Menkumham Masih Kaji Usulan Bali Perihal Pencabutan VOA
Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan masih mengkaji usulan Gubernur Bali perihal pencabutan fasilitas VOA bagi Rusia dan Ukraina. Warga asing yang melanggar aturan dan hukum di Indonesia ditindak tegas.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan usulan Gubernur Bali Wayan Koster perihal pencabutan fasilitas visa kunjungan saat kedatangan terhadap Rusia dan Ukraina itu masih dikaji. Keputusan atas pencabutan fasilitas visa kunjungan saat kedatangan (VOA) perlu dibahas secara komprehensif dan bersama-sama dengan kementerian lain terkait, pemerintah daerah, dan asosiasi pariwisata.
”Ini harus dibahas bersama dan komprehensif,” kata Yasonna dalam konferensi pers sesuai acara penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (31/3/2023).
Dia mengaku sudah menerima surat Gubernur Bali perihal usulan pencabutan fasilitas VOA atas Rusia dan Ukraina tersebut.
Yasonna juga menyatakan sudah mendapatkan laporan perihal ulah warga negara asing yang melanggar hukum dan melabrak norma. Menurut Yasonna, kehadiran turis dibutuhkan agar pariwisata berjalan dan ekonomi masyarakat bergerak. Namun, jikalau warga asing itu berulah melanggar aturan dan hukum, menurut Yasonna, mereka akan ditindak secara tegas.
Ini harus dibahas bersama dan komprehensif (Yasonna Laoly).
”Kami juga akan meminta masukan dari kepolisian dan dari tim pengawasan orang asing. Caranya harus mendidik. Kalau ada yang bersalah, ya, dideportasi,” ujarnya.
Usulan pencabutan fasilitas VOA terhadap Rusia dan Ukraina itu diajukan Gubernur Bali Wayan Koster menyusul maraknya warga asing di Bali yang berulah dan melanggar hukum.
Warga asing, yang berulah mengganggu ketertiban dan kenyamanan masyarakat serta mengganggu perekonomian masyarakat di Bali, disinyalir datang ke Bali dengan berkedok kunjungan wisata.
Adapun Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko mengatakan, fasilitas VOA menjadi mekanisme yang penting, yang memudahkan wisatawan berkunjung ke destinasi.
Menurut Chuychenko, fasilitas VOA juga berguna bagi pemerintah dalam mengumpulkan informasi terkait pergerakan warganya ke negara lain.
Dalam konferensi pers terpisah dengan Menkumham Yasonna, Chuychenko menyatakan semua warga negara asing yang datang ke Indonesia diwajibkan mematuhi hukum Indonesia. Jadi, warga asing yang melanggar hukum Indonesia, menurut Chuychenko, warga asing itu dapat diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
”Terlepas dari apa pun asal negara mereka,” katanya.
Chuychenko menegaskan, Pemerintah Rusia mengupayakan jumlah kunjungan warga Rusia berwisata ke Indonesia, termasuk ke Bali, agar bertambah.
Menurut dia, pascapandemi Covid-19 terdapat sekitar 70.000 orang turis asal Rusia ke Indonesia, sedangkan sebelum pandemi Covid-19, jumlah kunjungan wisman asal Rusia ke Indonesia mencapai 150.000 orang. ”Saya tidak bisa bilang Bali sebagai destinasi utama,” katanya.
Adapun Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly bertemu Menteri Kehakiman Federasi Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko di Nusa Dua, Badung, Jumat (31/3/2023), dalam rangka penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Rusia itu dinyatakan sebagai perjanjian ekstradisi pertama yang dimiliki Indonesia dengan negara di Benua Eropa.
Perjanjian ekstradisi tersebut melanjutkan pencapaian atas ditandatanganinya perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Indonesia dan Rusia di Moskwa, 13 Desember 2019. Perjanjian itu dinyatakan sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memperkuat kerja sama penegakan hukum lintas batas dengan negara-negara mitra.
Yasonna menyampaikan, perjanjian ekstradisi, yang ditandatanganinya bersama Menteri Kehakiman Rusia, itu sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam upaya Indonesia menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF).
Indonesia berkepentingan untuk membangun dan memelihara stabilitas dan integritas sistem keuangan dan penegakan hukum yang berfokus pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme.
”Perjanjian ini sangat penting untuk menolong Indonesia melakukan tindakan hukum bagi pelaku kejahatan transnasional, termasuk cyber crime dan money laundering serta narkotika,” kata Yasonna dalam konferensi pers seusai acara penandatanganan perjanjian ekstradisi di Nusa Dua, Badung, Jumat.
Chuychenko menyebut penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Rusia menjadi langkah baik dalam memperkuat kerja sama dua negara dalam menindak kejahatan.
Chuychenko juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri Hukum dan HAM karena Indonesia sudah menindaklanjuti perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana antara Indonesia dan Rusia.
Dari siaran pers Kementerian Hukum dan HAM disebutkan, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Rusia terjalin baik selama 73 tahun sejak 1950.
Rusia termasuk negara paling berpengaruh di bidang ekonomi. Dari sisi ekonomi, Rusia menjadi pasar potensial bagi produk dari Indonesia karena Rusia juga termasuk Uni Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Union).
Selain itu, Rusia juga menjadi anggota Dewan Keamanan PBB dan G20. Kerja sama bidang hukum antara Indonesia dan Rusia itu dapat dimanfaatkan Indonesia untuk membangun reputasi dan kredibilitas dalam hal keamanan dan penegakan hukum serta membuka jaringan kerja sama lebih luas dengan negara-negara yang sudah memiliki kerja sama dengan Rusia.