Permukiman di Bantaran Bengawan Solo Rawan Picu Banjir Besar Surakarta
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo menyoroti alih pemanfaatan lahan bantaran sungai sebagai permukiman di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kondisi itu disebut menjadi salah satu pemicu banjir besar.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS –Alih fungsi lahan menjadi permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo disebut sebagai salah satu faktor vital pemicu banjir di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Beberapa solusi yang tengah digagas untuk meminimalkan masalah ini seperti perbaikan drainase, pembuatan embung, hingga penyediaan permukiman vertikal seperti rumah susun.
Sebelumnya, banjir melanda 16 kelurahan dan empat kecamatan di Kota Surakarta, 16-17 Februari 2023. Pemicunya luapan anak Sungai Bengawan Solo seperti Sungai Premulung, Pepe, hingga Sungai Sarikopi. Ketinggian genangan antara 30 sentimeter hingga 1,5 meter dan merendam permukiman di bantaran sungai.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo Maryadi Utama mengatakan, selain cuaca ekstrem, rumah penduduk di bantaran sungai rawan memicu banjir. Permukiman membuat kawasan resapan air tidak ideal. Namun, upaya normalisasi tidak mudah. Sebagian rumah disebut sudah bersertifikat.
“Dari hulu hingga hilir, sepanjang 650 kilometer itu pasti ada bangunan yang berdiri di sempadan sungai. Ini mempersulit program pengendalian banjir, seperti saat akan melakukan pembangunan parapet (tanggul) di bibir sungai,” kata Maryadi saat dihubungi, Selasa (21/2/2023).
Pendirian bangunan di sempadan sungai sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 3 m dari tepi luar kaki tanggul di sepanjang alur sungai. Untuk sungai bertanggul, paling sedikit jaraknya 10-30 m bergantung kedalaman sungai.
Maryadi menyatakan, bakal berkomunikasi dengan pemerintah daerah membahas masalah ini. Semua harus dilakukan demi memudahkan rencana pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Setelah banjir pekan lalu, misalnya, pihaknya berkomunikasi membuat tanggul sepanjang 100 m di Sungai Premulung.
Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan di BBWS Bengawan Solo Sri Wahyu Kusumastuti mengatakan masifnya pembangunan kawasan perkotaan berpengaruh pada peningkatan risiko banjir. Air hujan tidak terserap, menjadi limpasan, dan mengalir ke sungai. Semuanya mempercepat kenaikan debit air sungai.
“Air yang seharusnya masuk ke tanah justru menjadi run off atau menjadi aliran permukaan. Beban sungai kita semakin berat. Itu yang perlu kita perhatikan,” kata Wahyu.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka berencana menata permukiman di bantaran sungai. Tidak menutup kemungkinan, rumah susun menjadi solusi penuntasan masalah itu.
“Trennya memang harus vertikal semua,” kata Gibran.
Gibran menambahkan, pihaknya juga akan terus menjalin komunikasi dengan BBWS Bengawan Solo untuk membahas solusi lain, seperti pembuatan embung hingga perbaikan drainase. Dia menginginkan upaya mitigasi dimatangkan untuk mencegah bencana serupa terulang lagi.