KPK Temukan Dokumen Penukaran Uang di ”Money Changer”
KPK menemukan dokumen penukaran uang yang diduga terkait erat dengan perkara tindak pidana suap pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur di tempat penukaran uang asing atau ”money changer”.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan dokumen penukaran uang yang diduga terkait erat dengan perkara tindak pidana suap pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur di tempat penukaran uang asing atau money changer. Penyitaan akan segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik KPK melanjutkan penggeledahan di sejumlah lokasi untuk mencari titik terang perkara pada Kamis (22/12/2022). Total terdapat empat lokasi berbeda di Surabaya yang telah selesai digeledah.
Keempat lokasi itu adalah tiga institusi pemerintah serta satu kantor swasta. Institusi pemerintah yang digeledah meliputi Kantor Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya Jatim; Kantor Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Jatim; dan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim.
Menurut Ali, dari penggeledahan yang dilakukan di tiga kantor dinas tersebut, penyidik menemukan dan mengamankan berbagai dokumen. Selain itu, didapati alat elektronik yang diduga kuat terkait dana hibah.
Penyidik KPK juga menggeledah sebuah institusi swasta atau perorangan. Institusi itu adalah kantor penukaran uang asing atau money changer yang berlokasi di Surabaya.
”Sedangkan di money changer ditemukan dan diamankan adanya dokumen penukaran sejumlah uang yang diduga kuat terkait dengan perkara suap ini,” ujar Ali Fikri saat dihubungi, Jumat (23/12/2022).
Dia menambahkan, terkait dengan beragam temuan dokumen, alat elektronik, serta dokumen penukaran uang, penyidik KPK segera melakukan analisis dan penyitaan. Upaya itu ditempuh untuk melengkapi berkas perkara penyidikan.
Rangkaian penggeledahan yang dilakukan KPK di Jatim terkait dengan penangkapan dan penetapan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka suap dana hibah APBD Jatim. Sahat diduga menerima suap senilai Rp 1 miliar dari yang dijanjikan sebesar Rp 2 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah.
Sahat ditangkap bersama tiga orang lainnya, yakni Abdul Hamid (Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang), Ilham Wahyudi alias Eeng (koordinator kelompok masyarakat), dan Rusdi (anggota staf ahli Sahat). Keempat orang itu ditangkap di Surabaya, Rabu (14/12/2022).
Saat ditangkap, Sahat menerima Rp 1 miliar dari yang dijanjikan Hamid sebesar Rp 2 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah dari APBD Jatim untuk tahun 2023. Uang itu diterima Sahat dalam bentuk mata uang asing, yakni dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat.
Sehari sebelumnya, Rabu (21/12/2022), penyidik KPK menggeledah kompleks Kantor Gubernur Jatim yang terdiri dari ruang kerja Gubernur Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, dan ruang kerja Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Adhy Karyono.
Penyidik juga memeriksa Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Jatim, BPKAD Jatim, dan Bappeda Jatim. Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan, antara lain, berbagai dokumen penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, terkait dengan besaran nilai dana hibah Pemprov Jatim yang digulirkan setiap tahun, yang mengetahui secara pasti adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jatim selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selain itu, masalah dana hibah juga menjadi kewenangan Bappeda Jatim sebagai institusi yang menangani secara detail.
Menurut Khofifah, dana hibah yang disalurkan Pemprov Jatim melalui DPRD Jatim merupakan program pokok pikiran (pokir). Artinya, permohonan dana hibah tersebut merupakan usulan atau pokok pikiran dewan yang didasarkan pada hasil penjaringan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan masing-masing.
”Pokir ini lalu di-breakdown. Ada tiga hal yang menjadi prasyarat cairnya anggaran,” ujar Khofifah, Jumat (23/12/2022), di Gedung Negara Grahadi.
Persyaratan pencairan dana hibah yang pertama adalah adanya surat keputusan atau SK gubernur. Semua pokok pikiran dalam bentuk hibah bisa dicairkan apabila ada SK gubernur. Adapun SK gubernur ini akan diterbitkan apabila sudah ada verifikasi dari inspektorat.
Verifikasi dilakukan setelah ada tim yang turun ke lapangan untuk memastikan lembaga atau institusi penerima dana hibah bukan lembaga fiktif. Lembaga penerima dana hibah, lanjut Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini, harus punya legalitas dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terdekat, yakni kecamatan.
”Setiap penerima dana hibah harus tanda tangan tiga hal (pakta integritas, surat pernyataan tanggung jawab, dan naskah perjanjian hibah daerah),” ujar Khofifah.
Pakta integritas menyatakan, penerima dana hibah memiliki komitmen siap diberi sanksi dan dipidana apabila tidak sesuai dengan program yang diusulkan. Adapun surat pernyataan berisi tanggung jawab mutlak penerima dana hibah untuk melaksanakan sesuai pengajuan dan melakukan pelaporan.
”Syarat ketiga adalah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah atau NPHD. Jadi, ketiga hal ini adalah tanggung jawab penerima dana hibah. Saya membedakan antara penerima dengan aspirator karena itu sesuatu yang berbeda. (Sehingga) Tanggung jawab mutlak ada di penerima hibah,” ucap mantan Menteri Sosial tersebut.
Khofifah menambahkan, evaluasi dan monitoring pelaksanaan atau penyaluran dana hibah sejatinya sudah melalui tiga hal yang disyaratkan tersebut, yakni pakta integritas, surat pernyataan, dan NPDH. Selain itu, penerima dana hibah juga melaporkan pelaksanaannya.
Selain pihak penerima dana hibah, pihak aspirator juga memiliki peran penting sebagai penghubung antara pengambil keputusan anggaran dan penerima aliran dana. Dia menambahkan, tahun penyaluran anggaran dana hibah menjadi simpul yang memiliki konektivitas dengan aspirator.