Kualitas informasi itu ditentukan oleh banyak pihak, 25 persennya ditentukan oleh penulis, 25 persen narasumber, 25 persen organisasi redaksi, dan 25 persen sisanya ditentukan oleh pembaca.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·5 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kemampuan memilah informasi yang benar di tengah banjir informasi yang masif saat ini menjadi kekuatan setiap orang agar bisa mengambil keputusan dengan tepat. Di tengah 58 persen penduduk dunia yang bermedia sosial, yang artinya bisa memproduksi dan mereproduksi informasi, dibutuhkan kejelian untuk mengonsumsi informasi-informasi yang penting dan bermutu.
Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo menyampaikan hal itu dalam acara Talkshow Hari Pers Nasional (HPN) 2023 bertema ”Hati-hati Tersesat di Labirin Informasi”, di Universitas Medan Area, Medan Sumatera Utara, Rabu (8/2/2023).
Mengutip data GlobalWebIndex (GWI) Januari 2022, Adi mengatakan rata-rata orang Indonesia yang berumur 16-64 tahun menghabiskan waktu 8 jam 36 menit per hari menggunakan internet. Hal itu mendudukkan Indonesia di urutan ke-9 negara pengguna internet terbesar di dunia. Bandingkan dengan orang Jepang yang hanya menghabiskan waktu 4 jam 26 menit berinternet atau rata-rata penduduk dunia 6 jam 58 menit.
Masyarakat Indonesia juga merupakan pengguna sosial yang masif, rata-rata menghabiskan waktu 3 jam 17 menit per hari bermedia sosial. Angka itu membuat Indonesia berada di posisi 10 besar pengguna media sosial terbesar di dunia. Bandingkan dengan orang Jepang yang hanya bermedia sosial 51 menit per hari.
Di sisi lain, internet telah mendorong peningkatan perekonomian masyarakat. Hal itu terlihat dari peningkatan nilai perdagangan digital (e-commerce) yang dilansir Bank Indonesia. Pada 2018, e-commerce baru mencatatkan nilai Rp 106 triliun, tetapi pada 2022 diproyeksikan melonjak menjadi Rp 580 triliun. Penggunaan uang elektronik juga diproyeksikan meningkat dari Rp 12 triliun pada 2017 menjadi Rp 337 triliun pada 2022.
Meski demikian, penggunaan internet dan media sosial yang masif juga berisiko pada penggunanya, di antaranya privasi yang hancur akibat pencurian data pribadi, komodifikasi manusia atau pengguna menjadi target pemasaran produk, hingga gangguan mental akibat kecanduan komunikasi yang semu. Selain itu, juga memunculkan disinfodemi Covid-19 seperti hoaks dan berita palsu, hingga gangguan pada demokrasi akibat ujaran kebencian.
”Itu konsekuensi dari penggunaan media sosial,” kata Adi.
Penelitian yang dilakukan pada kasus berita palsu pemilu di Amerika Serikat menunjukkan, berita bohong telah membuat 53 persen responden menyatakan ada peningkatan kritik, 58 persen responden percaya semakin mudah orang menyampaikan informasi tidak jujur, 36 persen responden melihat terjadi peningkatan permusuhan dan 38 persen responden melihat terjadi peningkatan sarkasme.
Adapun penelitian yang dilakukan Litbang Kompas (2021) menunjukkan, dampak banjir informasi telah membuat 37,2 persen responden melihat adanya perpecahan berbasis SARA, kelas sosial, politik, ideologi, dan partai. Dampak banjir informasi telah membuat 24,4 persen responden merasa terganggu relasi keluarganya, 50,1 persen kebingungan, 63,3 persen menyatakan membuat perpecahan di masyarakat.
Kelompok warga di bawah usia 40 tahun justru lebih banyak yang menyatakan banjir informasi dapat membuat perpecahan di masyarakat daripada kelompok masyarakat di atas umur 40 tahun.
Kementerian Komunikasi dan Informasi bahkan menyampaikan pada periode 23 Januari 2020-22 Juni 2021, mereka telah menemukan 1.656 informasi hoaks terkait Covid-19. Selain itu, terdapat lebih 3.000 sebaran hoaks di aneka media sosial diturunkan (take down) dari lebih 3.600 yang diadukan masyarakat pada periode itu.
Media arus utama dan media sosial pun masih berkelindan dengan disinformasi. Tercatat hanya 8 persen media arus utama yang baik-baik saja dan 4 persen media sosial yang baik-baik saja. Sejarawan Israel, Yuval Noval Harari, bahkan berujar di dunia yang dibanjiri informasi yang tidak relevan, kejelasan adalah kekuatan.
Kualitas informasi itu ditentukan oleh banyak pihak. Menurut Adi, 25 persen ditentukan oleh penulis, 25 persen narasumber, 25 persen organisasi redaksi, dan 25 persen sisanya ditentukan oleh pembaca.
Dalam hal ini Kompas, lanjut Adi, tetap berada untuk memberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba informasi. Redaksi meminimalkan bias informasi dengan mematuhi kode etik Dewan Pers dan kode etik wartawan Kompas, meningkatkan kemampuan wartawan/peneliti dalam hal jurnalisme, serta memastikan tidak ada unsur kekerasan, seks, SARA. Kompas juga memperkaya dan mengoreksi hasil peliputan, hingga menuliskan hasil penelitian/peliputan. Oleh karena itu, kemampuan memilah informasi dan sumber yang benar dan berkualitas sangat dibutuhkan.
Di dunia yang dibanjiri informasi yang tidak relevan, kejelasan adalah kekuatan. (Yuval Noval Harari)
Devanya Siregar (20), mahasiswa semester III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UMA yang mengikuti kegiatan itu, mengatakan, dirinya sudah terbiasa melihat informasi berdasarkan sumbernya. Jika sumbernya jelas dan kapasitas sumber pun sesuai, informasi itu bisa dipercaya. Ia juga terbiasa membaca karena minat baca telah ditumbuhkan orangtuanya sejak di kecil.
”Saya lebih percaya media arus utama karena ada organisasi yang mengelola informasi yang dikeluarkan, ada cover both side, bukan pribadi-pribadi seperti media sosial,” ujarnya. Namun, tidak seperti orangtuanya yang membaca koran, ia kini lebih memilih mendapatkan informasi dari media digital karena lebih gampang diakses dan lebih interaktif.
Qintaro Dimas (18), mahasiswa semester I Fisipol UMA menyampaikan, dirinya banyak menggunakan sumber media arus utama di internet sebagai bahan menyelesaikan tugas. Ia juga lebih memilih menggunakan media digital karena selain bisa membaca, juga bisa melihat dan mendengarkan.
”Kuncinya memang harus banyak membaca agar bisa mendapat banyak pengetahuan dan bisa menyaring informasi,” kata Qintaro.
Sementara itu, dalam rangkaian HPN di Medan, Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) juga menyerahkan bantuan berupa 300 paket kebutuhan pokok kepada panitia HPN 2023 sebagai kontribusi dalam acara bakti sosial. Bantuan itu disalurkan di Kabupaten Langkat dan Kota Medan.