Ganasnya Pantai Selatan Jawa, antara Tradisi, Mitos, dan Realitas Alam
Wisatawan yang terseret ombak di pantai selatan terus terjadi selama Libur Lebaran 2023 ini. Kewaspadaan dan mitigasi bencana perlu ditingkatkan.
Tiga hari berturut-turut selama libur Lebaran 2023, tiga orang terseret ombak di pantai selatan Kebumen, Jawa Tengah. Pencarian korban terus dilakukan.
Jauh hari sebelum insiden itu, larangan berenang atau mandi di laut sudah didengungkan oleh pihak berwenang mengingat potensi gelombang tinggi juga arus retas yang membahayakan. Namun, larangan itu sulit sepenuhnya diindahkan karena di tengah masyarakat hidup pula tradisi Bada Laut, kebiasaan warga sepatutnya membasuh diri di laut saat Lebaran.
Pada Minggu (23/4/2023), Wahyu (17), warga Bonorowo, Kebumen, terseret di Pantai Lembupurwo. Hari berikutnya, Senin (24/4/2023), Risky Pratama (18), warga Buluspesantren, Kebumen, terseret ombak di Pantai Setrojenar. Pada Selasa (25/4/2023), insiden serupa menimpa Adi Waluyo (55), warga Madukara, Banjarnegara, yang terseret ombak di Pantai Mliwis.
Baca juga: Ombak Pantai Selatan Kebumen Telan 3 Korban
Sebelumnya, insiden tenggelamnya pengunjung di pantai selatan juga terdata di Basarnas Cilacap. Sejak Januari 2020 hingga 27 April 2023 total terdapat 22 orang meninggal di pantai selatan khususnya di wilayah Kabupaten Kebumen dan Cilacap. Sebanyak 22 orang itu terdiri dari 9 orang meninggal di pantai selatan Cilacap dan 13 orang meninggal di Kebumen. Selain itu, ada pula 5 orang dinyatakan hilang di pantai selatan Cilacap dan 8 orang dinyatakan hilang di pantai selatan Kebumen.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Cilacap Adah Sudarsa berulang kali mengimbau warga dan wisatawan untuk waspada saat berada di pantai. ”Sekali lagi kami mengimbau kepada para wisatawan yang sedang berliburan di sekitar pantai harap berhati-hati. Gunakan alat pelindung diri berupa life jacket apabila hendak menyeberang ataupun bermain di sekitar pantai. Terus memantau peringatan dini dari BMKG terkait tinggi gelombang, angin, maupun cuaca,” kata Adah.
Jajaran Kepolisian Resor Kebumen dan BPBD Kebumen juga telah memasang puluhan spanduk larangan mandi di pantai.
Tradisi Bada Laut
Menilik data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, total garis pantai di Jawa Tengah mencapai 791,76 kilometer, terdiri dari 289,07 kilometer di daerah pantura atau pantai utara dan 502,69 kilometer di pantai selatan. Garis pantai selatan tersebut berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Pantai selatan Jawa memiliki pesona alam yang memikat wisatawan. Di sepanjang pesisir pantai itu, setidaknya masyarakat di Kebumen dan Cilacap juga memiliki tradisi Bada Laut.
”Di kawasan pantai selatan Kebumen, seperti di Mirit, Ambal, Petanahan, ada istilah Bada Laut, yaitu berlebaran di laut yang dilakukan pada hari kedua atau ketiga Lebaran,” kata Pegiat Wisata Kebumen Sigit Asmodiwongso, Kamis (26/4/2023).
Sigit menyebutkan, Bada Laut merupakan aktivitas komunal yang sudah ada sejak zaman kolonial dan tidak terkait dengan suatu ritual apa pun. Dari perbincangannya dengan Sujekti (83), sang mertua, malah dikenal istilah Grebeg Rowo atau Rawan.
”Tradisi ke pantai di libur Lebaran sudah ada sejak masa kolonial. Grebeg Rowo atau Rawan adalah tradisi pesiar ke pantai di kawasan Mirit yang sudah dialami oleh Mbah Jekti sejak zaman Jepang,” papar Sigit, yang juga penulis buku sejarah Ngomong Gombong: Remah Sejarah Kota 1830-1942.
Baca juga: Dua Korban Terseret Ombak di Pantai Kebumen Masih Dicari, Waspadai Gelombang Tinggi
Kebiasaan pesiar itu, menurut dia, lebih karena berpadunya moda wisata murah dan meriah, serta kebutuhan bergembira, berguyub-guyub dalam suasana Lebaran. ”Namun, karena pantai selatan memang rawan kecelakaan laut, tentu masa-masa itu memiliki risiko yang meningkat,” ujarnya.
Anang Firmansyah (32), warga Kroya, Kabupaten Cilacap, juga menyebutkan bahwa setiap Lebaran ada kebiasaan masyarakat di tempat tinggalnya untuk berlibur atau bermain ke Pantai Widarapayung. Letaknya sekitar 10 kilometer arah selatan Kroya. ”Sejak kecil ada kebiasaan warga pesisir pantai untuk bermain ke pantai saat Lebaran,” ujarnya.
Menurut Anang, memang tidak ada keharusan untuk mandi di laut saat Lebaran. Namun, minimal jika datang ke pantai, bermain air atau kecehan (Jawa) itu sudah cukup membuatnya senang. ”Minimal kecehan atau kena air laut,” tutur Anang.
Tradisi dan rutinitas tahunan untuk berekreasi itulah yang mendorong warga selalu berbondong-bondong ke pantai selatan saat libur Lebaran. Ironisnya, keinginan untuk berekreasi itu sering kali mengabaikan larangan berenang atau mandi di laut, ataupun karakteristik alam yang mesti diwaspadai pengunjung di pantai.
Karakteristik pantai selatan
Dihubungi terpisah, dosen Biologi Laut Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Romanus Edy Prabowo, menyampaikan, karakteristik arus laut pada pantai berombak yang landai biasanya terdapat rip currents atau arus retas, juga disebut arus balik yang cukup berbahaya bagi orang.
”Pada pantai yang lebar, ombak terus mendorong air ke pantai karena ada dorongan angin dari perairan ke pesisir. Kemudian pasti ada air yang balik. Yang balik ini, kalau pantainya rata, itu pasti pergi-pulangnya (arus ombak) relatif sama. Tetapi, karena pada daerah tertentu ada kontur yang lebih rendah atau lebih dalam sehingga air baliknya memilih di situ,” papar Romanus.
Kondisi seperti itu, lanjut Romanus, akan membuat jalur balikan arus berada di jalur yang sempit. ”Itu yang sering kali menarik sangat kuat. Itu sebenarnya arus balik. Itu menyeret satu jalur, bahkan perenang yang mahir pun akan ketarik. Jika orangnya mahir berenang, mungkin masih bisa berenang minggir, tapi kalau tidak bisa berenang, ketika ketarik ke tempat lebih dalam otomatis akan tenggelam,” tuturnya.
Menurut Romanus, kontur dasar pantai berpasir bisa berubah-ubah atau berpindah-pindah di mana tempat yang lebih dalamnya karena gerusan ombak yang berulang kali. Ketika arusnya kencang, tarikannya kuat, maka dasar pasirnya itu juga akan ikut tergerus tertarik. Hal itu tidak selalu terjadi pada cuaca buruk maupun ombak besar, tapi setiap saat bisa terjadi ombak balik.
Oleh karena itu, kata Romanus, sebaiknya setiap pantai yang dikunjungi wisatawan sebaiknya terdapat penjaga pantai yang bisa mengamati tanda-tanda adanya rip current. Biasanya, kalau pantainya tidak keruh, ada wilayah yang lebih gelap yang menunjukkan adanya bagian yang lebih dalam.
Kalaupun ada pasirnya, pasirnya tidak tampak keruh dan bagian itu adalah bagian air balik paling kencang. Di situ ombak biasanya tidak pecah. Ketika ombak di kanan-kirinya pecah, di situ belum pecah dan di situ jadi tempat balik.
Jika berlibur ke pantai menjadi sebuah kebiasaan dan tradisi saat Lebaran, kini hal itu sebaiknya dilengkapi dengan pemahaman mitigasi terhadap risiko bencana yang berpotensi terjadi. Tidak mandi, apalagi berenang di pantai, menjadi hal yang paling mungkin dilakukan jika ingin terhindar dari bahaya terseret rip current.
Selain itu, kisah mitos Nyi Roro Kidul yang masih hidup dan dipercayai oleh masyarakat Jawa pun kiranya menjadi bentuk kearifan lokal untuk dapat terhindarkan dari bahaya. Dalam mitos yang berkembang, ombak di pantai selatan memang diyakini ganas dan sering ”meminta” korban.
Sebagaimana ditulis Aprilia Findayani dan kawan-kawan dalam penelitian berjudul ”Kearifan Lokal dan Mitigasi Bencana Masyarakat Pantai Selatan Kabupaten Cilacap” (2020) pada Journal of Indonesia History, kearifan lokal tersebut bisa menjadi salah satu upaya dalam pengurangan risiko bencana. Dengan adanya mitos itu, orang seharusnya memilih menghindari untuk berenang di pantai laut selatan.
Kiranya berlibur Lebaran membuahkan sukacita dan tidak justru menimbulkan dukacita.