Ratusan warga dan siswa sekolah di kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, mengikuti simulasi menghadapi tsunami dalam upaya mitigasi bencana.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Ratusan warga dan siswa sekolah di kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, mengikuti simulasi menghadapi tsunami. Kegiatan ini diharapkan melatih warga agar tidak panik dan sigap saat terjadi gempa dan tsunami.
Simulasi tersebut diadakan di Pantai Purus, kawasan obyek wisata Pantai Padang di Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sabtu (5/11/2022) pagi. Kegiatan diikuti sekitar 100 warga dan ratusan pelajar di sejumlah sekolah.
Dalam simulasi itu, warga awalnya diminta beraktivitas seperti biasa. Lalu, secara tiba-tiba terjadi gempa, kemudian disusul tsunami. Selanjutnya, warga melakukan evakuasi ke Hotel Mercure, salah satu bangunan tinggi di sekitar pantai.
Pada kesempatan pertama, peserta terkesan panik dan langsung berlari sehingga mesti diulang. Baru pada kesempatan kedua, saat terjadi gempa, warga berlindung dulu, melihat situasi, baru memutuskan evakuasi ke tempat aman.
Yelmi (42), warga yang ikut simulasi, mengatakan, ia senang bisa berpartisipasi dengan kegiatan ini. Ia mengikuti simulasi bersama empat anggota keluarganya, yaitu mertua, kakak, dan adik.
”Senang, dari sebelumnya tidak tahu, sekarang jadi tahu. Ini yang akan dikerjakan. Bagaimana cara larinya. Tidak boleh panik. Harus tenang dulu saat gempa, lihat situasi, baru evakuasi,” katanya.
Wali Kota Padang Hendri Septa mengatakan, simulasi tsunami dalam rangka Hari Kesadaran Tsunami Sedunia yang diperingati setiap 5 November. Padang merupakan salah satu daerah di pesisir Sumbar yang berisiko menghadapi tsunami jika terjadi gempa di laut.
”Kami mengadakan pelatihan atau simulasi. Ketika bencana itu datang, warga, terutama di sekitar pesisir bisa siap siaga. Kami, warga dan anak-anak, beraktivitas seperti biasa. Nah, ketika gempa terjadi, apa reaksi mereka, itu yang dilatih,” katanya seusai simulasi.
Pada kesempatan pertama, peserta terkesan panik dan langsung berlari sehingga mesti diulang.
Hendri melanjutkan, dalam simulasi itu, warga diminta tenang, menganalisis situasi, kemudian bergerak cepat mencari titik aman. Dalam simulasi ini, pemkot bekerja sama dengan Hotel Mercure melakukan simulasi bersama.
”Kami tidak dalam rangka mengundang bencana, tetapi melatih warga untuk siaga. Kita berada di daerah rawan bencana. Bencana bisa datang kapan saja, apalagi Kota Padang berada berhadapan dengan Samudra Hindia,” ujar Hendri.
Secara umum, kata Hendri, reaksi peserta relatif bagus saat tsunami. Walakin, respons warga sekitar, yang tidak dikondisikan dari awal, terasa kurang. Semestinya, ketika melihat warga lain melakukan evakuasi saat simulasi, warga lain yang melihat juga tergerak untuk ikut berlatih.
Menurut Hendri, simulasi ini sudah lama tidak dilakukan, sejak pandemi Covid-19. Sekarang, saat kondisi mulai kondusif, simulasi digiatkan kembali. ”Kami upayakan simulasi minimal sekali tiga bulan supaya warga sadar,” katanya.
Adapun selter tempat berlindung, kata Hendri, Padang sudah punya tiga unit, yaitu dua di Kecamatan Koto Tangah dan satu di Kecamatan Padang Utara. Pemkot sedang mengajukan proposal penambahan selter kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencanan (BNPB).
”Kami juga berkoordinasi dengan pengelola gedung-gedung tinggi yang ada di Padang. Pembuatan jalur evakuasi cepat juga sedang direncanakan,” ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Adapun antisipasi terhadap putusnya jaringan telekomunikasi saat gempa, Hendri mengatakan, pemkot sudah membiasakan instansi menggunakan walkie-talkie. ”Di tiap-tiap OPD (organisasi perangkat daerah) sudah ada walkie-talkie,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Padang Barat Junie Nursyamza mengatakan, ada sekitar 300 orang terlibat dalam kegiatan ini. Sebanyak 100 orang adalah warga Purus, sisanya siswa dari sekolah yang ada di sekitar lokasi.
”Kami sosialisasi. Dari dulu sudah ada sosialisasi. Cuma ini, kan, mengingat-ingatkan kembali. Sosialisasi tidak bisa sekali dua kali, harus ada rutin karena setiap tahun informasi tentang kebencanaan ada pembaruan. Kami dibantu BMKG dan BPBD,” kata Junie.
Ditambahkan Junie, sebagian besar warga sebenarnya sudah punya pengetahuan tentang gempa dan tsunami dari internet. Walakin, informasi dari BMKG dan BPBD lebih valid. Selain itu, simulasi ini juga momen melatih warga agar tidak panik.
”Dalam konsepnya, yang lebih berbahaya saat bencana itu adalah panik. Latihan ini untuk mengurangi kepanikan. Kalau kita tahu caranya, tapi kemudian saat gempa panik, buyar semuanya,” ujarnya.