Usaha Tenun Ikat NTT Menggeliat, Perajin Harapkan Bantuan Modal
Para perajin tenun ikat NTT optimistis menghadapi tahun 2023. Dukungan modal dari pemerintah bisa sangat membantu mereka semakin percaya diri.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KALABAHI, KOMPAS — Perajin tenun ikat di Alor, Nusa Tenggara Timur, mulai merasakan kembali minat konsumen. Namun, di tengah gairah itu, usaha ini membutuhkan suntikan modal di tengah tingginya harga bahan baku.
Perajin tenun ikat Alor Syariat Libana pada Selasa (10/1/2023) mengatakan, permintaan konsumen mulai berdatangan sejak akhir 2021. Jumlahnya semakin banyak di akhir tahun 2022.
Pada Agustus-Desember 2022, misalnya, Syariat menjual 300 lembar sarung tenun ikat. Harganya Rp 100.000–Rp 5 juta per lembar bergantung ukuran, motif,kesulitan menenun, dan nilai adat atau budaya setempat. Ada 75 perajin yang terlibat dalam usaha pembuatan tenun ikat itu. Sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang suaminya bekerja menjadi pekerja migran.
”Hanya 12 perajin yang menenun di rumah saya. Sebanyak 63 lainnya bekerja di rumah masing-masing di Pulau Ternate, Buaya, Kepa, dan Pulau Alor.Jarak tempuh dari rumah saya ke pulau-pulau itu bervariasi, 15–45 menit dengan perahu motor,” kata Syariat yang tinggal di Desa Dulolong Kecamatan Alor Barat Laut, 25 kilometer dari Kalabahi, ibu kota Alor.
Akan tetapi, di tengah munculnya gairah konsumen, Syariat sangat mengharapkan bantuan modal untuk belanja bahan baku. Selama ini, bahan baku perajin tenun ikat Alor ditanggung Syariat. Dia mengatakan, setiap kelompok membutuhkan sekitar lima bal benang untuk satu bulan menenun. Untuk satu bal benang, yang bisa dijadikan dua sarung, harganya Rp 200.000.
Tiga tahun lalu, ia sudah dijanjikan Pemprov NTT mendapat bantuan pembelian benang Rp 25 juta. Namun, hingga kini, janji itu belum ditepati. Berulang kali menghubungi Biro Ekonomi Sekretariat Daerah NTT hingga Dinas Sosial NTT, janji itu belum terealisasi.
Baca juga :
Universitas Nusa Cendana Kupang Buka Program Studi Tenun Ikat NTT
Geliat mulai lancarnya pesanan tenun ikat NTT juga dialami Pusat Tenun Ikat ”Ina Ndao” di Kelurahan Naikoten, Kota Kupang. Olivia (29), karyawan, mengatakan, pengunjung tidak naik juga tidak turun. Setiap hari selalu ada pengunjung. Bahkan cenderung naik setelah pandemi Covid-19.
”Pemesanan masih berdatangan. Tahun ini harus optimistis dengan tetap berkreasi dan berinovasi,” kata Olivia.
Mince Ledoh, perajin, mengatakan, sejauh ini tenun ikat masih memberikan penghasilan layak. Apalagi, ia dan puluhan teman lainnya tinggal di asrama milik Ina Ndao. Hal itu membantunya fokus mengerjakan pesanan. Untuk satu kain berukuran 120 sentimeter dan lebar 75 cm, misalnya, dia bisa menyelesaikannya dalam dua hari.
”Penghasilan kami sudah mendekati upah minimum provinsi,” kata Mince. UMP di NTT sebesar Rp 1,95 juta per bulan.