
Oleh
DKA/EGI/XTI/BRO/WER/NSA/HLN/HEN/WKM/CAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga telur ayam ras rata-rata melambung hingga Rp 31.000 per kilogram dalam sepekan terakhir. Hal ini dipicu kenaikan harga pakan dan permintaan pasar yang jauh di atas produksi. Pemerintah berupaya menurunkan harga telur lewat bantuan pakan.
Pantauan di Pasar Kliwon Purwokerto, Jawa Tengah, harga telur sepekan terakhir naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 31.000 per kilogram (kg). Harga yang sama terpantau di Semarang, Jateng, Rabu (24/8/2022). Sebelumnya, Senin (22/8), harga telur ayam ras menyentuh Rp 32.000 per kg.
”Kenaikan harga terjadi sejak pekan ketiga Agustus, naik terus, dan baru turun sedikit kemarin. Pada awal Agustus itu masih Rp 25.000 per kilogram, sekarang Rp 30.000 per kilogram, itu pun harga dari penyalurnya. Jadi, kami jualnya Rp 31.000 per kilogram,” kata Marsih (42), pedagang di Pasar Peterongan, Semarang.
Harga telur ayam ras yang menembus Rp 31.000 per kg juga terpantau di sejumlah pasar di Surabaya, Jawa Timur. Dibandingkan minggu lalu, harga telur meningkat Rp 3.000-Rp 4.000 per kg.
Di Pasar Petojo Ilir, Jakarta, harga telur ayam ras bahkan mencapai Rp 35.000 per kg. Tingginya harga itu terjadi dalam dua pekan terakhir.
Telur komoditas yang cukup besar permintaannya. Jika tinggi harganya, jadi masalah.
Kementerian Perdagangan mencatat harga rata-rata nasional telur ayam ras di tingkat eceran per 23 Agustus 2022 mencapai Rp 31.000 per kg. Harga tersebut naik 2,9 persen dari pekan lalu dan meningkat 6,1 persen dari bulan lalu.
Harga rata-rata telur ayam ras terendah terjadi di Jambi, yakni Rp 26.000 per kg. Adapun harga tertinggi terjadi di Papua, yakni Rp 42.000 per kg.
Kenaikan harga membuat volume penjualan telur di sejumlah wilayah turun hingga 50 persen. ” Biasanya, dalam sehari minimal bisa menjual sampai 10 kilogram telur. (Sejak kenaikan harga) dua minggu terakhir, paling banyak 5 kilogram per hari,” ujar Titin (38), pedagang di Pasar Batang, Jateng.
Secara terpisah, Abdullah Mansuri, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), meminta pemerintah segera mengatasi persoalan tingginya harga telur. ”Telur komoditas yang cukup besar permintaannya. Jika tinggi harganya, jadi masalah,” katanya.
Tak hanya merugikan pedagang, kenaikan harga telur juga berimbas pada bisnis penjualan makanan, khususnya roti. Florentina (28), penjual roti asal Kecamatan Mijen, Semarang, terpaksa mengurangi penggunaan telur untuk menekan biaya produksi dan mempertahankan harga jual roti.
”Risikonya, rasa rotinya kurang mantap, tetapi mau bagaimana lagi? Kalau mau menaikkan harga, tidak berani, takutnya nanti konsumen lari,” katanya.
Pemicu
Sejumlah peternak menyebut kenaikan harga telur salah satunya karena kenaikan harga pakan. Nur Hikmah, peternak di Batang, mengatakan, harga pakan ayam naik dari Rp 750.000 per kuintal menjadi Rp 990.000 per kuintal.
Populasi ayam yang turun drastis dan belum kembali pulih turut memicu kenaikan harga telur ayam ras. Hal ini setidaknya terjadi di sentra produksi telur di Blitar, Jatim.
Beberapa waktu lalu, banyak peternak yang memilih mengafkirkan ayamnya sebagai imbas harga telur rendah yang terjadi cukup lama. Dampaknya populasi ayam petelur di Blitar berkurang drastis sehingga produksi telur berkurang jauh, tidak sebanding dengan permintaan yang kini telah kembali normal pascapandemi. Untuk mengembalikan lagi populasi ayam dibutuhkan waktu cukup lama.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Blitar Toha Mashuri mengatakan, populasi ayam petelur di wilayahnya merosot dari 20 juta ekor jadi 13.726.000 ekor. Kondisi ini berpengaruh terhadap produksi telur dari sebelumnya 1.000 ton per hari menjadi 312 ton per hari.
Selama ini Blitar menjadi salah satu sentra telur ayam di Jatim. Dari total produksi telur Blitar, 40 persen untuk memenuhi kebutuhan konsumen di Jatim, 20 persen di luar provinsi, termasuk Jabodetabek, dan sisanya dikonsumsi warga Blitar.
Dalam rapat kabinet terbatas, kemarin, Presiden Joko Widodo menanyakan soal harga telur ayam ras yang terus meningkat. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menyebut bahwa hal itu terjadi karena pengusaha melakukan afkir.
Ditambah lagi, Kementerian Sosial menyerap banyak telur peternak untuk bantuan sosial. Tidak hanya untuk kebutuhan satu bulan, tetapi juga tiga bulan sekaligus. ”Bantuan tiga bulan dirapel. Bantuannya telur banyaknya, jadi naik,” ujarnya.
Zulkifli mengatakan, pihaknya akan mengundang para pelaku usaha besar yang berpengaruh di sektor ayam petelur agar tidak melakukan afkir dini lagi. Dengan demikian, harga bisa kembali normal.
”Dan, Kemensos, kan, juga sudah selesai. Jadi, mudah-mudahan tiga minggu, satu bulan mendatang, (harga) sudah mulai turun lagi, tetapi dengan harga yang wajar. Konsumen belinya tidak berat, tetapi juga peternak tidak rugi,” ujarnya.
Penyediaan jagung pakan dengan harga sesuai harga acuan pemerintah, yaitu Rp 4.500 per kg, bagi peternak berskala mikro kecil menjadi salah satu solusi untuk menurunkan harga telur. Bantuan itu dimulai pada Oktober-Desember 2021 sebanyak 30.000 ton dan Mei-Juni 2022 sebanyak 25.000 ton.
”Bantuan itu diharapkan dapat mengurangi beban biaya produksi peternak ayam petelur sehingga harga dan stok telur ayam bisa stabil,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra.