Apel 10.000 Kader Ansor dan Banser, Pemanasan Sebelum Peringatan Satu Abad NU
Apel 10.000 kader Ansor dan Banser di Kabupaten Malang menjadi ajang pemanasan sebelum puncak peringatan satu abad Nahdlatul Ulama. Para kader Ansor dan Banser pun diingatkan agar terus menjaga Pancasila dan NKRI.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
Yel-yel ”Dum terare dum…” menyambut Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas berkeliling meninjau ribuan anggota Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) di Stadion Kahuripan, Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (22/1/2023) sore.
Usai berkeliling menaiki jip terbuka, Panglima tertinggi Banser yang juga Menteri Agama itu pun memberikan pidato kunci dalam kegiatan bertajuk ”Apel Merah Putih 10.000 Kader Ansor dan Banser Kabupaten Malang”.
Sebelumnya, serangkaian acara telah dilalui, mulai dari seminar ekonomi nasional yang menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai pembicara di Pendopo Kabupaten Malang hingga pembacaan ikrar soal komitmen memerangi radikalisme, intoleransi, dan tidak melakukan eksploitasi, serta melarang politik identitas.
Apel pun dihadiri sejumlah pejabat, di antaranya anggota DPR Komisi XI Andreas Eddy Susetyo dan anggota DPR Komisi X Hasanuddin Wahid, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta Bupati Malang M Sanusi bersama forum komunikasi pimpinan daerah. Satuan Koordinasi Nasional Banser sampai pimpinan cabang NU juga ada.
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Malang Fatkhurrozi mengatakan, apel ini merupakan rangkaian dari puncak kegiatan dalam rangka menyambut satu abad NU. Menurut rencana, kegiatan satu abad NU akan digelar pada 7 Februari mendatang di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jatim.
Apel 10.000 Pemuda Ansor dan Banser dimaksudkan guna menjalin kekompakan sekaligus menumbuhkan semangat di antara mereka. Kegiatan ini pun merupakan pergelaran dengan pengumpulan anggota Banser dan Ansor terbanyak yang pernah dilaksanakan di Malang.
Banser dan Ansor memang tidak bisa dipisahkan dengan NU. Keduanya memiliki peran signifikan. Banser sebagai lembaga semiotonom GP Ansor tak hanya menjaga para kiai dan ulama. Namun, selama ini, keduanya juga dinilai berperan menjaga Indonesia.
”Ansor dan Banser merupakan kader militan di Kabupaten Malang, terutama dalam melawan paham radikalisme, intoleran, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Fatkhurrozi.
Dalam sambutannya, Khofifah yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU menyampaikan, jika kekuatan banser Malang turun semua, keamanan, kedamaian, dan ketenteraman tak hanya terwujud di wilayah Malang dan Jawa Timur, tetapi juga resonansinya dirasakan di seluruh Indonesia.
”Di NU, Muslimat katanya ibunya NU. (Muslimat) punya anak senior namanya Ansor yang lahir lebih dulu. Ansor lahir 1934 dan Muslimat 1946. Tetapi tetap disebut Muslimat ibunya NU, Fatayat pemudi NU, GP Ansor pemuda NU, Banser garda depan NU,” katanya sambil menyambung dengan bersalawat.
Ansor dan Banser merupakan kader militan di Kabupaten Malang, terutama dalam melawan paham radikalisme dan intoleran serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Khofifah, seminar yang telah dilaksanakan beberapa jam sebelumnya merupakan olah pikir di lingkungan GP Ansor. Selama ini, ada anggapan bahwa GP Ansor dan Banser selalu melakukan ikhtiar spiritualitas yang merupakan olah zikir.
Kekuatan pikir dan zikir, menurut Khofifah, mesti tetap dijaga dan menjadi sentra kekuatan, baik itu oleh GP Ansor maupun Banser.
Jaga Pancasila
Khofifah juga meminta para anggota GP Ansor dan Banser untuk selalu menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila, kata Khofifah, harus dijadikan sebagai working ideology sehingga ideologi itu tidak hanya dihafalkan, tetapi mesti dilaksanakan. Oleh karena itu, para anggota Ansor dan Banser harus menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. ”Inilah kekuatan yang dimiliki NKRI,” ujarnya.
Khofifah juga menyinggung bagaimana Presiden Afganistan Ashraf Gani pernah bertanya ke Presiden Joko Widodo terkait kekuatan Indonesia. Ashraf bertanya soal jumlah suku bangsa di Indonesia, yang dijawab oleh Presiden Jokowi ada 714 suku bangsa.
Menurut Ashraf, lanjut Khofifah, di Afganistan hanya ada tujuh suku bangsa. Namun, saat ada perbedaan pendapat, situasinya meruncing dan berbuntut konflik berkepanjangan.
”Apa yang jadi kekuatan Indonesia? Ada kekuatan doa di dalamnya, tepo sliro, moderasi, toleransi, dan itu ada mutual understanding (saling pengertian). Tidak mudah berbeda pendapat lalu berujung konflik berkepanjangan,” kata Khofifah menirukan ucapan Presiden Joko Widodo kala itu.
Sementara itu, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, apel itu menjadi pemanasan sebelum mereka menghadiri puncak hari lahir satu abad NU. Dia pun mengajak semua kader Banser dan Ansor untuk datang ke acara itu meski harus dengan ”merayap”.
”Bung Karno, Presiden pertama RI, pada Muktamar NU Ke-25 tahun 1962 di Kota Solo, pernah mengatakan, ‘Meski harus merayap, saya akan datang ke Muktmar NU. Untuk menunjukkan kecintaanku pada NU’. (Bung Karno) seorang nasionalis yang bukan kader NU. Oleh karena itu, apakah sahabat-sahabat siap merayap ke Sidoarjo?” kata Yaqut.
Yaqut pun berpesan agar para anggota Ansor dan Banser itu menjadi kader yang baik dan terlatih. Dia juga mengingatkan, pelatihan yang diikuti itu bukan untuk gagah-gagahan, tetapi agar setia pada cita-cita dalam mempertahankan kehormatan kiai dan kemuliaan NKRI.
Selain setia kepada kiai dengan menjalankan semua perintahnya sampai sekecil apa pun, Banser juga harus melakukan semua kegiatan yang bermanfaat bagi jamaah NU dan NKRI.
”Jika sahabat (Banser) sudah dilatih, tetapi tidak setia kepada kiai dan NKRI, sahabat bukan kader yang gagah beneran. Hanya gagah-gagahan. Tegak ketika seragamnya dipakai, melengkung saat seragamnya dilepas,” ucap Yaqut.