Melihat Fenomena Migrasi Penduduk di Papua dari Jayapura
Migrasi penduduk ke wilayah timur Indonesia, khususnya Jayapura, terus meningkat. Fenomena ini juga berdampak pada sektor ekonomi dan penambahan jumlah penduduk yang signifikan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
Kota Jayapura tidak hanya sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik di Provinsi Papua. Kota yang telah berusia 113 tahun ini menjadi salah satu tujuan utama warga perantau di kawasan Indonesia timur.
Waktu menunjukkan tepat pukul 19.45 WIT di Pelabuhan Jayapura. Kapal Motor Sinabung milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) pun bersandar di pelabuhan pada Sabtu (29/4/2023) malam itu.
Ribuan penumpang telah bersiap-siap turun dari kapal. Hari itu merupakan arus balik penumpang yang perdana di Pelabuhan Jayapura.
Dari data Pelni Jayapura, kapal ini mengangkut 1.350 penumpang. Mereka dari sejumlah daerah asal antara lain, Surabaya, Makassar, Baubau, Banggai, Bitung, Ternate, Bacan serta Sorong.
Para penumpang turun dengan penuh semangat setelah perjalanan di laut selama berhari-hari. Sebagian besar penumpang adalah para pemudik yang berlibur di kampung halamannya untuk merayakan Lebaran.
Para pemudik lebih banyak menggunakan kapal. Sebab biaya transportasi yang dikeluarkan tidak mencapai hingga jutaan rupiah jika menggunakan pesawat.
Biasanya para pemudik yang menggunakan kapal juga membawa kerabat atau teman sekampung yang ingin merantau di Papua. Jayapura menjadi salah satu tujuan utama para perantau.
”Minimal pemudik harus mengeluarkan biaya Rp 3 juta untuk sekali perjalanan dengan pesawat ke luar Papua. Apabila menggunakan kapal ke Surabaya, saya hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 800.000,” kata Sadap, warga asal Jawa Timur yang merantau di Jayapura.
Saat ini peluang kerja di Jawa bagi saya yang minim modal sangatlah sulit. Saya memilih merantau ke Jayapura dan bisa mendapatkan penghasilan hingga kini.
Sadap mengaku telah merantau selama 15 tahun di Kota Jayapura sebagai tukang pangkas rambut. Pria berusia 38 tahun ini menilai peluang mendapatkan pekerjaan di Papua lebih terbuka lebar jika dibandingkan di Pulau Jawa.
”Saat ini peluang kerja di Jawa bagi saya yang minim modal sangatlah sulit. Saya memilih merantau ke Jayapura dan bisa mendapatkan penghasilan hingga kini,” kata pria yang berasal Madura tersebut.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura Raymond Mandibondibo mengatakan, fenomena migrasi penduduk dari luar Papua berdampak kenaikan jumlah penduduk yang signifikan di Kota Jayapura. Mayoritas para perantau bekerja di sektor jasa, seperti di pusat perbelanjaan, rumah makan dan sektor usaha lainnya.
Diketahui usaha kecil dan menengah dalam sektor jasa memegang peran besar bagi pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Kota Jayapura tahun 2022 yang mencapai Rp 294 miliar. Sektor ini berkontribusi hingga sekitar 70 persen bagi PAD Kota Jayapura.
Ia memaparkan, jumlah penduduk di Kota Jayapura pada akhir tahun 2021 sebanyak 368.000 jiwa. Jumlah penduduk Kota Jayapura pada akhir tahun 2022 telah meningkat mencapai 403.118 jiwa.
”Sebenarnya jumlah penduduk di Kota Jayapura lebih dari angka pendataan yang terakhir. Sebab, banyak warga dari luar Papua belum mengurus KTP elektronik sesuai domisili meskipun telah bermukim selama bertahun-tahun di Jayapura,” kata Raymond.
Ia mengimbau warga yang berasal dari luar Papua bisa mengurus dokumen kependudukan jika telah bermukim lebih dari enam bulan. Pemkot Jayapura akan menggenjot pelayanan perekaman KTP elektronik di pusat perbelanjaan, rumah ibadah, kompleks, hingga pelabuhan.
Jumlah warga yang telah melakukan perekaman KTP elektronik di Kota Jayapura sebanyak 243.082 orang. Jumlah warga yang wajib melakukan perekaman KTP elektronik ada 307.440 orang.
”Masih tersisa sekitar 20 persen warga yang wajib perekaman belum memiliki KTP. Kami akan bersinergi dengan berbagai pihak terkait untuk melaksanakan operasi yustisi. Warga yang terjaring dalam operasi yustisi akan mendapatkan denda Rp 200.000 hingga Rp 300.000,” kata Raymond.
Guru Besar Sosiologi Universitas Cenderawasih, Jayapura, Avelinus Lefaan mengatakan, mobilitas penduduk ke suatu wilayah merupakan suatu fenomena yang wajar. Dalam aspek sosiologis, manusia cenderung selalu mencari tempat untuk mencari penghidupan lebih baik.
Ia berpendapat, fenomena migrasi penduduk ke wilayah timur Indonesia, khususnya Jayapura, dengan motif pengembangan ekonomi. Hal ini dipicu persaingan yang ketat di kota besar dan lapangan pekerjaan yang terbatas.
”Kemampuan kota besar di Pulau Jawa untuk menampung para perantau semakin terbatas. Sementara itu, daya tarik daerah seperti Papua dengan tanah yang luas dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lebih besar,” ujar Avelinus.
Ia berharap adanya regulasi dari pemda dan legislatif untuk memproteksi sumber daya manusia lokal tetap mendapatkan kesempatan kerja. Sebab, para perantau yang mengadu nasib ke Papua telah memiliki keterampilan kerja dan motivasi yang tinggi.
”Semakin banyak warga perantau yang menguasai sektor ekonomi akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dengan penduduk setempat sehingga berujung konflik. Sayangnya, regulasi otonomi khusus belum berdampak pemberdayaan masyarakat asli Papua untuk berwirausaha,” kata Avelinus.