Terpidana Korupsi Bekas Sekda Samosir Laporkan Mantan Bupati ke Kejati Sumut
Terpidana korupsi bekas Sekda Samosir Jabiat Sagala melaporkan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon ke Kejati Sumut. Rapidin disebut seharusnya bertanggung jawab juga atas korupsi dana Covid-19 Rp 1,88 miliar.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Terpidana korupsi yang merupakan bekas Sekretaris Daerah Samosir Jabiat Sagala melaporkan mantan atasannya, mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon, ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Rapidin disebut seharusnya bertanggung jawab juga atas korupsi penggunaan dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 1,88 miliar yang menjerat Jabiat.
Laporan disampaikan kuasa hukum Jabiat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, Selasa (30/8/2022). Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan, pihaknya belum mengecek apakah laporan dari Jabiat sudah masuk atau belum. ”Semua pengaduan masyarakat yang masuk pasti kami tindaklanjuti sesuai ketentuan,” kata Yos, Rabu (31/8/2022).
Hutur Irvan V Pandiangan, kuasa hukum Jabiat, seusai menyampaikan laporan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Medan, Selasa, mengatakan, seharusnya mantan Bupati Samosir Rapidin diminta pertanggungjawaban hukum karena mengeluarkan penetapan status siaga darurat Covid-19. Rapidin juga menggeluarkan ketentuan tentang penggunaan anggaran belanja tidak terduga menjadi belanja langsung.
Jabiat bersama sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kamis (18/8/2022) sudah dijatuhi vonis masing-masing satu tahun penjara. Mereka terbukti melakukan korupsi terkait persetujuan dan pencairan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 1,88 miliar tanpa prosudur dan tidak melalui pengajuan rencana anggaran belanja.
Jabiat juga melakukan penunjukan langsung terhadap PT Tarida Bintang Nusantara sebagai penyedia makanan tambahan gizi dan vitamin untuk masyarakat Samosir sebesar Rp 410 juta. Padahal, perusahaan itu tidak berpengalaman dalam pekerjaan itu.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, berdasarkan hasil audit kantor akuntan publik kerugian negara mencapai Rp 944 juta atas kasus korupsi itu.
Vonis terhadap Jabiat yang dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan itu jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejati Sumut, yakni tujuh tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 944 juta.
Selain hukuman satu tahun penjara, Jabiat juga dijatuhi hukuman denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan. Ia tidak diminta membayar uang pengganti kerugian negara karena menurut hakim para terdakwa tidak menerima kerugian negara itu.
Hutur mengatakan, meskipun vonis yang dijatuhkan jauh dari tuntutan jaksa, Jabiat langsung mengajukan banding. Jabiat juga langsung melaporkan Rapidin ke Kejaksaan Tinggi Sumut.
Hutur menyebut, Jabiat dianggap bersalah karena menggunakan anggaran belanja tidak terduga yang seharusnya hanya bisa digunakan dalam keadaan tanggap darurat. Sementara, ketika itu status kebencanaan masih siaga darurat. Ketika itu juga dilakukan pengalihan belanja tidak terduga menjadi belanja langsung tanpa prosedur. Menurut Hutur, Rapidin selaku bupati ketika itu patut diminta pertanggungjawaban hukum.
Ketika dihubungi Kompas, Rapidin menyebut, penyalahgunaan kewenangan dilakukan Jabiat di awal pandemi Covid-19 saat ketua satgas Covid-19 dijabat oleh Jabiat. ”Waktu itu Sekda masih menjabat Ketua Satgas Covid-19 selama setengah bulan. Di situ terjadi penyalahgunaan wewenang,” kata Rapidin.
Rapidin menyebut, dia memang menandatangani beberapa surat keputusan seperti penetapan status siaga darurat, penetapan satgas Covid-19, dan penggunaan belanja tidak terduga. ”Di semua surat keputusan disebutkan agar dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Namun, mereka mengerjakan yang lain,” kata Rapidin.
Rapidin menyebut, apa yang dilakukan mantan anak buahnya tersebut seperti mencari kambing hitam karena tidak terima dinyatakan bersalah. ”Kayak dipaksakan saja,” ujarnya.