Teknologi pertambangan, khususnya tambang bawah tanah, terus dipacu oleh PT Freeport Indonesia. Tujuan utamanya adalah memitigasi risiko keselamatan kerja di lingkungan ekstrem tersebut.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·5 menit baca
Sejak 2019, PT Freeport Indonesia beralih sepenuhnya ke tambang bawah tanah setelah 45 tahun menambang di permukaan. Perubahan itu membawa tantangan yang lebih berat: bagaimana menambang di ketinggian 3.000 meter dari permukaan laut dengan kedalaman hingga 1,5 kilometer menembus perut gunung. Tambahannya: bukan hanya sekadar bisa, tetapi juga harus aman.
Sebenarnya, penambangan bawah tanah sudah dilakukan PT Freeport Indonesia (PT FI) sejak 2006. Namun, kala itu skalanya masih kecil dan perusahaan masih fokus pada penambangan terbuka (open pit) di Grasberg, Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Kini, PT FI beralih sepenuhnya ke bawah tanah setelah open pit Grasberg sudah tak memungkinkan lagi ditambang.
Namun, penambangan bawah tanah menyajikan medan yang berat karena harus menembus badan gunung di bawah Grasberg yang mengandung bijih tembaga, emas, dan perak. Penambangan di lingkungan seperti itu memiliki risiko seperti lumpur basah, longsor, gas beracun, hingga debu tambang. Salah langkah, akibatnya bisa fatal bagi pekerja.
Karena itu, sejak memulai operasi tambang bawah tanah, PT FI memakai teknologi yang bisa menekan risiko keselamatan kerja di titik-titik rawan tersebut. Langkah utamanya yakni menggantikan peran manusia yang mengoperasikan alat-alat berat secara langsung di lokasi penambangan dengan alat-alat berat yang dikendalikan dari jauh.
”Jadi, kami konversikan beberapa peralatan produksi dari sistem manual ke remote atau digitalisasi agar bisa secara kontinu menambang di titik tersebut,” ujar Senior Vice President Underground Mining PT FI Hengky Rumbino, di Tembagapura, Kamis (1/9/2022).
Alat yang dimaksud antara lain loader atau kendaraan pengangkut materi batuan yang mengandung bijih mineral setelah diledakkan. Selain itu, ada rock breaker atau mesin penghancur batuan.
Semua peralatan itu dikendalikan oleh operator dari kantor melalui jaringan fiber optic dan sinyal Wi-Fi yang terhubung dengan konsol dan layar. Perangkat bernama Minegem itu wujudnya seperti perangkat permainan gim video di pusat perbelanjaan. ”Untuk satu tambang, 20-30 persen dilakukan oleh operator remote (jarak jauh), sisanya masih manual,” katanya.
Hengky menjelaskan, selain menghilangkan risiko keselamatan kerja di titik-titik yang rawan, teknologi automasi ini juga membawa sejumlah keuntungan lain. ”Salah satunya yakni kami bisa mendapatkan effective working hours (waktu bekerja efektif) yang lebih tinggi ketimbang penambangan secara manual,” ujarnya.
Ini tidak berbeda jauh dengan sistem manual yang berkisar 170-180 ton per jam.
Dia menyebutkan, dengan otomasi, operator yang duduk di konsol mengoperasikan penambangan bisa sambil melakukan hal lain, misalnya, makan dan minum. Kebutuhan break atau istirahat pun tidak sebanyak operator manual. Operator otomasi juga bisa menangani sejumlah peralatan sekaligus.
”Rata-rata kami bisa dapat 10 jam effective working hours setiap sif dibandingkan sistem manual yang sekitar 9 jam per sif,” ujar Hengky.
Dari segi produktivitas, Hengky mengungkapkan, teknologi otomasi saat ini juga sudah bisa mendekati sistem manual, misalnya untuk loader bisa mengumpulkan 160 ton batuan tambang per jam. ”Ini tidak berbeda jauh dengan sistem manual yang berkisar 170-180 ton per jam,” katanya.
Dari segi efisiensi, otomasi juga, dikatakan Hengky, dapat menekan biaya. Hal ini khususnya di tambang Grasberg Block Cave (GBC), tambang terbesar PT FI dari tiga tambang bawah tanah yang dioperasikan saat ini. Dua tambang lainnya yakni Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.
Di GBC, PT FI menggantikan truk-truk pengangkut material tambang dengan kereta otomatis. Kapasitas produksi GBC yang besar, yakni di atas 100.000 ton batuan tambang per hari, akan memerlukan sistem ventilasi udara yang masif jika memakai truk. Dengan kereta otomatis, kebutuhan ventilasi bisa jauh ditekan karena memakai tenaga listrik yang nihil gas buang.
Pada 1 September 2022, teknologi otomasi tambang bawah tanah PT FI diperkuat dengan jaringan 5G. Ini merupakan kerja sama PT FI dengan Telkomsel. Penggunaan teknologi ini pun diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
”Saya yakin teknologi ini akan membuat PT FI semakin diperhitungkan di tingkat global dan menghasilkan semakin banyak sumber daya manusia di bidang pertambangan yang berkualitas di dunia dan berkontribusi besar bagi kemajuan industri pertambangan Indonesia,” ujar Presiden saat peresmian.
Teknologi 5G memiliki keunggulan dari sisi kecepatan, kekuatan sinyal, latensi, keamanan data, dan kecerdasan perangkat. Jaringan tersebut memungkinkan lebih banyak ruang bagi perangkat pengguna untuk mendapatkan kecepatan data yang lebih tinggi.
Teknologi ini dapat mengendalikan berbagai mesin dan kendaraan di tambang bawah tanah dari jarak jauh, termasuk dari atas permukaan tanah, serta menggerakkan berbagai perangkat secara otomatis. Selain itu, teknologi 5G juga dapat memonitor dan mencegah risiko kecelakaan kerja melalui optimalisasi penggunaan kamera yang terhubung dengan kecerdasan buatan.
Yubrina Randongkir (31), operator loader Minegem PTFI yang telah tiga tahun bekerja, mengatakan, teknologi 5G ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jaringan fiber optic dan Wi-Fi yang selama ini dipakai. Salah satunya adalah koneksi lebih lancar ketimbang sebelumnya yang sering lag dan putus.
Dia pun optimistis teknologi ini bisa meningkatkan produktivitasnya, yakni dari rata-rata 200 bucket (2.000 ton material) per hari menjadi 300 bucket per hari.
Menteri BUMN Erick Thohir, yang juga hadir saat peresmian teknologi 5G PT FI, mengatakan, teknologi ini sudah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan tambang di Amerika Serikat, China, Swedia, dan Rusia. ”Hasilnya bisa meningatkan produktivitas sampai 25 persen, biaya operasional bisa turun sampai 40 persen, dan penghematan energi sebesar 20 persen,” ujarnya.
Karena itu, dia meminta penerapan teknologi ini menjadi benchmark di seluruh grup Mind ID, holding BUMN pertambangan Indonesia. PT FI termasuk bagian dari Mind ID. ”Ini agar Mind ID bisa terus efisien,” katanya.
Dengan teknologi yang terus disempurnakan, masa depan penambangan bawah tanah pun bisa berkelanjutan.