Terdampak Pembangunan Tol, Pemilik Tanah di Demak Minta Ganti Rugi
Persoalan lahan masih menjadi ganjalan dalam pembangunan tol Semarang-Demak di Jateng. Ahmad Suparwi, seorang petani asal Demak, menjadi salah satu korban. Tanpa persetujuan dan ganti rugi, sawahnya menjadi jalan tol.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Ahmad Suparwi (72), seorang petani yang lahannya turut dipakai dalam proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak di Jawa Tengah, menuntut ganti rugi. Tanpa persetujuan Suparwi, sawah seluas 3.700 meter persegi yang sehari-hari ia garap untuk memenuhi kebutuhan keluarganya itu kini telah disulap menjadi jalan bebas hambatan.
Pada Senin (28/11/2022), Suparwi mendatangi Kantor Gubernur Jateng di Kota Semarang. Warga Desa Pulosari, Kecamatan Karangtengah, Demak, itu berangkat ke Kota Semarang dengan menaiki sepeda motor bersama istrinya, Maslekah (63). Mereka menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer dalam waktu lebih kurang satu jam.
Sesampainya di kantor gubernur, Suparwi dan istrinya diterima oleh petugas dari Tata Usaha Gubernur Jateng. Kepada petugas, Suparwi mengungkapkan keinginannya untuk bertemu langsung dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Sayangnya, permintaan itu tak bisa dikabulkan lantaran Ganjar sedang mengikuti rapat koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
”Selain itu, katanya saya harus mengajukan surat permohonan bertemu. Nanti surat permohonannya diproses dulu. Saya nanti dipanggil ke sini lagi. Kalau sampai dua hari lagi belum ada kabar, saya diminta menelepon. Tadi dikasih nomor telepon yang bisa dihubungi untuk bertanya lebih lanjut,” kata Suparwi di Semarang, Senin.
Suparwi mengaku kecewa karena belum bisa bertemu dengan Ganjar untuk mengadukan persoalannya. Suparwi amat ingin agar pemerintah bisa segera membayarkan uang ganti rugi atas sebagian tanahnya yang dipakai dalam pembangunan seksi II Jalan Tol Semarang-Demak.
Dalam kesempatan itu, Suparwi membawa sejumlah dokumen, antara lain sertifikat tanah hak milik bernomor 471 atas nama Ahmad Suparwi; surat jual beli tanah pada 1989; surat keterangan balik nama pada 2009; tanda bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2020, 2021, dan 2022; salinan dokumen tentang data pemilik tanah terdampak pembangunan jalan tol dari Pemerintah Desa Pulosari; serta surat aduan kepada Kepolisian Daerah Jateng.
Di Desa Pulosari, Suparwi memiliki tanah seluas 3.940 meter persegi. Dari jumlah tersebut, sekitar 3.700 meter persegi lahan itu telah dipakai untuk Jalan tol Semarang-Demak tanpa persetujuan Suparwi.
Pada 1997, Suparwi dan para pemilik lahan lain di Desa Pulosari pernah dikumpulkan di balai desa untuk sosialisasi terkait pembebasan lahan untuk proyek Jalan Tol Semarang-Demak. Sejak saat itu, Suparwi mengaku tidak pernah lagi mendapatkan kabar terkait proyek tersebut.
Suparwi menolak, tetapi tanahnya tetap diuruk untuk keperluan pembangunan jalan tol.
Puncaknya pada 13 November 2020, Suparwi didatangi oleh pemerintah desa setempat dan diminta menandatangani surat yang menyatakan bahwa dirinya merelakan tanah dengan sertifikat bernomor 471 atas nama Ahmad Suparwi untuk pembangunan jalan tol. Suparwi menolak. Ia lantas kembali didatangi untuk dimintai tanda tangan pada surat yang sama pada 2 Desember 2020. Lagi-lagi, Suparwi menolak, tetapi tanahnya tetap diuruk untuk keperluan pembangunan jalan tol (sebelumnya, Suparwi mengatakan tanahnya diuruk pada tahun 2018, Kompas.id 27/22/2022).
”Saya menolak karena tidak ada uang ganti ruginya. Saya disuruh merelakan begitu saja. Meski saya tidak mau, tanah saya tetap diuruk pada 2 Desember 2020 itu. Saat diuruk kondisi tanah saya itu sedang saya tanami padi, padinya baru saja saya pupuk,” kata Suparwi sambil terisak.
Pada hari yang sama dengan saat lahannya diuruk, yakni 2 Desember 2020, Suparwi melaporkan kasusnya itu ke Kepolisian Daerah Jateng. Menurut Suparwi, polisi menjanjikan akan segera melakukan gelar perkara. Namun, hingga kini, Suparwi belum mendapatkan keterangan lebih lanjut terkait hal tersebut. Pada 31 Agustus 2022, polisi memasang plang merah bertuliskan ”Lahan/tanah SHM 471 A.N Haji Achmad Suparwi saat ini dalam proses penyelidikan Ditreskrimum Polda Jateng”. Plang itu masih terpasang di sebelah jalan tol seksi II ruas Sayung-Demak Jalan Tol Semarang-Demak sampai saat ini.
Sejak sawahnya diuruk, Suparwi mengaku tidak bisa lagi menggantungkan perekonomian keluarganya pada hasil bertani. Padahal, bertani merupakan cara Suparwi tetap produktif tanpa membebani anak dan cucunya. Sedianya, sawah itu juga direncanakan akan diwariskan kepada anak dan cucunya kelak.
Tidak ada
Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Jalan Tol Semarang-Demak Diah Rahmawati mengatakan, pengadaan tanah untuk Jalan Tol Semarang-Demak dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Dalam aturan tersebut, ada tahapan inventarisasi dan identifikasi lahan oleh Badan Pertanahan Nasional.
”Hasil inventarisasi dan identifikasi BPN itu yang menjadi dasar penilaian dalam musyawarah bentuk ganti kerugian dan validasi BPN. Validasi tersebut yang menjadi dasar pembayaran ganti kerugian. Berdasarkan tahapan tersebut, nama yang bersangkutan (Suparwi) tidak ada,” tutur Diah.
Sementara itu, Ganjar hanya berkomentar singkat saat ditanya terkait persoalan yang membelenggu Suparwi. Menurut dia, pihaknya akan mengurus persoalan tersebut. ”Ya, kita uruskan,” ucapnya.
Sebelumnya, Ganjar menyatakan akan membentuk tim khusus untuk menyelesaikan persoalan terkait pembebasan lahan. Tim akan bekerja dengan mengutamakan pendekatan personal dan diskusi hingga mencapai kesepakatan bersama. Ganjar menilai, pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak harus segera diselesaikan. Selain untuk memecah kepadatan, tol itu juga diharapkan bisa menjadi tanggul laut dan bisa membebaskan Semarang dan Demak dari rob.