Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, Presiden BEM SV UNS Dilaporkan
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret dilaporkan atas dugaan kasus pelecehan seksual oleh korbannya. Kasus itu diketahui lewat utas cerita para korban pada Twitter.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret dilaporkan atas dugaan kasus pelecehan seksual oleh korbannya. Kasus itu diketahui lewat utas cerita para korban pada media sosial Twitter. Pelapor tengah menunggu kejelasan sikap dari pihak perguruan tinggi.
Utas soal dugaan pelecehan seksual itu diunggah oleh akun bernama @promaagbos sejak Jumat (7/10/2022) malam. Menurut utas tersebut, sedikitnya ada tiga korban yang mengalami dugaan pelecehan seksual. Korban dan terduga pelaku sama-sama berjenis kelamin laki-laki. Hingga Selasa (11/10/2022), utas tersebut sudah disukai oleh 26.900 pengguna dan dicuitkan ulang oleh 5.876 pengguna.
Atas peristiwa yang dialami, salah seorang korban melaporkan perbuatan terduga pelaku pada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNS, Senin (10/10/2022). Pelaporan tersebut didampingi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Vokasi (BEM SV) UNS dan Dewan Mahasiswa SV UNS.
”Sudah dilaporkan, tetapi kami masih menunggu pernyataan dari satgas. Apakah kasus ini dinaikkan ke penyidikan atau seperti apa? Kami menunggu sikap dari satgas,” kata Dewan Mahasiswa SV UNS Muhammad Alfied Pandam Pamungkas saat dihubungi pada Senin malam.
Setelah beredarnya kasus tersebut, BEM SV UNS juga mengeluarkan desakan agar terduga pelaku dilepas dari jabatannya sebagai Presiden BEM SV UNS. Dewan Mahasiswa SV UNS menyikapinya dengan membuat keputusan pelimpahan kewenangan jabatan dari Presiden BEM SV UNS kepada Wakil Presiden BEM SV UNS. Pelimpahan kewenangan bertujuan agar organisasi berjalan sebagaimana mestinya.
”Kondisi organisasi BEM memang baru konsolidasi ulang karena pimpinannya tidak bisa menjalankan fungsi itu. Jadi, roda organisasi tetap berjalan dengan komando wapres,” kata Pandam.
Untuk itu, Pandam mengharapkan agar penanganan kasus segera bisa diperjelas. Posisi terduga membuat pelepasan jabatan urung dilakukan. Pihaknya akan menindaklanjuti pelepasan jabatan, atau pembebasan tugas presiden, jika nanti status laporan sudah dinaikkan ke tingkat penyidikan. Keputusan pembebasan tugas diperlukan untuk mempermudah segala proses penyidikan kelak.
Sebelumnya, Ketua Satgas PPKS UNS Ismi Dwi Astuti Nurhaeni memantau sejak awal mencuatnya kabar dugaan pelecehan seksual tersebut. Pihaknya mempersilakan korban untuk segera melaporkan kasus tersebut kepada timnya. Adanya laporan menjadi dasar bagi timnya untuk bertindak mengingat kasus dugaan pelecehan seksual yang masuk dalam kategori delik aduan. Kerahasiaan identitas korban juga dijamin dalam pelaporan tersebut.
”Kalau ada laporan, kami jelas akan memberikan perlindungan pada korban. Kemudian, meminta keterangan dan mengundang terduga pelaku. Kalau dugaan sebagaimana yang disebutkan benar, akan dijatuhkan sesuai peraturan yang berlaku,” kata Ismi.
Adapun dasar pemberian sanksi mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sanksi yang diberikan berjenis sanksi administratif dengan tiga tingkat pelanggaran, yaitu ringan, sedang, hingga berat. Seberapa berat sanksi yang diberikan nantinya bergantung pada tingkat pelanggaran.
Untuk jenis sanksi administratif ringan, pelaku nantinya hanya akan diberi teguran tertulis atau membuat pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan baik di internal kampus maupun media massa.
Sanksi administratif sedang, jenis hukumannya terentang dari pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatannya. Apabila pelaku masih berstatus mahasiswa, ia akan mendapatkan pengurangan hak, seperti skorsing, pencabutan beasiswa, dan hak lainnya.
Sementara itu, sanksi administratif paling berat ialah berupa pemberhentian tetap sebagai mahasiswa dan jabatan pendidik atau tenaga kependidikan.