Petugas memasang GPS collar pada kelompok gajah liar “Jambul” yang ada di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Pemasangan dilakukan untuk meminimalkan konflik gajah dengan manusia di Kabupaten Lampung Barat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Petugas memasang GPS collar pada kelompok gajah liar ”Jambul” yang ada di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Pemasangan dilakukan untuk meminimalkan konflik gajah dengan manusia di Kabupaten Lampung Barat.
Pemasangan GPS collar itu dilakukan pada Rabu (29/3/2023) di daerah antara Gunung Gede dan Gunung Mas, Kabupaten Lampung Barat. Secara administratif, kawasan itu masuk dalam Pekon/Desa Suka Marga, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.
Sebelumnya, petugas juga memasang alat pendeteksi pergerakan gajah liar untuk kelompok ”Bunga”. Sebelumnya, pada 24 Desember 2021, petugas berhasil memasang GPS collar pada kelompok gajah liar ”Bunga” yang sering berkonflik dengan masyarakat di wilayah perbatasan hutan di Kabupaten Tanggamus.
”Semoga dengan terpasangnya GPS Collar, upaya mitigasi interaksi negatif dapat dioptimalkan dan dapat meminimalisir potensi kerugian yang terjadi,” kata Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Ismanto saat dihubungi dari Bandar Lampung, Kamis (30/3/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Balai Besar TNBBS, sepanjang tahun 2021, tercatat 24 kali konflik gajah dengan manusia yang bermukim di sekitar Kawasan TNBBS. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebanyak 20 kali. Tahun 2019, jumlah konflik gajah dengan manusia juga tinggi, 33 kali.
Konflik perebutan ruang hidup antara satwa liar dan manusia itu juga merenggut korban jiwa. Berdasarkan catatan Kompas, tahun 2018, seorang warga, Surip (70), tewas terinjak gajah saat mengusir satwa itu dari kebun yang dijaganya di kawasan Hutan Lindung Register 39 Kotaagung Utara, Tanggamus. Pada 2020, Saridi (43), seorang warga juga terluka akibat diserang gajah saat upaya penggiringan.
Ismanto menuturkan, Balai Besar TNNBS telah melakukan berbagai strategi untuk mitigasi konflik gajah dengan manusia. Selain pemasangan GPS collar, petugas juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang bermukim di wilayah perbatasan hutan. Saat ini satgas konflik di tingkat desa sudah terbentuk.
Ia menambahkan, TNBBS dibantu lembaga mitra juga menanam demplot pakan gajah di wilayah jelajah gajah seluas tiga hektar. Beberapa jenis tanaman yang ditanam, di antaranya gelagah, pisang hutan, odotan, durian, rao, rotan manau, dan bayur.
Upaya mitigasi lainnya adalah dengan mendatangkan lima ekor gajah jinak yang berasal dari Taman Nasional Way Kambas dan melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai mahout gajah. Gajah jinak itu digunakan untuk mendorong kelompok gajah liar ”Citra” yang kerap memasuki Desa Pemerihan, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat. Gajah jinak itu juga digunakan untuk patroli mengamankan kawasan TNBBS.
”Kami berupaya gajah liar ada di dalam kawasan TNBBS walaupun wilayah jelajah gajah liar meliputi kawasan taman nasional dan kawasan penyangganya. Kami berharap ini efektif agar gajah liar selalu berada di dalam taman nasional. Namun, masih perlu dikaji lebih lanjut,” papar Ismanto.
Ia menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang telah membantu upaya pemasangan GPS collar. Balai Besar TNBBS dibantu oleh tim dokter hewan dari dari KLHK dan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu. Sejumlah lembaga mitra konservasi, yakni Yayasan Konservasi Way Seputih, Repong Indonesia, Pusat Informasi Lingkungan Indonesia, Wildlife Conservation Society, dan Yayasan Badak Indonesia, serta masyarakat sekitar juga turut membantu.
Dua hari
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Krui Maris Feriyadi mengatakan, pemasangan GPS collar dimulai pada Selasa (28/3/2023) dengan bantuan tim dokter hewan yang dipimpin oleh Erni Suyanti. GPS collar dipasang di salah satu leher gajah yang dominan dalam rombongannya.
Awalnya, tim dokter melakukan penembakan obat bius pertama dosis anestesi menggunakan kombinasi obat Xylazine dan Ketamine HCl. Akan tetapi, gajah belum terbius dengan sempurna sehingga dilakukan penembakan pembiusan hingga tiga kali dengan penambahan dosis obat. Sayangnya, upaya pembiusan dan pemasangan GPS collar hari pertama masih gagal.
Kami berupaya gajah liar ada di dalam kawasan TNBBS walaupun wilayah jelajah gajah liar meliputi kawasan taman nasional dan kawasan penyangganya
Hari berikutnya, tim gabungan kembali melakukan upaya pemasangan GPS collar. Tim menggiring dan memisahkan gajah betina yang menjadi target pembiusan agar bisa lebih efektif. Pembiusan gajah dilakukan dua kali, yakni dengan penembakan dan penyuntikan secara langsung. Proses pemasangan GPS collar dilakukan dalam 25 menit.
Tim dokter lalu melakukan pengukuran tubuh gajah liar yang dipasang GPS collar. Gajah liar yang diberi nama Ramadhani itu mempunyai berat badan 3.189 kg, tinggi bahu 223 sentimeter, dan lingkar dada 382 cm. Sampel darah gajah juga diambil untuk pemeriksaan kesehatan dan DNA. Selain itu, gajah juga mendapat suntikan antibiotik untuk mencegah infeksi.