Harga BBM Subsidi Naik, Beban Nelayan Kecil Kian Berat
Ribuan nelayan kecil di pantura Jateng khawatir bakal terdampak rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Nelayan kecil berharap bisa mengakses BBM dengan mudah dan murah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Nelayan kecil dengan ukuran kapal di bawah 30 gros ton di sejumlah daerah di pesisir pantai utara Jawa Tengah resah dengan kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi yang diwacanakan pemerintah. Para nelayan khawatir, kenaikan harga membuat pendapatan mereka semakin minim.
Kabar terkait naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi ramai diperbincangkan masyarakat, beberapa waktu terakhir. Kenaikan harga BBM subsidi dilakukan agar anggaran negara untuk subsidi dan kompensasi energi tak semakin membengkak.
Kondisi itu membuat para nelayan dengan kapal berukuran di bawah 30 GT panik. Selama ini bahan bakar menjadi beban pengeluaran terbesar dari total biaya perbekalan melaut. BBM subsidi bisa menekan biaya perbekalan.
Muslim (54), nelayan dengan kapal purse sein berukuran 28 GR asal Rembang, Jateng, misalnya, butuh sekitar 1,5 ton BBM subsidi jenis solar untuk melaut selama sepekan. Selama ini, Muslim membeli solar dengan harga Rp 5.200 per liter. Dengan begitu, jumlah pengeluaran Muslim untuk BBM sebesar Rp 7,8 juta. Kebutuhan ini merupakan yang tertinggi.
Selain itu, Muslim juga harus mengeluarkan biaya untuk membeli es pendingin ikan sebanyak 70 balok. Harga es di wilayahnya Rp 33.000 per balok. Dengan demikian, biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp 2,3 juta. Jumlah itu masih harus ditambah dengan biaya kebutuhan makan dan minum 22 awak kapal selama sepekan sekitar Rp 6,8 juta.
”Dalam sekali melaut saya memerlukan biaya sekitar Rp 17 juta. Kalau nanti harga BBM naik, harga-harga bahan makanan juga bakal naik, artinya biaya konsumsi selama melaut juga naik. Hal ini memberatkan kami para nelayan kecil, apalagi harga jual ikan saat ini tergolong rendah,” kata Muslim, Senin (29/8/2022).
Dalam sepekan melaut, biasanya Muslim mendapatkan sekitar 50 keranjang ikan. Setiap keranjang berisi 40 kilogram ikan yang dihargai sekitar Rp 400.000. Jika ikan tangkapan baik, maksimal, Muslim akan mendapatkan Rp 20 juta. Jika dikurangi dengan biaya perbekalan, keuntungan yang didapat Muslim Rp 3 juta. Uang itu habis untuk mengupah 22 awak buah kapal.
”Kasihan awak buah kapal sudah melaut seminggu cuma dapat Rp 136.000 per orang. Para pemilik kapal juga lebih kasihan lagi, sudah mengeluarkan modal tapi tidak dapat apa-apa," imbuh Muslim.
Tidak hanya merugikan Muslim dan awak buah kapal yang bekerja padanya. Kondisi itu juga akan mengancam ribuan nelayan dan awak buah kapal yang selama ini bekerja di kapal-kapal berukuran di bawah 30 GT. Berdasarkan data Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jateng, di wilayahnya ada 36.635 kapal berukuran di bawah 30 GT.
Ketua HNSI Jateng Riswanto mengatakan, menaikkan harga BBM bersubsidi bukanlah pilihan yang bijak. Dalam kondisi seperti sekarang, pemerintah justru harus memastikan nelayan mendapatkan akses BBM dengan mudah dan murah. Hal itu demi keberlangsungan usaha sektor usaha kelautan dan perikanan.
”Para nelayan kecil resah dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi di tengah harga ikan yang terus menurun. Kami ingin pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan harga BBM subsidi khusus untuk nelayan kecil,” ucap Riswanto.
Para nelayan kecil resah dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi di tengah harga ikan yang terus menurun.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui, harga BBM sangat tinggi dan berpotensi semakin mahal seiring berlanjutnya perang Rusia-Ukraina. Erick menilai, persoalan akses solar bersubsidi untuk nelayan dapat dijembatani melalui kerja sama koperasi dengan Pertamina. Di sisi lain, perlu introspeksi untuk memastikan pasokan solar bersubsidi untuk nelayan kecil tepat sasaran dan tidak justru dimanfaatkan oleh industri besar (Kompas, 20/7/2022).
Berdasarkan kalkulasi pemerintah, mengacu pada pola konsumsi masyarakat, jumlah konsumsi BBM subsidi tahun ini berpeluang melebihi kuota yang disiapkan. Hal itu berakibat pada penambahan anggaran subsidi hingga Rp 195,6 triliun (Kompas, 27/8/2022).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, subsidi dan kompensasi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 dianggarkan Rp 152,5 triliun. Namun, alokasinya ditambah Rp 349,9 triliun guna menahan harga pertalite, solar, dan elpiji bersubsidi. Ia memaparkan, solar dengan harga keekonomian Rp 13.950 per liter saat ini dijual Rp 5.150 per liter, sedangkan pertalite dengan harga keekonomian Rp 14.450 per liter dijual Rp 7.650 per liter.
Selama ini, subsidi ratusan triliun rupiah justru dinikmati kelompok masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas. Pertalite, misalnya, 86 persen di antaranya dinikmati oleh rumah tangga dan 14 persen dunia usaha. Dari 86 persen konsumsi pertalite oleh rumah tangga, sebanyak 80 persen dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen sisanya yang dinikmati warga miskin (40 persen masyarakat terbawah).
Sementara itu, hanya 11 persen solar bersubsidi yang dinikmati oleh rumah tangga, sedangkan 89 persen lainnya dinikmati oleh dunia usaha. Dari seluruh subsidi solar yang dinikmati rumah tangga, sebanyak 95 persen dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga miskin yang mencakup petani dan nelayan.
Dihubungi secara terpisah, Area Manager Communication, Relations, dan CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menyalurkan BBM subsidi untuk para nelayan dengan kapal di bawah 30 GT. Sepanjang Januari-Juli 2022, sebanyak 63.350 kiloliter BBM subsidi telah disalurkan kepada para nelayan di Jateng.
”Penyaluran puluhan ribu kiloliter BBM subsidi telah kami lakukan melalui 30 stasiun pengisian bahan bakar umum nelayan di sejumlah daerah. Penyaluran yang kami lakukan menyesuaikan dengan jumlah yang direkomendasikan oleh dinas kelautan dan perikanan setempat,” tutur Brasto.
Kendati tak menyebutkan jumlah pastinya, Brasto menjamin persediaan BBM subsidi sejumlah SPBU di wilayah Jateng dan DIY cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga 12 hari ke depan. Jumlah itu masih belum termasuk stok yang ada di kilang dan di kapal.