Pengoplosan Rentan Picu Kelangkaan Elpiji Bersubsidi di Cirebon
Polisi mengungkap praktik pengoplosan elpiji bersubsidi ke nonsubsidi di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Hal ini dapat memicu kelangkaan gas 3 kg.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jajaran Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat, menyita ribuan tabung elpiji berbagai ukuran yang diduga dioplos. Praktik ilegal pemindahan gas dari tabung bersubsidi ke nonsubsidi itu dapat memicu kelangkaan elpiji 3 kilogram di wilayah Cirebon.
Pengoplosan terjadi di sebuah bangunan semipermanen dan lahan kosong di Desa Palimanan Timur, Kecamatan Palimanan, atau berjarak sekitar 12 kilometer sebelah barat Kantor Bupati Cirebon. Lokasinya tertutup gerbang seng, sekitar 300 meter dari jalan penghubung desa.
Pada Senin (12/9/2022), garis polisi mengelilingi tumpukan tabung elpiji ukuran 3 kilogram (kg), 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg. Beberapa tabung gas melon ukuran 3 kg masih tersegel warna hijau dengan tulisan perusahaan penyalur elpiji dari Majalengka. Sebagian besar tabung tak bersegel.
Polisi menggerebek tempat tersebut pada Jumat (9/9/2022) malam setelah penyelidikan sekitar dua pekan. Dari pengungkapan itu, polisi menyita 1.137 tabung 3 kg. Sebanyak 704 tabung di antaranya kosong dan 433 tabung masih terisi. Sebanyak 13 tabung ukuran 5,5 kg turut disita.
Polisi juga menemukan 242 tabung ukuran 12 kg, 86 tabung ukuran 50 kg, 26 selang regulator gas, dan 934 tutup segel gas warna kuning. Tiga orang yang diduga terlibat dalam praktik pengoplosan gas ditangkap. Mereka adalah pemilik, pengirim tabung, dan seorang yang mengamankan lokasi.
Pemilik, AR, sudah menjadi tersangka dan ditahan, sedangkan dua orang lainnya masih berstatus saksi. Kasus pengoplosan elpiji bersubsidi itu merupakan yang pertama dalam setahun terakhir di wilayah Polresta Cirebon.
”Modusnya, pelaku dapat tabung dari berbagai tempat. Gas dari tabung 3 kg dipindahkan ke tabung nonsubsidi menggunakan selang regulator dan es batu untuk mendinginkan,” kata Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Arif Budiman di lokasi.
Hasil pengoplosan itu lalu dijual ke konsumen hingga rumah makan di wilayah Cirebon dan sekitarnya, seperti Majalengka, Kuningan, dan Indramayu. ”Dari hasil pendalaman, praktik ini sudah berjalan tiga bulan. Hasil penjualan, pelaku dapat hampir Rp 148 juta per bulan,” ucapnya.
Dalam sehari, pelaku bisa menjual minimal 25 tabung elpiji nonsubsidi ukuran 12 kg dan 50 kg yang isinya sudah dicampur elpiji bersubsidi 3 kg. Pelaku menjual tabung dengan harga miring. Tabung 12 kg, misalnya, dijual Rp 104.000. Padahal, harga isi ulangnya berkisar Rp 200.000.
”(Pengoplosan) ini adalah penyalahgunaan gas elpiji bersubsidi. Apabila tidak cepat dilakukan penindakan, akan menimbulkan kelangkaan elpiji 3 kg untuk masyarakat kurang mampu,” ujar Arif. Apalagi, harga gas 3 kg yang sekitar Rp 20.000 terpaut jauh dengan elpiji nonsubsidi.
Selain perbedaan harga yang timpang, lanjut Arif, terdapat celah dalam distribusi elpiji bersubsidi. Ia mencontohkan, dalam satu wilayah terdata 20 penerima elpiji bersubsidi. ”Tapi, yang didistribusikan ada 50 tabung. Ini yang tidak relevan sehingga kami dalami,” ujarnya.
Arif tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Oleh karena itu, pihaknya tengah mendalami rantai distribusi dari agen hingga pangkalan elpiji. ”Kami juga akan koordinasi dengan BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas),” ungkapnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon Komisaris Anton mengatakan, pelaku diduga mendapatkan elpiji bersubsidi dari 14 titik di wilayah Cirebon. ”Titik pengiriman itu ada dari agen, SPBE (stasiun pengisian bulk elpiji), dan pangkalan. Ini yang akan kami dalami,” ujarnya.