Masyarakat Digerakkan untuk Lakukan Mitigasi Risiko Gagal Ginjal
Warga Kabupaten Sleman, DIY, akan dilatih untuk mengenali senyawa dalam obat. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat bisa melakukan mitigasi risiko terhadap bahaya gagal ginjal.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Di tengah maraknya kasus gagal ginjal akut, para apoteker dan petugas puskesmas di Kabupaten Sleman, DIY, segera diterjunkan untuk memberi pemahaman tentang obat kepada masyarakat. Edukasi ini diharapkan bisa memberi bekal pengetahuan untuk mengonsumsi atau memberikan obat kepada anak secara benar.
”Dengan edukasi tersebut, kami berharap nantinya masyarakat, terutama kalangan orangtua, bisa melakukan mitigasi risiko untuk menghindari bahaya terjadinya gagal ginjal,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Cahya Purnama dalam jumpa pers, Jumat (21/10/2022).
Dalam program edukasi tersebut, masyarakat nantinya diberi sekumpulan contoh obat dan dilatih untuk mengenali senyawa yang terkandung di dalamnya serta bagaimana fungsi dan cara kerja dari senyawa tersebut. Pengenalan dan edukasi tentang senyawa-senyawa yang terkandung dalam obat dilakukan untuk menyadarkan warga agar tak mengonsumsi sembarang obat.
Cahya mencontohkan saat menderita pusing dan demam misalnya, orang sering kali mengonsumsi dua merek obat yang berbeda secara sekaligus. Jika kemudian dalam dua obat tersebut mengandung satu komponen atau satu senyawa, konsumsi dua obat tersebut secara otomatis akan menimbulkan kelebihan penyerapan satu komponen tersebut dalam tubuh. ”Padahal, penyerapan secara berlebihan justru akan mengubah senyawa tersebut menjadi racun dan merusak ginjal,” ujarnya.
Kewaspadaan saat mengonsumsi obat ini, menurut dia, perlu diingatkan kembali karena berdasarkan hasil suatu survei, di tengah pandemi Covid-19 di tahun 2021, tingkat kunjungan masyarakat ke fasilitas kesehatan relatif berkurang. Ketika itu, banyak orang cenderung melakukan pengobatan sendiri.
Lebih lanjut, Cahya juga mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat-obatan yang berlabel herbal. Selain kandungan komponen di dalamnya tidak diketahui secara jelas, tingkat higienitas obat-obatan herbal, seperti jamu, terbilang diragukan.
”Mungkin prosesnya dilakukan di tempat yang bersih dan menggunakan bahan baku yang dibersihkan terlebih dahulu. Namun, bagaimana dengan wadah atau media yang dipakai untuk memberikan jamu kepada pelanggan? Seperti kita tahu, gelas jamu yang sudah dipakai pelanggan saja dicuci bersama-sama dalam satu ember,” ujarnya.
Dengan cara tersebut, jika satu pelanggan menderita penyakit menular tertentu, pelanggan yang lain juga berisiko tinggi tertular. Jamu, menurut dia, juga patut diwaspadai karena sejumlah tukang jamu biasanya mencampurkan bahan-bahan alami dengan bahan kimia.
Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman, Yuli Kristiyanto, mengatakan, kasus gagal ginjal akut pada anak yang kini merebak di sejumlah daerah, seharusnya menjadi momentum bagi semua orang untuk semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap konsumsi obat.
”Kasus gagal ginjal akut ini sekaligus menjadi sinyal penanda bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan, hati-hati untuk mengonsumsi obat apa pun,” ujarnya.
Sementara ini, etilen glikol dari obat sirup adalah pemicu terjadinya gagal ginjal akut pada anak. Namun, karena penelitian belum selesai, maka tidak bisa disimpulkan bahwa senyawa tersebut menjadi satu-satunya faktor penyebab.
Hingga saat ini, Yuli mengatakan, penyebab gagal ginjal akut masih misterius. Di tengah ketidakjelasan tersebut, maka segenap masyarakat diminta untuk berhati-hati dan tidak mengonsumsi atau memberikan obat dalam bentuk sirop.
Sejauh ini, di Kabupaten Sleman terdapat tiga kasus gagal ginjal akut pada anak, dan seorang di antaranya, seorang anak berusia 10 tahun, meninggal.