Kejahatan Jalanan, Batu Ujian Rasa Aman di Makassar
Kejahatan jalanan di Makassar yang terus terjadi kini menjadi teror bagi warga kota. Hal ini seolah menjadi ujian bagi terciptanya rasa aman di tengah kota dan warganya yang terus bergeliat.
Tengah malam, Rabu awal November lalu, dua pemuda ditemukan tergeletak tak bernyawa di tepi jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar. Satu bernama Amat (17), korban lain bernama Aziz (21). Aparat kepolisian menyebut korban mengalami kecelakaan lalu lintas setelah dilempar anak panah.
Pada malam yang sama, di tempat berbeda, seorang remaja harus dibawa ke rumah sakit setelah dikeroyok gerombolan geng motor. Tak jelas pemicunya. Informasi dari paman korban menyebut korban bersama dua temannya sedang berjalan saat rombongan geng motor melintas.
Hanya beberapa hari berselang, tepatnya Minggu (6/11/2022), sebuah warung kopi di bilangan Jalan Pengayoman, Makassar, diserang sekelompok pemuda. Bersenjata parang, anak panah, dan katapel, gerombolan ini mengancam pengunjung. Namun, penyerang kali ini salah sasaran karena warkop itu jadi tempat istirahat Kasat Reskrim Polrestabes Makasaar Ajun Komisaris Besar Reonald TS Simanjuntak dan Wakasat Reskrim Polrestabes Makasar Komisaris Jufri Nasir bersama sejumlah anggota seusai berpatroli. Tujuh pelaku ditangkap. Penyerangan ini pun lantas menjadi viral.
Kekerasan bergerombol juga terjadi pada Jumat (18/11) dini hari di depan sebuah hotel di Jalan Pelita Raya, Makassar. Dua kelompok pemuda yang terlibat perkelahian saling kejar hingga masuk ke dalam area lobi hotel. Sebuah kaca pecah. Pengunjung dan petugas hotel dibuat panik.
Rangkaian peristiwa ini bukan yang pertama. Sederet kejadian serupa telah terjadi sebelumnya. Nyaris setiap pekan ada saja peristiwa seperti ini. Tidak sedikit jatuh korban luka akibat terkena anak panah ataupun diserang geng motor.
Sebelumnya, di beberapa kompleks perumahan, warga dibuat resah oleh serangan geng motor. Datang berombongan ke kompleks, komplotan bermotor ini kemudian meneror warga. Ada yang melempari rumah warga dengan batu, ada yang berteriak-teriak sembari membunyikan gas dan klakson motor dengan suara besar. Peristiwa demi peristiwa ini menjadi teror. Warga yang pulang malam atau mau keluar malam karena ada keperluan menjadi khawatir.
Resah
Tidak sedikit orangtua yang resah saat jarum jam menunjuk pukul 22.00 wita dan anak mereka belum pulang. Ini misalnya dialami Fatmawati (50), warga Kelurahan Buakana yang anaknyakuliah di Universitas Bosowa.
”Hampir setiap sore setelah kuliah, anak saya ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas. Kadang temannya yang datang. Entah kenapa, setiap kali dia di rumah temannya dan belum pulang pada jam 10 malam, saya gelisah. Kadang kalau sudah jam 11 malam, saya melarang pulang dan minta dia menginap sekalian,” tuturnya.
M Iqbal Salman (40), seorang warga jalan Pelita Raya, Makassar, suatu malam menginformasikan kejadian yang dia alami di depan rumahnya pada grup Whatsapp kompleks. ”Tadi setelah magrib di depan rumah, saya didatangi dua anak muda laki-laki berboncengan motor. Mereka mau memalak. Beruntung mereka belum sempat mengeluarkan senjata tajam yang saya lihat dari balik jaketnya. Mohon warga berhati-hati,” katanya.
Resah kini dirasakan banyak warga. Memang peristiwa seperti penyerangan menggunakan anak panah, teror di kompleks permukiman, hingga aksi geng motor tidak terjadi di semua tempat. Toh, peristiwa ini tetap saja menjadi teror bagi sebagian warga.
Baca Juga: Teror Begal Resahkan Warga Makassar
Tak sekadar menjadi penyebab keresahan warga, maraknya tindak kriminal jalanan ini bahkan membuat MUI Sulawesi Selatan ikut bersikap. Melalui Maklumat Nomor 03/DP.P.XXI/XI/2022 yang diterbitkan pada Senin (14/11/2022), MUI mengeluarkan pernyataan haram terkait senjata tajam.
”Menegaskan keharaman memproduksi, membawa, dan menggunakan senjata tajam, busur, panah, dan sejenisnya untuk meneror dan melukai orang lain. Merekomendasikan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mencegah dan menindak tegas orang yang memproduksi, membawa, dan menggunakan senjata tajam, busur, panah, dan sejenisnya untuk meneror dan melukai orang lain,” kata Ketua Umum Dewan Pembina MUI Sulsel Prof KH Najamuddin.
Batalyon 120
Aksi kriminal jalanan yang marak ini oleh sebagian orang kemudian dikaitkan dengan keberadaan Batalyon 120 atau dikenal dengan singkatan B 120. Organisasi kemasyarakatan ini bentukan Forkopimda Makassar yang idenya datang dari Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto dan Kapolrestabes Makassar Komisaris Besar Budhi Haryanto.
Organisasi ini resmi didirikan pada Februari lalu. Berangkat dari keresahan akibat maraknya kriminal jalanan, wali kota dan Kapolrestabes Makassar mengumpulkan pemuda dan orang-orang yang disebut sebagai kelompok pelaku. Tujuannya adalah pembinaan sekaligus memberi tanggung jawab untuk ikut menjaga ketertiban.
”Karena mereka sebelumnya adalah kelompok pelaku, maka, dengan membina, kami harap mereka akan berhenti. Mereka juga akan mengenal jika ada orang-orang yang akan melakukan aksi kriminal dan bisa mencegah,” kata Ramdhan.
Baca Juga: Polisi Bantah Gunakan Busur Saat Amankan Aksi Mahasiswa di Makassar
Hal ini dibenarkan Kapolrestabes Makassar Komisaris Besar Budhi Haryanto. ”Mereka ini, kalau dalam persidangan, seperti saksi mahkota. Terdakwa yang bersaksi untuk terdakwa lain. Artinya, jika ada peristiwa, mereka bisa mengetahui pelakunya dan apa perannya masing-masing. Ini seperti justice collaborator. Harapan kami, dengan begini, mereka tidak akan berani berbuat macam-macam. Apalagi, dengan pembinaan, pemberdayaan, syukur bisa dicarikan atau menciptakan lapangan pekerjaan buat mereka,” kata Budhi.
Sejumlah anggota B120 memang kini dibina. Mereka, misalnya, diikutkan dalam program penanganan kebakaran. Mereka dilatih di Dinas Damkar Kota Makassar. Ada pula yang dijadikan juru parkir resmi dan beragam aktivitas lain.
Sayangnya, niat baik pembentukan B120 ini ternoda oleh beberapa peristiwa yang melibatkan anggota kelompok ini. Pada pertengahan September lalu, aparat kepolisian menggerebek sekretariat B120 dan menemukan ratusan anak panah dan beragam senjata tajam. Selain itu, ada pula botol-botol minuman keras.
Baca Juga: Polisi Tangkap 22 Anggota Geng Motor yang Kerap Memanah di Makassar
Sesaat penggerebekan usai, M Rusdi, Ketua B120, mengatakan, anak panah dan senjata tajam yang ditemukan di sekretariat B120 adalah sitaan dari para anggota. Menurut rencana, senjata tajam tersebut akan diserahkan kepada aparat keamanan. Adapun persoalan yang melibatkan anggota B120, seperti perkelahian di depan hotel, adalah murni persoalan pribadi. Bukan atas nama kelompok.
Meski demikian, alasan itu tak memulihkan citra B120. Sejumlah warga di sekitar sekretariat pun sering mengeluh jadi terganggu akibat ulah kelompok B120 saat berkumpul.
Pencopotan Kanit Reskrim Polsek Tallo Iptu Faizal pascapenggerebekan juga membuat pandangan miring pada kelompok ini makin menjadi. Walau Kapolrestabes membantah pencopotan ini terkait penggerebekan, banyak pihak telanjur menuduh kelompok ini seolah kebal hukum. Terlebih peristiwa kriminal jalanan yang terus terjadi membuat orang mempertanyakan kembali maksud awal dibentuknya kelompok ini.
Peran babinkantibmas
Kriminolog Universitas Negeri Makassar, Prof Heri Tahir, mengatakan, maraknya aksi kriminal jalanan terjadi karena banyak faktor. Persoalan ekonomi menjadi salah satu yang cukup signifikan berpengaruh. Selain itu, adanya kesempatan.
”Saya menyarankan dilakukan pemetaan daerah-daerah rawan dan peningkatan patroli di wilayah tersebut. Melibatkan babinkamtibmas, perangkat kecamatan, kelurahan, RW, RT, serta warga setempat juga perlu. Sebenarnya babinkamtibmas paling tahu peta wilayahnya, bahkan orang-orang yang terlibat atau menjadi pelaku. Mestinya peran mereka dimaksimalkan,” tuturnya.
Pembentukan kelompok-kelompok masyarakat terutama dengan melibatkan pelaku, bagi Heri bukan jalan keluar. Bahkan, bisa menjadi kontraproduktif. Terkesan kelompok seperti ini diberi wewenang. Hal ini bisa lebih berbahaya.
Sebenarnya babinkamtibmas paling tahu peta wilayahnya, bahkan orang-orang yang terlibat atau jadi pelaku. Mestinya peran mereka dimaksimalkan.
”Ini seperti ekstra yudisial dan berbahaya. Siapa yang mengawasi mereka, siapa yang tahu apa yang mereka lakukan. Apalagi, jika mereka merasa diberi wewenang dan merasa ada yang mem-backup. Memang urusan keamanan bukan tugas aparat semata, melainkan masih ada perangkat yang bisa dimaksimalkan, misalnya babinkamtibmas, lurah, camat, RT, RW, dan warga setempat. Karena mereka paling tahu wilayahnya dan paling mungkin ikut menjaga wilayah,” paparnya.
Penegakan aturan, lanjut Heri, juga menjadi bagian meredam aksi kejahatan jalanan. Dia mengingatkan kejahatan jalanan punya faktor pendorong dan penghambat. Memahami kedua faktor ini juga menjadi penentu meminimalkan aksi kejahatan jalanan.